Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 - Rumor Sekolah
Jam istirahat berakhir, dan murid-murid mulai kembali ke kelas masing-masing. Suasana koridor awalnya biasa saja, tapi perlahan berubah menjadi seperti pasar malam ketika satu bisikan kecil berubah menjadi puluhan. Nama Arum mulai beredar cepat seperti angin membawa abu.
“Eh Arum aku masih penasaran kenapa ya tiba tibu ibu kamu baik banget? Padahal dia kan jahat, jangan jangan kamu mau di jodohin sama kakek kakek lagi buat balas budi,”ungkap Amanda kepada sahabatnya itu.
“Jangan berpikiran jauh Man. Masa iya aku juga gamau di jodohin sama kakek kakek kali, apa kau tidak senang jika ibu ku baik pada ku?”ketus Arum membuang muka mendengar ocehan sahabatnya itu.
“Bukan sih Rum, aku hanya penasaran saja hehe,”tawa Amanda dengan canggung.
Mereka saat ini tengah berjalan menuju taman tempat teman teman mereka biasa nya nongkrong ya kata nya sih mau duduk di sana karena pada bawa bekal jadi ga mampir ke kantin dulu aja.
Beberapa siswa saling senggol siku saat Arum lewat, menunduk pura-pura membaca buku padahal jelas sedang membicarakan sesuatu. Arum tahu. Tentu saja dia tahu. Dia bukan tipe anak yang tidak peka dia cuma tipe yang tidak suka peduli.
Dia berjalan lurus dengan dagu sedikit terangkat, langkah santai seolah dunia sedang baik-baik saja. Padahal telinganya menangkap semua potongan kalimat yang disembunyikan orang-orang itu.
“Eh itu dia…”
“Masa iya sih? Kemarin baru nongol handphone baru…”
“Kok bisa? Katanya dia tinggal sama ibu tiri yang galak banget, dari mana duitnya?”
“Aku dengar dia—”
Arum berhenti. Dia mendengar percakapan orang orang itu entah apa yang di bahas.
Satu langkah. Dua langkah. Kemudian dia menoleh perlahan, tatapannya naik seperti seseorang yang siap meninju siapa pun yang berani menyelesaikan kalimatnya.
“Aku dengar apa?” tanya Arum datar, tapi suaranya cukup nyaring untuk membelah suara koridor.
Tiga murid yang tadi berbisik langsung kaku seperti patung. Mereka saling pandang, mulut terbuka tapi tidak punya keberanian untuk menjawab. Padahal sebelumnya tadi melihat Arum dengan wajah sinis.
Gadis itu tidak tau entah dari mana awal nya rumor ini menyebar tapi gosip itu seolah sangat cepat menyebar di sekolah apalagi Arum sebagai siswa nakal dan usil yang terkenal pasti membuat nya menjadi sorotan dan perbincangan orang lain.
Arum mengangkat alis, mendekat satu per satu. “Tadi kalian ngomongin aku ‘kan? Ya udah ngomong. Jangan bisik-bisik kalau berani.”
Seorang murid cowok yang lebih tinggi darinya mundur setengah langkah. “B-bukan, Rum… bukan kamu, kita tadi—”
“Nggak usah bohong.” Arum menyeringai kecil.
“Kalau mau ngomongin aku, hadap sini. Aku dengerin.”teriak Arum tidak takut sama sekali dengan orang orang seperti itu.
Beberapa murid lain mulai melongok dari ambang pintu kelas, ingin tahu kelanjutannya. Nama Arum memang sudah lama dikenal di sekolah bukan hanya sebagai murid yang keras kepala, tapi juga yang jenis kalau dicolek sedikit langsung balas dua kali lipat.
Koridor mulai gaduh. Bisikan lain menyebar, lebih pelan tapi semakin banyak.
Amanda yang melihat sahabatnya itu emosi langsung berusaha menenangkan Arum jika tidak maka Amanda tau Arum akan mengacak acak rambut siswi dan siswa itu tanpa belas kasihan sama sekali, dia sangat paham tipe Arum.
“Sudah Rum, jangan di tanggepin orang gajelas kayak mereka.”ungkap Amanda kepada Arum.
“Bukan gitu Man. Ya kalau gua hp baru, baju baru, sepatu baru emang kenapa, lu kan juga punya nyokap punya bokap kan. Pasti di beliin dong barang baru, emang selama ini kalian lihat gua punya barang baru?”
“Baru kali ini kan! Sekali aja gua baru beli barang udah pada iri dengki semua orang, hati busuk emang. Dapat bantuan gua dari pemerintah puas lu!”teriak Arum dengan emosi kepada semua orang yang melihat nya.
Arum sama sekali tidak ada takut takutnya dia emosi, padahal cuman masalah kecil apa yang perlu di gosipin. Anak IPA saja bawa mobil ke sekolah ga di gosipin, ga bilang itu mobil hasil nyuri atau pinjol kan.
Giliran Arum yang mereka tau miskin beli barang baru langsung di gosipin apa emang Arum ga berhak pakai barang baru gitu? Pakai barang bekas aja yang dia pakai, dia ga berhak kayak yang lain gitu.
“Tuh kan… makanya jangan bahas dia…”
“Aku sih ogah cari masalah sama Arum.”
“Tapi beneran nggak sih rumor itu?”
Murid perempuan berkacamata yang tadi paling vokal langsung menunduk, memeluk buku erat-erat. Arum meliriknya, lalu terkekeh pendek. Gaya nya aja yang sok.
“Tenang aja. Aku nggak makan orang.” Dia mencondongkan wajah sedikit. “Tapi kalau kalian mau nyebarin rumor soal aku, pastiin yang keren sekalian. Jangan yang murahan begitu.”
Beberapa anak spontan menahan tawa, takut tapi geli. Reaksi kecil itu saja sudah cukup bikin Arum berdiri lebih tegak. Dia menarik napas, mengibaskan rambutnya.
“Udah ah, mau ke taman dulu. Ngomongin aku lagi? Monggo. Cuma jangan nangis kalau aku denger. Aku robek mulut kalian satu satu,”ancam Arum dengan tajam menunjuk orang di sana.
“Udah Rum ayo pergi,”ajak Amanda menarik sahabatnya itu.
Dia berbalik, melangkah pergi tanpa terburu-buru, seolah konfrontasi barusan cuma hal kecil yang dilakukannya setiap hari. Dan memang iya karena Arum bukan tipe yang akan diam diperlakukan seenaknya.
Rumor itu? Dia sudah tahu akan berkembang lebih besar.
Tapi Arum tetap melangkah menuju ke taman, bersama Amanda. Kenapa hal itu bisa menyebar aneh sekali padahal sangat banyak hal yang perlu di bicarakan kenapa hanya hal hal kecil itu.
Kalau mereka pikir aku bakal malu, mereka salah orang.
Saat Arum sudah sampai di taman dia mendudukkan pinggul nya di kursi beton itu teman teman nya melirik ke arah Arum mereka melirik satu sama lain. Amanda yang menatap nya menghela nafas.
“Arghh manusia kok pada bacot sih,”teriak Arum dengan kesal nya.
“Kenapa nih bocah?”tanya Farel dengan heran.
“Sepanjang koridor tadi, tau ga? Banyak yang ngomongin Arum, kata nya apalah jelek banget mulut orang, kata nya Arum simpanan om om maka nya ke beli hp baru, baju baru, celana baru, sepatu merah, ey ey ey,”ungkap Amanda yang malah bernyanyi di akhir kalimat nya.
“Serius sedikit napa kocak,”teriak Tia kesal menepuk Amanda.
“Haha sorry,”tawa Amanda.
“Apa kau baik baik saja?”tanya Dilan kepada Arum di sana.
“Sudahlah palingan masalah kecil besok juga mereka lupa masalah kayak gini mah, emang hobi aja ngomongin orang kayak gitu,”