Lanjutan Beginning And End Season 2.
Setelah mengalahkan Tenka Mutan, Catalina Rombert berdiri sendirian di reruntuhan Tokyo—saksi terakhir dunia yang hancur, penuh kesedihan dan kelelahan. Saat dia terbenam dalam keputusasaan, bayangan anak kecil yang mirip dirinya muncul dan memberinya kesempatan: kembali ke masa lalu.
Tanpa sadar, Catalina terlempar ke masa dia berusia lima tahun—semua memori masa depan hilang, tapi dia tahu dia ada untuk menyelamatkan keluarga dan umat manusia. Setiap malam, mimpi membawakan potongan-potongan memori dan petunjuk misinya. Tanpa gambaran penuh, dia harus menyusun potongan-potongan itu untuk mencegah tragedi dan membangun dunia yang diimpikan.
Apakah potongan-potongan memori dari mimpi cukup untuk membuat Catalina mengubah takdir yang sudah ditentukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Menginap di Rumah Kurumi.
TK KYOKO
Bel istirahat berbunyi lagi—“TIIING~”—suara lonceng yang jernih seperti dulu, langsung mengubah suasana kelas yang sibuk menjadi lebih meriah. Anak-anak berhamburan keluar dari kursi, “tap-tap-tap” langkah sepatu kecil yang kencang bergema di lantai. Udara di ruangan terasa segar dengan jendela terbuka, membawa bau bunga kamboja dari taman sekolah yang menyebar.
Catalina berdiri dari kursi nya, rambut putih gradasi pink nya berayun lembut ketika dia berjalan. Dia memandang sekeliling, mencari seseorang—dan segera melihat Kurumi yang duduk di sudut meja, berdampingan dengan Rintaro. Kurumi dengan rambut panjang abu-abu yang lurus melayang ke pinggul, mata kiri nya yang berupa kutukan berbentuk diamond hijau menyala indah di bawah cahaya matahari, sedangkan mata kanan hijau muda nya terlihat lembut. Dia sedang makan bekal dari kotak berwarna biru muda, sambil Rintaro di sampingnya dengan rambut landak kuning gradasi biru sedang menggigit onigiri dengan antusias. “Mmm… enak banget ini, mama bikin!” teriak Rintaro dengan mulut yang masih penuh makanan, membuat Kurumi tersenyum.
Catalina mendekati mereka dengan langkah yang ringan, senyum lebar muncul di wajahnya. “Wah!! Kurumi!! bekal kamu sangat enak nampaknya, pasti Bibi Chins yang membuat nya!” ucapnya dengan suara yang ceria, menunduk sedikit untuk melihat bekal Kurumi yang penuh dengan sushi, sayuran rebus, dan buah-buahan yang dipotong rapi. Dia menggigit bibirnya sebentar—di dalam hati, dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang sempurna untuk membuka topik yang dia rencanakan.
Kurumi mengangkat kepala, mata nya bersinar dengan kebahagiaan. “Iya Catalina! mama aku memasak nya pagi ini!” katanya, dan dia mengambil sepotong sushi dengan sumpit yang kecil—“klik… klak…” suara sumpit yang menyentuh nasi. Dia mengulurkan tangannya ke arah Catalina, mata nya penuh harapan. “Mau coba satu?”
Catalina mengangguk cepat, membuka mulut dengan senyum. “Iya dong!” ucapnya, dan Kurumi menyuapi sushi itu ke dalam mulutnya. Catalina mengunyah perlahan, mata nya langsung bersinar. “Wah!! sangat enak!! Bibi Chins bener-bener hebat masak ya! Rasa ikannya segar banget, dan nasi nya juga pas lembut!” katanya dengan semangat, membuat Kurumi pipinya memerah sedikit karena bangga.
“Hihi… makasih Catalina!” ucap Kurumi dengan suara yang lembut, mengusap mulutnya dengan ujung lengan seragam. Rintaro juga mengangguk cepat, “Iya!! enak banget! Kurumi selalu bagi bekalnya sama aku!” katanya, dan dia memberikan sepotong onigiri ke Catalina. “Kamu juga coba yang ini, Catalina!”
Setelah makan sedikit, Catalina mengambil napas dalam-dalam. Dia menatap Kurumi dengan tatapan yang penuh kerinduan, membuat tubuhnya sedikit meliuk-meliuk seolah ingin terlihat lebih imut. “Kurumi! aku mau tidur di rumah mu boleh? aku udah izin sama mami papi ku dan dia mengizinkan nya!” ucapnya, suara nya sedikit manja, dan dia menggenggam ujung lengan Kurumi dengan lembut.
Kurumi terkejut, mata nya membesar dengan kebahagiaan. Dia melompat dari kursi nya—“plak!” suara badannya menyentuh lantai—dan memeluk Catalina dengan erat. “Benarkah!! wah boleh boleh!! aku senang banget!! kita bisa bermain boneka sama-sama malam ini!” teriaknya dengan suara yang ceria, membuat Rintaro juga tersenyum. “Aku juga mau ikut tidur di rumah Kurumi!!” teriak Rintaro, dan Kurumi hanya mengangguk sambil masih memeluk Catalina.
Catalina tersenyum lega, memeluk Kurumi kembali. “Baiklah!! terimakasih telah menerima nya, Kurumi!” ucapnya, dan di dalam hati nya, dia merasa lega—rencananya untuk mendekati Kurumi dan memeriksa kutukan Tenka di mata nya semakin dekat terwujud.
RUMAH KELUARGA SIMA
Beberapa jam kemudian, matahari mulai memudar, dan langit menjadi berwarna jingga dan ungu. Catalina dan Kurumi tiba di rumah keluarga Sima—rumah yang nyaman dengan taman kecil di depan, penuh dengan bunga mawar yang berwarna merah dan putih. “Kling… kling…” suara bel pintu berbunyi ketika Chins membukanya, dan dia tersenyum lebar melihat kedua anak kecil itu.
“Wah ada Catalina di sini! senang banget melihatmu, nak!” ucap Chins dengan suara yang lembut, memeluk Catalina. Rambut panjang abu-abu nya yang sama dengan Kurumi melayang ke wajahnya, dan mata hijau muda nya terlihat penuh kasih. Hiro berdiri di belakangnya, rambut hijau belah tengah nya rapi, kacamata bulat nya menutupi mata hijau nya yang ramah. “Hai Catalina! bagaimana hari ini di sekolah?” tanyanya, mengelus kepala Kurumi yang berdiri di samping.
Catalina menyenyum, membungkuk sedikit untuk menyapa. “Hai bibi Chins, hai paman Hiro! hari ini senang banget, aku belajar banyak hal!” ucapnya, dan kemudian dia mengingat pesan dari mami dan papi nya. Dia menunduk sedikit, seolah ragu, tapi segera mengangkat kepala dengan tatapan yang tegas. “Bibi Chins! mami dan papi masih membeli sesuatu di toko, nanti dia akan menunggu kalian di depan stadion Kuroku!”
Hiro mengangguk, menggeser kacamata nya dengan jempol. “Baiklah nak Catalina… paman dan bibi mau pergi dulu ya. Kamu dan Kurumi main aja di kamar ya, jangan sampe bikin kekacauan!” katanya dengan senyum, dan Kurumi langsung menggenggam tangan papa nya.
“Papa! mama! hati hati di jalan!! oh ya! belikan aku susu vanilla nanti ya!! yang besar yang bisa di bagi sama Catalina!” teriak Kurumi dengan suara yang ceria, memeluk kaki Hiro. Mata kiri kutukan nya berkilau, dan ekspresi wajahnya penuh harapan.
Hiro mengelus kepala putri nya dengan lembut, senyumnya semakin lebar. “Baiklah Kurumi, nanti papa belikan yang paling besar untuk mu dan untuk Catalina… janji ya?” katanya, dan Kurumi mengangguk cepat, pipinya memerah karena senang.
Catalina juga menyenyum, mengangkat tangan untuk menyapa. “Aduh paman Hiro, makasih banyak ya! aku suka banget susu vanilla!” ucapnya, dan Hiro mendekat, mengusap kepala Kurumi dan Catalina secara bergantian.
“Sama sama Catalina… kalau gitu, aku dan bibi Chins berangkat ya. Jangan lupa makan camilan yang ada di meja ya!” katanya, dan kemudian dia dan Chins berjalan ke arah garasi. “Brumm… brumm…” suara mobil yang menyala, dan mobil itu perlahan keluar dari halaman rumah.
Kurumi menatap mobil yang pergi dengan mata yang penuh harapan, lalu memutar tubuhnya ke arah Catalina. “Yuk Catalina! kita main ke kamar aku! aku punya boneka baru yang bentuk kucing putih!” teriaknya, menarik tangan Catalina dengan cepat. Catalina menyenyum, tapi di dalam hati nya, dia memandang mata kiri Kurumi yang berupa kutukan—tatapan nya penuh kekhawatiran dan tekad. “Kutukan Tenka… hari ini malam aku akan memeriksa mu lebih dekat… biar aku pastikan Kurumi tidak akan terserang lagi…” bisiknya pelan, sebelum mengikuti Kurumi ke kamar dengan senyum yang ceria.
Kamar Kurumi terlihat penuh warna dan kehidupan—dinding berwarna biru muda dipenuhi stiker boneka dan bintang, kasur berbentuk bulat dengan selimut berwarna ungu, dan rak penuh mainan yang rapi. “Krek… krek…” suara kipas angin yang berputar perlahan memberikan angin sejuk, dan cahaya lampu tidur berbentuk kucing menyinari ruangan dengan cahaya lembut. Catalina dan Kurumi duduk berdampingan di atas kasur, boneka kucing putih Kurumi tergeletak di tengah mereka.
Catalina menghembuskan nafas pelan, menatap Kurumi dengan tatapan yang penuh pemahaman. Dia sudah menunggu waktu yang tepat untuk bertanya—waktu ketika Kurumi merasa nyaman dan aman. “Kurumi… bagaimana reaksi bibi Chins dan paman Hiro di saat melihat mata kiri mu?” ucapnya dengan suara yang lembut, menyentuh lengan Kurumi dengan jempolnya.
Kurumi mengangkat kepala, mata kiri kutukan berbentuk diamond hijau menyala lembut, sedangkan mata kanan hijau muda nya terlihat sedikit sedih. Dia menunduk, memainkan ujung selimutnya. “Mama dan papa mengira mata kiri ini adalah kutukan dari keluarga ku… soalnya sebelum aku lahir, aku dengar mama menangis di depan papa dan meminta maaf…” katanya, suara nya bergetar sedikit. “Dia bilang, di saat melakukan tradisi keluarga Sima, kartu takdir yang bertulis ‘kutukan’ telah mama tukar dengan ‘abadi’… padahal kutukan di mata ku berasal dari Tenka…”
Catalina mengangguk, wajahnya menjadi semakin serius. Dia memegang lengan Kurumi lebih erat, memberi dukungan. “Hmm… jadi seperti itu… lalu? bagaimana mata kiri mu sekarang? apakah ada rasa sakit?” tanyanya, mata nya terus fokus pada Kurumi.
Kurumi menggeleng kepala, dan tiba-tiba senyum ceria muncul di wajahnya. Dia melompat sedikit di atas kasur—“plak!” suara badannya menyentuh kasur—dan menunjuk ke dinding di samping rak mainan. “Bukan sakit… malahan tubuh ku agak lebih kuat!! kamu tau gak!! tadi aku ga sengaja menepuk dinding karena ada nyamuk dan dinding itu retak!!” teriaknya dengan semangat, menunjukkan bekas retak kecil di dinding yang berwarna putih.
Catalina terkejut, mata kiri pink dan kanan merah nya membesar. Dia berdiri, mendekati dinding untuk memeriksanya. “Berarti… kutukan itu memberitahu kamu kekuatan… yang kamu tidak ketahui sebelumnya?” ucapnya dengan suara yang penuh keheranan, menatap retak dinding dengan mata yang cerdas.
“Iya Catalina!” ucap Kurumi dengan bangga, mengangkat dagunya seperti orang dewasa. “Aku juga bisa memanggil senjata dari mata kiri ini loh! kamu mau lihat?”
Catalina menyenyum, kembali duduk di atas kasur. “Bagaimana dengan pistol yang muncul setelah kamu dapat kutukan itu? kamu bisa memanggilnya?” tanyanya dengan penasaran.
Kurumi mengangguk cepat, matanya bersinar dengan semangat. “Gampang!” ucapnya, lalu dia membuka tangan keduanya dengan cepat. “Nul… ayok keluar!”
Tiba-tiba—“SWOOSH!!”—suara angin yang dipotong, dan dua pistol panjang unik berwarna silver muncul di kedua tangan Kurumi. Aura kegelapan hijau kehitaman mengelilingi pistol itu, membuatnya terlihat misterius dan kuat. “Whoosh… whoosh…” suara aura yang berputar perlahan, dan pistol itu berkilau di bawah cahaya lampu tidur.
Catalina tersenyum lebar, mengangkat jempol. “Wah! kamu udah terbiasa ya! pistol nya keren banget!” ucapnya, dan Kurumi memutar pistol itu dengan gerakan yang lincah—seolah dia sudah memakainya selama bertahun-tahun.
“Iya!! ini bisa membantu aku untuk mengalahkan penjahat, sama seperti yang di lakukan mama dan papa besama pilar lain menyelamatkan dunia dari ancaman Khaou!” teriak Kurumi, dan dia menunjuk pistol itu ke arah jendela, seolah sedang menembak penjahat.
Pada saat itu, ide licik muncul di benak Catalina. Dia menunduk sedikit, menyeringai dengan cara yang licik tapi manis. “Nah Kurumi… mau ikut aku nanti malam ke distrik Kabukicho ga?” tanyanya dengan suara yang sedikit merdu, membuat Kurumi mengangkat alisnya.
“Loh! mau ngapain ke sana? Malam malam loh!” tanyanya dengan kebingungan, menurunkan pistol nya.
Catalina tetap tersenyum, mendekati Kurumi dengan langkah yang perlahan. “Untuk melatih kekuatan kutukan mu… soal nya nanti malam ada monster mutan yang akan meledakkan kantor polisi di pusat distrik itu… kalo kita bisa mengalahkan dia, kekuatan mu akan semakin kuat!” ucapnya, dan dia melihat Kurumi dengan mata yang penuh harapan.
Kurumi terkejut, mata nya membesar. “T… tunggu dulu? kenapa kamu tau tentang ada mutan di sana? Kamu punya kemampuan melihat masa depan ya?” tanyanya dengan penasaran, dan Catalina hanya tersenyum lebih lebar.
“Nanti aku jelas kan setelah kita berdua mengalah kan nya… aku akan memberitahu mu sesuatu hal dan aku harap kamu bisa membantu misi ku…” ucapnya, suara nya menjadi sedikit serius.
Kurumi bingung, tapi matanya tetap bersinar. “Misi? misi apa? apakah aku bisa melihat api pink iblish kamu waktu menyelamatkan ku dari Tenka!!” teriaknya dengan semangat, mengingat saat Catalina menyelamatkannya dari ancaman Tenka.
Catalina mengangguk dengan tegas, matanya bersinar dengan keyakinan. “Iya Kurumi! kamu akan melihatnya langsung!”
Kurumi berpikir sebentar, lalu mengangguk cepat. “Okay!! tapi jangan lama lama ya… soalnya nanti mama dan papa tiba tiba pulang… aku takut mereka marah!” ucapnya dengan suara yang sedikit ragu, tapi ekspresinya penuh keberanian.
Catalina menyenyum, memegang tangan Kurumi. “Tenang aja! kita akan pulang cepat! Oh ya Kurumi, coba aku lihat pistol itu ya?” tanyanya, dan Kurumi memberikan pistol silver nya dengan senang hati.
Catalina membuka tas ransel yang dia bawa, mengeluarkan sebuah alat kecil berbentuk lingkaran berwarna pink. “Krek… krek…” suara penutup alat yang terbuka, dan layar kecil di atas alat itu menyala. Kurumi melihatnya dengan mata yang membesar. “Wah!! benda apa itu Catalina! keren banget!”
“Ini adalah alat untuk mendeteksi kekuatan kutukan mana pun… dan bisa melihat potensi nya, skil nya dan seluruh efek samping nya…” ucap Catalina dengan suara yang cerdas, menaruh pistol Nul di atas meja kecil di kamar Kurumi. Dia menekan tombol di alat itu, dan berkata: “Sistem… deteksi senjata kutukan ini!”
Tiba-tiba—“SHIIING!!”—suara cahaya yang menyala, dan hologram berwarna pink muncul di atas alat itu. Hologram itu melingkupi pistol Nul, dan tulisan putih mulai muncul di layar hologram.
Catalina membaca tulisan itu dengan cermat, mata nya semakin cerah. “Nama kutukan yaitu Nul… kekuatan manipulasi waktu dan bisa mengkloning pemilik nya dengan mengatakan ‘Zeith’ dan menembakan ke kepala pemilik… dan clone ini bisa di pakai sebanyak-banyaknya alias tak terbatas… dan kutukan ini bisa membuat pemilik bisa teleport kemana saja dengan bebas bahkan bisa pergi ke masa depan dan masalalu…” bacanya pelan, dan dia tersenyum lebar—senyum yang penuh kebahagiaan dan kejutan.
Tanpa memberi tahu Kurumi, Catalina mengambil pistol Nul dengan cepat, menodongkannya ke arah kepala Kurumi. Kurumi terkejut, tubuhnya membeku. “Ca… Catalina!! apa yang kamu lakukan!!” teriaknya dengan suara yang bergetar, mata nya penuh ketakutan.
Namun Catalina hanya tersenyum, dan berkata dengan tegas: “Zeith!”
Dia menarik pelatuk pistol itu—“KLING!!”—suara pelatuk yang jernih, dan sebutir peluru berwarna hijau kehitaman terbang ke arah kepala Kurumi. Tapi bukan rasa sakit yang Kurumi rasakan—malah dia merasakan energi lembut yang mengalir di tubuhnya. Dia membuka mata dengan kebingungan, dan melihat seorang anak perempuan yang persis seperti dirinya berdiri di samping kasur.
“EHHH!! aku ada dua!!” teriak Kurumi dengan terkejut, menunjuk ke klon dirinya yang tersenyum ceria. Klon itu juga memegang pistol Nul, dan aura kegelapan hijau nya sama seperti aslinya.
Catalina tertawa kecil—“hihi… hihi…”—menurunkan pistol nya. “Skill kekuatan kutukan mu sangat kuat Kurumi!! dan aku harus mencatat nama rapalan skill kutukan mu supaya kamu bisa memakai nya… dan ingat Kurumi… sekarang kamu sama seperti ku yaitu memiliki kekuatan yang sangat kuat… kekuatan kuat ini di gunakan untuk menyelamatkan dunia seperti kedua orang tua kita.” ucapnya dengan suara yang serius, matanya penuh tekad.
Dia mendekati Kurumi, menatapnya dengan tatapan yang penuh kasih. “Dan soal yang kamu katakan tentang tradisi keluarga mu itu… ‘Abadi’ itu nyata… walaupun kamu mati… kamu bisa menembakan jiwa dan kesadaran mu ke kloning mu, yang membuat… kamu tak pernah mati walaupun di usia mu nantinya akan tua…”
Kurumi terkejut, tubuhnya sedikit bersentak. Meskipun dia hanya sedikit mengerti, dia bisa merasakan kebenaran dalam kata-kata Catalina. Dia mengangkat tangan, menyentuh pipi Catalina dengan lembut. “Terimakasih… Catalina… kamu selalu melindungi ku, padahal kita hanya ketemu waktu aku hampir mati oleh Tenka…” ucapnya dengan suara yang bergetar, mata nya sedikit memerah.
Catalina tersenyum lembut, mengusap air mata yang hampir keluar dari mata Kurumi. “Sudah tugas teman selalu melindungi teman nya, iya kan hihi…” ucapnya, dan kemudian dia tertawa—tertawa yang ceria dan penuh kebahagiaan. Kurumi juga mulai tertawa, dan klon dirinya juga tertawa bersama mereka. “Hahaha… hahaha…” suara tawa dua orang Kurumi dan Catalina bergabung menjadi satu, mengisi kamar dengan kebahagiaan yang tulus.