Jade baru saja kehilangan bayinya. Namun, suaminya malah tega memintanya untuk menjadi ibu susu bagi bayi Bos-nya.
Bos suaminya, merupakan seorang pria yang dingin, menjadi ayah tunggal untuk bayi laki-laki yang baru berusia tiga bulan.
Setiap tetes ASI yang mengalir dari tubuhnya, menciptakan ikatan aneh antara dirinya dengan bayi yang bukan darah dagingnya. Lebih berbahaya lagi, perhatian sang bos perlahan beralih pada dirinya.
Di tengah luka kehilangan, tekanan dari suaminya yang egois, dan tatapan intens dari pria kaya yang merupakan ayah sang bayi, Jade merasa terperangkap pada pusaran rahasia perasaan terlarang.
Mampukah Jade hanya bertahan sebagai ibu susu? Atau hatinya akan jatuh pada bayi dan ayahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KE KAMARKU
Suara itu berhasil membuat Adriano menoleh dengan tajam. "Untuk apa kau datang ke sini, Catarina?"
'Catarina? Ternyata dia mantan istri Tuan. Cantik sekali.' Jade berbicara dalam hati, sambil menatap kagum wajah dan penampilan wanita itu.
Catarina melipat tangannya ke dada, sambil melangkah masuk dengan anggun. "Aku datang karena putraku ulang tahun. Apa salahnya? Aku juga tak akan mengganggumu dengan kekasih barumu."
"Pergi!" usir Adriano. "Kau tak perlu datang. Putraku tidak butuh kehadiranmu!"
"Mommy, takut.." Maximo yang mendengar suara keras Adriano langsung memeluk kaki Jade.
Sementara Catarina yang mendengar putranya memanggil Jade sebagai Mommy, langsung mendengus. "Mommy?" Dia langsung menatap Jade dengan tatapan remeh. "Kau mengajarinya seperti itu?"
"Tidak, Nyonya. Aku—"
"Aku yang menyuruh Maximo memanggilnya begitu!" potong Adriano. "Dia yang sudah mengurus putraku, jadi tidak salah jika putraku memanggilnya seperti itu!"
Catarina langsung tertawa terbahak-bahak. Dia mendekat, berdiri di depan Adriano dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. "Oh, sekarang selera wanitamu yang seperti pelayan?"
"Jaga mulutmu, Catarina! Dia sudah berusaha mengurus putraku selama ini! Sedangkan kau yang ibunya, malah bersenang-senang dengan pria lain!" balas Adriano penuh penekanan.
"Maaf, lancang." Jade menyela sebelum Catarina sempat membalas. "Tidak baik ribut di depan anak kecil. Aku harap kalian bisa menyelesaikan masalah di tempat lain."
Catarina mendengus kesal. "Aku datang baik-baik, tapi pria ini yang membuat keributan. Aku yakin kau melihatnya sendiri, bukan?"
"Ya, Nyonya. Tapi Anda juga harus—"
"Diam!" potong Catarina. "Di sini kau hanyalah seorang pengasuh, jangan bertingkah berlebihan."
Adriano menghela nafas panjang. Lalu, dia meraih pergelangan tangan Catarina, dan membawa wanita itu ke kamarnya.
"Catarina, pergi sekarang. Kau tidak perlu datang kemari, kau sudah lama membuang putramu, dan kembalilah bersenang-senang dengan hidupmu!" ucap Adriano penuh penekanan.
"Adriano, kau tak perlu khawatir. Aku hanya datang untuk merayakan ulang tahun putraku, bukan mau mengusikmu!"
"Tidak perlu, kau tak perlu merayakannya!" Adriano langsung berjalan ke pintu dan memanggil beberapa anak buahnya. "Seret wanita itu keluar dari mansion ini, dan jangan biarkan dia masuk kembali!"
"Baik, Tuan," sahut anak buahnya.
Anak buah Adriano mendekati Catarina dan menariknya keluar. Tetapi wanita itu memberontak dan menatap tajam.
"Adriano, kau keterlaluan sekali! Kau tidak bisa melakukan hal ini padaku! Aku ibunya, aku berhak berada di sini!" teriak Catarina, tetapi Adriano tak peduli.
Anak buah pria itu terus menyeret Catarina keluar dari mansion. Jade yang melihat hal itu segera membawa Maximo masuk kembali ke dalam kamar.
"Mommy, kenapa?" tanyanya dengan suara khas anak kecil yang baru belajar bicara.
"Tidak apa-apa, Sayang. Hanya masalah orang dewasa," jawab Jade.
"Olang dewasa itu apa?" tanya anak itu lagi dengan wajah penasaran.
Jade tertawa kecil mendengar pertanyaan seperti itu. "Orang dewasa, Sayang. Bukan olang dewasa. Dan, orang dewasa itu seperti Mommy, Daddy, dan pelayan-pelayan di sini. Kalau Max itu sebutannya adalah anak kecil."
"Kecil?" Max terlihat bingung. "Aku kecil?"
Jade mengangguk. "Iya, Sayang. Kau masih kecil."
Belum sempat Maximo membalas, Adriano datang dan mengatakan bahwa pesta akan segera dimulai. Dia mengajak Jade serta Maximo ke taman sekarang.
"Daddy, gendong," kata Maximo dengan nada manja.
Adriano mengerutkan keningnya. "Sudah tampan seperti ini masih mau digendong?" tanyanya, sambil terkekeh pelan.
Maximo mengangguk sambil mengulurkan kedua tangannya. Adriano akhirnya menggendong anak itu dan membawanya ke taman.
Di belakang pria itu, Jade berjalan pelan, menatap dengan tatapan haru. "Keluarga ini bukan milikku, ibu anak itu juga telah datang. Pasti dia akan kembali."
*
Di taman mansion..
Lampu-lampu menghiasi taman itu, disertai dengan balon-balon berwana emas dan silver. Adriano menurunkan Maximo, dan anak itu berlari kecil menuju Jade.
"Mommy, kue," katanya, sambil menunjuk kue ulang tahunnya.
"Iya, Sayang. Nanti, ya. Sekarang tiup lilin dulu, semua tamu sudah menunggu," sahut Jade dengan lembut.
Maximo mengangguk. Dia berjalan mendekati kue ulang tahun. Begitu tiba di sana, Adriano menggendongnya untuk tiup lilin bersama. Sedangkan Jade hanya berdiri tak jauh dari mereka. Dia tidak berani
"Jade, kemarilah," pinta Adriano. "Kenapa kau berdiri di sana?"
"Tidak perlu, Tuan. Aku di sini saja," jawab Jade.
Tanpa mengatakan apapun, Adriano langsung mencengkram pergelangan tangan Jade dan membawa wanita itu mendekat.
"Kau harus di sini bersama bersama kami. Bagaimanapun kau itu sudah seperti ibunya," bisik Adriano.
Beberapa tamu tampak berbisik. Namun, Adriano tidak peduli. Dia bahkan seolah memperlihatkan bahwa Jade layak berdiri di antara mereka.
"Mommy, aku mau kue," rengek Maximo.
"Tunggu, Sayang. Tiup lilin dulu, setelah itu baru makan kuenya," sahut Jade sambil tertawa kecil, tetapi Maximo tetap tidak peduli. Anak itu terus merengek ingin kue.
"Max, tunggu sebentar, jangan seperti ini. Jika kau merengek, Daddy tak akan belikan robot mainan yang besar," ucap Adriano penuh ancaman.
Maximo memberengut, dia lalu memukul kaki Adriano. "Aku mau lobot!"
"Kalau mau robot, jangan merengek. Kau harus sabar menunggu," sahut Adriano tegas. Akhirnya, mau tak mau, Maximo diam dan berdiri dengan wajah manyun sambil menatap kue ulang tahun itu.
Jade hanya bisa tertawa kecil melihat wajah anak itu. "Dia marah," bisiknya pada Adriano.
"Biarkan saja dia marah," balas Adriano terkekeh. Dia sendiri tak bisa menahan tawa melihat wajah putranya.
*
Beberapa jam berlalu.
Pesta telah usai. Semua tamu juga telah pulang satu jam yang lalu, dan Maximo sendiri sudah terlelap setelah kenyang makan kue ulang tahun.
"Lihat dia, lucu sekali jika tidur. Pasti tidak bisa diam di satu tempat," kata Jade.
"Ya, dia sepertiku," sahut Adriano.
Jade tidak menanggapi, dia duduk di tepi ranjang, sambil membenarkan selimut Maximo.
"Jade, setelah ini ke kamarku," kata Adriano. Tanpa menunggu jawaban wanita itu, pria tersebut langsung keluar dari kamar Maximo.
Jade menatap bingung ke arah pintu yang baru saja tertutup. "Ke kamarnya? Apa dia ingin aku memijit kakinya lagi?" gumamnya.
...****************...