Hidupku begitu hancur saat malam yang tak diiginkan menimpaku. Sayangku pada keluarga baru, telah menghancurkan cinta pada pria yang telah merenggut semangat hidupku.
Hidup yang selama ini terjaga telah hancur dalam sekejap mata, hanya keserakahan pria yang kucintai. Namun pada kenyataanya dia tak memilihku, akibat cintanya sudah terkunci untuk orang lain.
Apakah hidupku akan hancur akibat malam yang tak diiginkan itu? Atau akan bahagia saat kenyataan telah terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percobaan bunuh diri
# FLASHBACK ON BAGIAN 22 #
Aku tak tahu lagi apa yang sebenarnya terjadi pada Karin saat ini. Wajahnya terlihat sangat kecewa saat mengetahui aku akan bertunangan dengan Yona. Kini tangan terus saja mengedor-gedor pintu kamarnya, yang sudah terkunci rapat tak mau dibuka.
"Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi pada Karin? Apa aku telah salah melakukan tunangan ini tanpa memberitahunya dulu? Anehnya kenapa dia nampak kecewa sekali tadi? Heeh, apa yang harus kulakukan untuk membujuknya agar pintu ini dibuka?" guman hati yang bertanya-tanya.
"Gimana Adrian? Apa yang terjadi kepada Karin?" tanya mama yang sudah datang akibat khawatir juga.
"Ngak tahu, ma. Entah apa yang terjadi padanya, hingga kamarnya sekarang dia kunci?" jawabku yang memang tak tahu.
"Gimana dengan Yona dan keluarganya?" imbuh ucapku bertanya.
"Papa sudah mengatasinya. Tadi sih alasannya sebab Karin sedang ada masalah dikeluarga kita, sehingga berharap bisa dimaklumi dan untung saja mereka mengerti," jelas mama.
"Biar mama saja yang membujuknya, siapa tahu dia mau membukanya!" saran mama berkata.
"Iya, ma. Cepetan bujuk dia, sebab perasaanku tak enak sekali dengan dia mengkunci kamar tak mau membukanya," terangku.
"Iya, mama akan coba. Semoga saja berhasil."
"Karin ... Karin, buka pintunya, nak! Ini mama, tok ... tok, Karin ... Karin?" Usaha mama membujuk.
Nampak sekali usaha mama ternyata sia-sia saja, sebab tak ada jawaban maupun simbatan dari suara Karin. Aku dan mama begitu dilanda kebinggungan apa lagi yang harus kami lakukan.
Braak ... krontang ... bruukk, suara barang-barang telah terlempar dengan kuatnya.
"Aaaaaaa!" Suara Karin berteriak.
"Ada apa ini, Adrian?" tanya mama panik.
"Tidak tahu, ma."
"Karin ... Karin, buka pintunya. Karin ... Karin, ayo buka pintunya!" teriakku berusaha membujuk dengan mengedor-ngedor pintu kuat.
Braaaak, suara benda keras telah terlempar dipintu kamarnya.
"Pergi kalian, tak usah mengurusi hidupku lagi, pergi ... pergi kalian!" simbatan ucap Karin marah-matah.
"Ya Allah, Adrian. Ada apa dengan adek kamu?" ucap mama cemas yang kini sudah mengeluarkan airmata.
"Ada apa, ma, Adrian?" tanya papa yang sudah datang.
"Karin, pa? Ngak mau membuka pintunya dan sekarang kayaknya dia sedang marah serta mengamuk didalam, dengan cara membuang barang-barang," jelas mama masih berderai airmata.
"Biar papa coba untuk membujuknya," ujar beliau.
"Tok ... tok, Karin ... Karin, tolong buka pintunya sekarang. Ini papa, nak! Karin," bujuk papa yang sudah merasa khawatir juga.
Lama sekali kami membujuk tapi pada kenyataannya masih saja sama, tak ada simbatan dari dalam untuk segera membuka pintu. Mama yang begitu khawatir tak henti-hentinya terus saja menangis.
"Gimana ini, pa? Aneh betul kenapa Karin jadi sunyi senyap begini? Padahal dia tadi habis mengamuk-ngamuk? Apa jangan-jangan--?" tebakku berkata.
"Kita dobrak saja pintunya jika masih tak ada simbatan darinya, papa takut Karin akan berbuat hal-hal yang tak diiginkan," usul papa.
"Benar pa. Ayo kita panggil dia lagi, siapa tahu kali ini dia mau kita bujuk," jawabku menyetujui.
"Karin ... karin buka pintunya. Tok ... tok," Usaha papa membujuk lagi, tapi nihil tak ada jawaban suara Karin lagi.
"Ayo kita dobrak pintunya Adrian," suruh papa.
"Heeem," jawabku sambil menganggukkan kepala.
Brak ... bruk ... brak ... bruk, berkali-kali tubuhku dan papa bergantian untuk dibenturkan dipintu kamar Karin. Rasa sakitpun sudah terasa, namun demi melihat keadaan Karin yang tak mau membuka pintu semua harus ditahan. Braaaaak, dengan benturan kuat akhirnya pintu telah terbuka lebar, akibat terakhir kali aku yang mendobrak membenturkan tubuh kuat sekali.
"Astagfirullah haladzim," Kekagetan mama berkata saat melihat Karin sudah lemah tergolek dilantai keramik.
Darah merahpun terlihat telah mengalir perlahan dari pergelangan tangannya. Sebuah siletpun telah berhasil bertengger bahagia didekat tergoleknya Karin. Kami bertiga langsung secepat kilat berlari, untuk segera mendekati tubuhnya yang sudah memejamkan mata tak sadarkan diri.
"Karin ... Karin, bangun ... bangun!" panggilku dengan menepuk-nepuk kuat pipinya.
Tak ada simbatan sama sekali darinya.
Tangan kini berusaha memeriksa denyut nadi didekat lehernya.
"Alhamdulillah, Karin masih hidup," ucap syukurku.
"Ayo kita secepatnya membawa Karin ke rumah sakit," suruh papa yang kini mengulung kain ditangan Karin, agar bisa menghentikan pendarahan yang terus saja keluar.
"Iya, Adrian. Cepat ... cepat bawa Karin kerumah sakit, sebelum terjadi hal-hal yang tak diiginkan padanya," ucap mama panik.
"Heem, ayo ma, pa!" jawabku setuju yang sudah membopong tubuhnya.
Dengan berlarian kecil tergesa-gesa, kami sudah membawa tubuh lemah Karin kedalam mobil. Papa yang menyetir mobil, sedangkan aku duduk dibelakang bersama mama. Mobilpun dengan kecepatan penuh terus saja melaju tanpa menghiraukan lampu merah yang menyala, sebab yang terpenting sekarang kami bisa menyelamatkan nyawa Karin walau dengan cara menerobos lampu merah.
"Ya Allah, nak. Apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu melakukan ini? Apa yang menjadi beban berat kamu sekarang ini, hingga kamu berani melakukan tindak bunuh diri segala?" ucap mama pilu yang memeluk tubuh Karin yang masih memejamkan mata.
Tanpa berbasa-basi lagi, aku langsung membopong tubuh Karin untuk memasuki rumah sakit saat sampainya disana. Kami hanya bisa menunggu pasrah diluar ruangan, saat dokter dan suster telah menanganinya. Mama terus saja menagis dalam pelukan papa, sedangkan aku hanya bisa menangkupkan kedua telapak tangan untuk menahan kepalaku sebab rasa pusing mulai menghampiri.
"Ya Allah, selamatkanlah Karin. Dia adalah adek satu-satunya yang kumiliki? Aku tak mau kehilangan dia. Karin terlalu baik untuk mendapatkan hukuman ini. Aku benar-benar tak menyangka jika dia bisa melakukan ini semua. Apa yang sebenarnya terjadi, hingga dia berani melakukan tindakan bunuh diri? Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dari kami, dek?" tanyaku dalam hati yang masih merasa bingung atas semua ini.
Setelah lama menunggu akhirnya dokter keluar juga, yang diiringi oleh suster dibelakangnya.
"Bagaimana keadaan anakku, dok?" tanya mama tak sabar.
"Alhamdulillah dia baik-baik saja. Luka ditangannya sudah kamu tangani. Oh ya, sepertinya pasien sedang melakukan percobaan bunuh diri, apakah benar?" tanya dokter penasaran.
"Iya, dok!" jawab mama lemah.
"Saran saya kalau bisa kasih perhatian lebih pada pasien, jika perlu bawa ke psikiater atau dokter yang ahli dalam masalah ini, sebab bisa-bisa dia akan melakukan tindakan itu lagi. Pihak keluarga harus ketat mengawasinya, kalau tak ingin kejadian padanya terulang lagi," saran dokter.
"Iya, dok. Terima kasih atas saranya," ucap papa.
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu. Jaga pasien baik-baik dan kasih dukungan penuh oleh semua keluarga, biar kejadian ini tak dia lakukan lagi," imbuh ucap dokter sebelum benar-benar pergi.
"Iya, dok. Terima kasih," jawab papa.
"Iya, sama-sama."
Dokter sudah menghilang dari pandangan. Kami bertigapun langsung masuk ruang inap Karin untuk memastikan kondisinya. Wajahnya sangat pucat sekali, dengan tangan yang luka sudah tergulung oleh kain kasa untuk membungkus pergelangan yang sempat dia coba putuskan. Diri ini tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena tak tahu sebab musabab apa yang menjadi beban pikiran Karin sekarang hingga dia begitu nekatnya.
*********
Dipart ini agak sedikit ekstrim, bukan author mengajarkan menyelesaikan masalah dengan cara bunuh diri🙏🙏🙏🙏🙏tapi hanya berpesan memberi pelajaran, bahwa tak semua masalah diselesaikan dengan cara bunuh diri.
Semua masalah yang datang pasti ada jalan keluarnya, tinggal kita bersabar atau tidak dalam menghadapi cobaan itu.
Saat orang terpuruk janganlah kita membuat orang itu kian terpuruk tapi dukunglah dia, buat bahagia dia, kasih perhatian sama dia. Apalagi orang depresi sangat membutuhkan sekali dukungan keluarga, agar rasa stres tak kian bertambah dan rasa akan bunuh diri tak akan terjadi. Tetap semangat menjalani hidup ini, bagi yang lagi ada masalah sabar itulah kuncinya. Percayalah bahwa kebahagiaan itu akan datang dan badai pasti akan berlalu karena Allah sangat menyayangimu, maka dari itu ujian terus datang, sebab Allah tahu kamu kuat menjalaninya😊. Terima kasih buat para pembaca yang sudah setia dan mampir dikarya remahan rempeyekku😁😁tetap semangat.