Sri tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir karena orang yang paling dia cintai dan hormati, entah bagaimana dia mendeskripsikan hati yang tidak akan pernah sembuh karena perselingkuhan suami dengan perempuan yang tak lain ibunya sendiri.
Dia berusaha untuk tabah dan melanjutkan hidup tapi bayangan penghianatan dan masalalu membuatnya seakan semakin tercekik.
mampu ka dia kembali bangkit setelah pengkhianatan itu diatas dia juga memiliki kewajiban berbakti pada orangtua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Dia sungguh tidak tega melihat ibunya kesakitan setelah dicambuk oleh para pemuka adat.
"Dasar perempuan sialan, hidup anakku sial sekali menikah denganmu". Hardik Ibu Irfan yang ingin menyerang Sri karena tidak terima
Dengan sigap Tarjo menghalangi tingkah ibu Irfan itu dengan melindungi putrinya, sedangkan sang suami berusaha menghentikan aksi istrinya yang keterlaluan itu.
"Putri saya hanya korban, kenapa anda menyerang putri saya seperti ini, jangan lupa jika bukan karena putri saya kalian berdua sudah mati". Hardik Tarjo dengan kasar mendorong ibu Irfan itu.
"Ayah sudah, jangan lakukan itu". Sri mencegah ayahnya untuk mengasari sang mantan mertua, dia tidak mau ayahnya menyakiti orang lain.
"Tapi dia keterlaluan nak, harusnya mereka itu meminta maaf padamu karena disini kamulah korban sebenarnya dari tingkah laku anak mereka, ini malah mereka menyerang dan menyalahkan kamu, padahal anak mereka yang bersalah, mereka tidak waras kayaknya". Ucapnya dengan kesal.
Dia menatap tajam sang anak karena menghentikan dirinya .
"Tidak apa ayah, biarkan saja, toh semuanya sudah terjadi, tidak ada gunanya juga ayah memarahi mereka seperti itu".
Tarjo hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat anaknya yang hanya pasrah dengan keadaan.
Teriakan dari semua masyarakat membuat suasana tegang dan kacau, belum lagi sorotan kamera wartawan yang menyoroti semua ini.
Setelah mereka melakukan hukumannya kepada keduanya, Sang ibu langsung menghampiri sang anak yang kini tengah pingsan setelah dicambuk, amarahnya berkobar kemudian menatap tajam perempuan yang lebih muda darinya beberapa tahun itu.
Sama halnya dengan Sri, dia segera menghampiri sang ibu untuk membantunya berdiri setelah mendapatkan hukuman tapi tangannya langsung ditepis keras oleh sang ibu.
Sri hanya bisa menatap nanar sang ibu yang belum bisa menerima dirinya itu. Dia hanya bisa berdiri disamping ibunya untuk berjaga.
"Jangan pernah kamu berharap bisa masuk kedalam keluarga saya, saya tidak sudi memiliki menantu seperti mu". Ucapnya dengan penuh emosi.
Dia melepaskan pelukannya dan akan menampar Siti karena dia tahu jika Siti lah yang pertama menggoda sang putra.
Tapi belum juga tangannya menyentuh wajah Siti, tangan itu langsung ditangkap kemudian ditepis oleh Sri yang melindungi sang ibu.
"Jangan pernah anda menyakiti ibu saya, saya tidak akan tinggal diam".
Wartawan segera mendekatinya mereka dan mencari berita karena para warga sudah pulang dan hanya tinggal pemuka adat dan pemuka desa
" Bagaimana perasaan anda setelah semua ini ibu Siti, apa yang akan anda lakukan setelah hukuman ini??". Tanya mereka dengan tidak sabar.
Siti tidak menjawab apapun dan berjalan melewati kerumunan wartawan dengan tertatih-tatih.
Sedangkan Sri yang melihat ibunya pergi pun menyusulnya karena takut terjadi sesuatu padanya begitu juga dengan Tarjo yang mengikuti mereka dari belakang, sekarang tinggal lah keluarga Irfan yang menghadapi wartawan.
Mereka sudah mendapatkan barang Irfan dari kiriman Sri jadi mereka tidak perlu lagi kesana untuk mengambil apapun, mereka tidak sudi berada disana.
"Tolong konformasi tuan, apa yang keluarga kalian lakukan setelah ini, apakah anda akan membawa ibu Siti sebagai menantu anda??". Tanya mereka dengan penasaran.
"Tidak akan, saya tidak sudi berhubungan dengan mereka lagi apalagi punya menantu model Siti itu, sudah tua tapi tidak tahu diri". Bentak sang nyonya baskara itu dengan kasar pada wartawan.
Emosinya terpancing karena perkataan mereka yang menurutnya sangat menyebalkan itu.
"Anda tidak bisa menyangkalnya nyonya, anak anda juga bersalah, dia saja melakukannya berkali-kali dengan mertuanya, dia mau menikmati orang malah tidak mau bertanggungjawab, dia memang tidak pantas diampuni". Ucap sang wartawan dengan sangat kesal.
Dia tidak suka dibentak oleh orang padahal dia cuma bertanya karena itu memang tugasnya.
Mendengar itu emosi nyonya baskara itu kembali meledak siap menerkam wartawan dihadapan nya ini tapi dengan sigap sang suami langsung membawanya pergi dan menyuruh orang untuk membawa Irfan ke mobilnya.
Sesampainya didalam mobil, sang ibu hanya terus menggerutu tidak jelas, sedangkan Irfan kini telah berada dibelakang karena pingsan
"Berhentilah menggerutu bu, kau pusing mendengar nya, kita harus membawa anak kita kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan, berhentilah". Sungut sang suami .
Dia geram pada tingkah istrinya yang sangat memalukan itu.
Sang istri hanya bisa mendengus mendengar perkataan suaminya itu, suaminya benar dia tidak bisa terus mendumel tidak jelas seperti ini.
Sesampainya dirumah sakit Irfan langsung dimasukkan ke UGD karena keadaanya yang kritis setelah dihukum cambuk.
Sedangkan dirumah Siti, Siti hanya memasuki kamarnya kemudian mengunci pintunya rapat-rapat, dia tidak ingin diganggu oleh siapapun .
Sri bersama sang ayah hanya bisa menghela nafas berat melihat keadaan Siti itu.
"Aku akan menginap disini menemani ibu ayah, ayah bisa pulang lebih dulu". Ucapnya menatap sang ayah meminta pengertian.
Sang ibu tidak memiliki siapapun lagi, semua keluarga memusuhi dan menjauhi dirinya, bahkan untuk menengoknya saja mereka seperti tidak sudi padahal di saat seperti ini ibunya pasti membutuhkan dukungan.
"Kamu yakin akan menginap disini nak? Ayah takut ibumu akan menyerang kamu jika kamu berada disini, ingat kondisimu". Ucap sang ayah dengan sangat khawatir.
"Tidak apa ayah, ibu memang membenci dan tidak menginginkan kehadiran ku tapi ibu tak pernah berbuat kasar apalagi menganiaya aku, jadi biarkan aku disini, aku juga akan membantu ibu untuk membereskan barang karena dia pasti akan pindah sesuai keputusan adat".
Tarjo hanya bisa pasrah kepada keputusan sang anak, anaknya benar mantan istrinya itu harus bersiap pindah dari rumah ini .
"Baiklah nak, hubungi ayah jika terjadi sesuatu, jaga dirimu baik-baik yah, ayah pulang dulu".
Dia mengusap kepala sang anak dengan sendu, anaknya ini begitu baik dan memiliki hati yang sangat lembut
"Iya ayah, ayah hati-hatilah dijalan, nanti aku hubungi ayah lagi, salam untuk ibu mama Niar dan juga adik-adik".
Tarjo hanya mengangguk sambil tersenyum kemudian pergi dari sana, sedangkan Sri hanya duduk termenung diruang keluarga itu.
Siti yang berada di kamarnya hanya bisa menangis sendirian, sejak dia kecil hingga dewasa, tak ada tempat baginya untuk berbagi perasaan yang dia rasakan, keluarganya tidak pernah memberinya kesempatan untuk mencurahkan perasaannya, bagi mereka anak itu harus tunduk dan patuh pada orangtua tanpa mau tahu bagaimana keadaan mereka.
Didikan itu seolah membuatnya mati rasa dan tidak tahu bagaimana berinteraksi dan juga mengekspresikan perasaan, menangis sendirian sudah biasa untuknya menghibur hatinya sendiri.
Hari sudah menjelang malam, ibunya tidak pernah keluar dari kamarnya, Sri yang telah menyelesaikan semua pekerjaan rumah pun mengetuk pintu kamar sang ibu.
"Bu, ibu makan malam dulu, ibu belum makan sejak tadi". Ucapnya sambil mengetuk pintu.