Helen Hari merupakan seorang wanita yang masih berusia 19 tahun pada saat itu. Ia membantu keluarganya dengan bekerja hingga akhirnya dirinya dijual oleh pamannya sendiri. Helen sudah tidak memiliki orang tua karena keduanya telah meninggal dunia. Ia tinggal bersama paman dan bibinya, namun bibinya pun kemudian meninggal.
Ketika hendak dijual kepada seorang pria tua, Helen berhasil melawan dan melarikan diri. Namun tanpa sengaja, ia masuk ke sebuah ruangan yang salah — ruangan milik pria bernama Xavier Erlan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Helen merasa tertampar ketika berbicara dengan pria ini, karena pria ini memang kaya sejati.
"Nggak tahu, mungkin kayak yang tujuh turunan ya, nggak bisa habis-habis materialnya."
Xavier yang mendengar itu hanya tersenyum dan tidak bisa berkata apa-apa sambil makan, sedangkan wanitanya terus banyak ngobrol saja tetapi tidak makan sama sekali.
Karena Xavier adalah pria yang baik, akhirnya dia mencoba untuk menyuapi wanita itu agar tidak banyak berbicara. Wanita itu, setelah disuapi, malah diam dan mengunyah makanan yang telah diberikan oleh pria tersebut.
"Kenapa sih, kurang ajar banget! Orang lagi ngomong malah dikasih makanan, bener-bener ya."
"Lagian bawel siapa? Suruh kalau lagi makan jangan bawel. Nanti makanannya aku ambil loh."
"Ya udah, ambil aja. Kan itu kamu yang beli. Emangnya kenapa kalau misalkan kamu yang makan? Biar kamu gendut juga sekalian, kan kamu nggak gendut dan kamu itu kurus."
Xavier bukan kurus, hanya saja dirinya sedang melakukan latihan untuk membesarkan bagian dadanya, sehingga bahunya terlihat lebih lebar dan besar. Karena wanita kecil itu tidak tahu maksud dari pria itu, percuma menjelaskan, lebih baik pria itu diam dan mengiyakan saja arti dari perkataan wanita itu.
"Emang kamu lihat aku kurus banget?"
"Iya, jangan dikasih makan. Kenapa sih kamu nggak suka makan? Makanya kamu kayaknya kurus banget gitu."
"Kok kamu perhatian banget sama aku? Sejak kapan kamu perhatian? Bukannya kamu nggak peduli sama aku ya?"
Wanita itu merasa bingung; kalau peduli salah, kalau tidak peduli juga salah. Dia berpikir, "Maunya gimana nih cowok sebenarnya?"
"Ya udah deh, aku diam aja kalau gitu. Kayaknya aku peduli salah, kalau nggak peduli juga salah, jadi lebih baik diam aja, udah."
Pria itu tertawa mendengar perkataan wanita tersebut. Tiba-tiba terdengar bel bunyi di rumahnya. Helen merasa bingung, padahal dirinya tidak pernah menerima tamu jam segini. Dia mencoba melihat di CCTV pintu, karena di pintu itu terdapat CCTV sebelum membuka pintu.
"Lah, Bobby! Ngapain Bobby malam-malam ke sini ya? Padahal kayaknya tidak ada janji apapun deh."
Xavier yang melihat itu merasa kecewa dan sakit hati kepada wanitanya, tetapi mencoba menyembunyikan hal itu agar wanitanya tidak tahu dan tidak merasa ilfil kepada Xavier.
"Kamu nggak apa-apa kan kalau misalkan aku coba buka pintu buat Bobby?"
"Emang harus banget tadi buka?"
"Ya nggak harus sih, cuman aku kan nggak enak sama Bobby. Kan Bobby itu sahabat aku, jadinya aku kayak gimana gitu."
Xavier merasa tidak ada pertemanan antara sahabat perempuan dan laki-laki, karena itu hanyalah perkataan yang mungkin dibuat untuk mereka lebih dekat, tetapi tidak bisa memiliki satu sama lain.
Xavier hanya pergi saja dan tidak melanjutkan perkataannya kepada wanitanya, karena takut nanti akan berantem dan membuat wanitanya jadi tidak suka kepadanya. Jadi, Xavier memilih untuk mengalah daripada harus berdebat dengan wanitanya.
Helen membuka pintu untuk Bobby, lalu Bobby langsung mendekap Helen tanpa berkata apa-apa. Xavier yang melihat itu merasa kesal dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Ngapain ke sini? Kan udah malam."
"Oh ya, aku nungguin tugas buat kamu nih. Tadi kan kamu nggak datang."
"Tunggu, tugas kita beda kok. Kamu bisa punya tugas aku?"
"Iya, teman sekelas kamu nitip ke aku tadi."
Helen berpikir, karena dirinya tidak merasa memiliki teman sekelas.
"Kamu nggak salah alamat? Aku nggak punya teman loh. Yang mana sih yang kamu bilang teman aku? Aku jadi bingung."
"Seriusan? Kamu nggak punya teman, tapi dia bilang kamu teman dia loh. Beneran deh, aku nggak tahu."
Helen merasa takut sendiri ketika ada orang yang menganggap dirinya teman, padahal dia tidak pernah memiliki teman sama sekali selama 17 tahun sekolah.
"Kayaknya tuh orang ngaco deh. Nggak mungkin sih aku punya teman orang. Dulu juga nggak pernah punya teman. Kalau teman aku kan cuma kamu doang."
"Ya udahlah, mungkin lihat dia baik dan memang beneran mau temenan sama kamu. Ambil aja baiknya, dan buang aja buruknya, oke?"
Helen mencoba mendengar perkataan Bobby sebelum merasa aneh dan marah kepadanya.
"Kamu ngapain masuk rumah aku?"
"Kenapa, emangnya ada orang?"
"Nggak, cuman kan udah malam, aku mau tidur. Besok-besok aja boleh kali di sekolah."
"Ya kamu tega banget sih. Aku jauh loh, perginya dari rumahku ke rumah kamu butuh waktu 2 jam."
Helen berpikir, apakah memang rumahnya sejauh itu. Tapi kalau dekat sama sekolah, nggak jauh—cuma 5 menit.
"Nggak ada, besok aja. Pokoknya hari ini aku ngantuk dan nggak bisa diganggu oleh siapapun. Aku minta maaf."
"Ya udah, kamu minta maaf, sama aja. Pasti aku maafin kok. Kamu nggak ngapa-ngapain aja, pasti aku maafin."
Helen tersenyum kepada Bobby, tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena Bobby adalah pria yang sangat keras kepala.
Akhirnya, Bobby memilih untuk pulang karena sudah diusir oleh Helen. Dirinya juga tidak bisa berkata apa-apa, karena Helen adalah wanita yang sangat keras kepala. Maka dari itu, Bobby selalu mengalah agar mereka tidak berantem sia-sia.
Mending salah satu pihak mengalah, daripada ribut nggak jelas. Kenapa ya, setiap pria pasti mengalah sama Helen, tetapi Helen tidak pernah mengalah kepada siapapun. Pokoknya, Helen merasa dirinya selalu benar dan menang; tidak ada yang boleh mengalahkan dirinya, karena hanya dialah pemenangnya.
Setelah itu, akhirnya Helen menghampiri Xavier, tetapi Xavier sepertinya tertidur di kamar Helen. Namun, Helen malah memperhatikan wajah Xavier yang sedang tidur; tak ada perlawanan sama sekali. Entah kenapa, Helen merasa suka melihat wajah Xavier yang sedang tidur, seolah-olah itu benar-benar wajah pria yang baik, walaupun dia kadang menyebalkan. Tak lama kemudian, Xavier terbangun dan melihat ke arah Helen, lalu tersenyum.
"Kenapa ngeliatin wajah aku terus? Ganteng ya."
"Kalau kamu ganteng, emang kenapa? Aku nggak boleh lihat wajah kamu gitu?"
"Iya, boleh aja, cuma lucu aja kalau ngeliat kamu kayak gitu."
Helen merasa tidak ada yang lucu sama sekali. Kenapa pria ini selalu merasa dirinya lucu?
"Kenapa sih kamu selalu menganggap aku lucu? Emang aku selucu itu?"
"Lucu banget, sampai pengen aku karungin dan bawa ke rumah, biar kamu nggak jauh-jauh terus sama aku."
Helen yang mendengar dirinya mau dikarungin malah takut, jadi dia berusaha untuk tidak banyak berbicara kepada Xavier.
"Ya udah, kan sekarang kamu udah bangun. Sono pulang, jangan tidur sini, karena kamu ganggu aku buat tidur."
"Kok jahat banget sih, aku diusir padahal aku nggak pernah datang ke sini loh."
"Ya kan, kamu bisa ke sini tiap hari. Ngapain sih?"
Xavier yang mendengar Helen berkata tidak bisa pergi setiap hari merasa bahagia.
"Aku beneran bisa ke sini setiap hari?"
"Iya, emang kenapa?"