Aurelia Valenza, pewaris tunggal keluarga kaya raya yang hidupnya selalu dipenuhi kemewahan dan sorotan publik. Di balik wajah cantik dan senyuman anggunnya, ia menyimpan sifat dingin dan kejam, tak segan menghancurkan siapa pun yang berani menghalangi jalannya.
Sementara itu, Leonardo Alvarone, mafia berdarah dingin yang namanya ditakuti di seluruh dunia. Setiap langkahnya dipenuhi darah dan rahasia kelam, menjadikannya pria yang tak bisa disentuh oleh hukum maupun musuh-musuhnya.
Takdir mempertemukan mereka lewat sebuah perjodohan yang diatur kakek mereka demi menyatukan dua dinasti besar. Namun, apa jadinya ketika seorang wanita kejam harus berdampingan dengan pria yang lebih kejam darinya? Apakah pernikahan ini akan menciptakan kerajaan yang tak terkalahkan, atau justru menyalakan bara perang yang membakar hati mereka sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naelong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata
Perlahan, Aurel menoleh.
Seorang pria tua berjalan perlahan dengan tongkat berlapis perak di tangannya. Senyum tipis tergambar di wajahnya, tenang tapi tajam. Sosok itu adalah Vittorio, kakek Leo sekaligus kepala tertinggi keluarga besar Leo.
Aurel sedikit tertegun, pupil matanya mengecil.
“Kakek Vittorio?” suaranya terdengar pelan, hampir tak percaya.
Pria tua itu berhenti beberapa langkah di depannya, pandangan matanya menyapu seluruh ruangan — dari preman-preman yang tumbang hingga Aurel yang berdiri gagah dengan rambut sedikit berantakan.
“Luar biasa…” ucap Vittorio lirih, tapi penuh makna.
Lalu senyum puas terbit di wajah tuanya.
“Ternyata benar kata Giovanni. Kau memang bukan sekadar perempuan manja yang dinikahi cucuku.”
Aurel menatap kakek itu dengan tatapan tajam. “Maksud kakek apa? Jangan bilang…” Ia menatap sekitar dengan mata menyipit. “Kakek yang mengatur semua ini?”
Vittorio tidak menjawab langsung. Ia menatapnya lama, senyum samar itu tidak pudar. “Ya,” kata kakek dengan tenang, seolah hal itu bukan sesuatu yang mengejutkan. “Aku yang menyiapkan ini semua.”
Aurel menarik napas tajam. “Jadi… Leo tidak hilang?” tanyanya dengan nada lebih lembut, meski matanya masih tajam.
“Tidak, Leo baik-baik saja.” Vittorio melangkah mendekat, suaranya tenang namun tegas. “Aku hanya ingin memastikan bahwa cucu mantuku bukan hanya perempuan manja dan lemah. Dan malam ini, Aurelia… kau membuktikan semuanya.”
Aurel menatap wajah kakek Vittorio dengan perasaan campur aduk — antara lega, marah, dan heran.
“Kakek membuat semua ini hanya… penasaran sama aku?”
Vittorio tersenyum kecil, sorot matanya tajam seperti singa tua yang sedang mengamati mangsanya.
“Bukan hanya penasaran, tapi untuk melihat. Giovanni dulu pernah bilang padaku bahwa darah yang mengalir di tubuhmu bukan darah biasa. Dia bilang cucunya yang satu ini… akan punya sisi yang bahkan Leo pun belum tentu bisa kendalikan.”
Aurel terdiam. Nama Giovanni yang disebut membuat dadanya terasa bergetar.
“Jadi kakekku sudah memberitahu soal ini?”
“Tentu saja,” jawab Vittorio tanpa ragu. Ia menepuk tongkatnya ke lantai sekali. “kakekmu adalah sahabatku sejak muda. Kami sama-sama membangun fondasi kekuasaan keluarga ini.”
Aurel menunduk sejenak, menelan ludahnya yang terasa pahit.
“Dan semua ini… hanya permainan keluarga untuk menguji loyalitasku?”
“Bukan permainan, Aurelia.” Suara Vittorio merendah, tapi penuh wibawa. “Ini ujian untuk memastikan kau siap menanggung beban yang akan datang. Kau pikir menjadi istri ketua mafia hanyalah tentang pesta mewah dan berlian di lehermu? Tidak.”
Ia menatap Aurel lekat-lekat, seperti menelanjangi jiwanya.
“Ini dunia yang keras. Dunia di mana kepercayaan lebih mahal dari nyawa. Dan malam ini, kau menunjukkan sesuatu yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh sebagian besar pria di bawahku — keberanian tanpa gentar.”
Aurel menatapnya dalam diam. Dalam hatinya, amarah mulai surut, berganti rasa hormat yang tak ia sadari.
“Tapi kakek hampir membuatku kehilangan nyawa,” katanya pelan namun tegas. “Kalau aku tidak bertahan, bagaimana?”
Vittorio terkekeh rendah, suaranya berat tapi tulus. “Kau tidak akan mati. Aku tahu kemampuanmu. Darah Giovanni mengalir ditubuhmu. Kau sama berbahayanya dengan cucuku, Leo.”
Aurel terdiam, kemudian menghela napas panjang. Ia melangkah perlahan, meletakkan besi yang masih ia genggam ke lantai.
“Jadi semua ini hanya untuk membuktikan bahwa aku pantas berdiri di samping Leo?”
Vittorio mengangguk pelan. “Ya. Dan kau bukan hanya pantas berdiri di sampingnya, Aurelia. Kau pantas berjalan bersamanya.”
Senyum tipis muncul di wajah Aurel. “Tapi kenapa dengan cara seperti ini, kakek?”
“Karena hanya dengan cara seperti ini, aku bisa melihat sisi aslimu.” Vittorio menatapnya lekat.
“Sisi Aurelia yang tidak lagi menjadi gadis lembut yang bergantung pada perlindungan orang lain. Sisi Aurelia yang berani, yang siap menjadi pelindung keluarga suatu hari nanti.”
Suasana mendadak hening. Hanya suara ombak dari luar pelabuhan yang terdengar, bergemuruh lembut di antara jeda kata-kata mereka.
Vittorio tertawa kecil, kali ini tawa puas yang benar-benar tulus.
“Giovanni pasti akan memarahiku sudah bikin cucunya begini.”
Aurel melangkah pelan mendekat, menatap mata kakek Vittorio dengan penuh rasa hormat. “Kakek.”
Pria tua itu tersenyum lembut, matanya berbinar di bawah cahaya lampu kuning yang suram.
“Aurelia. Kau sudah membuktikan bahwa seorang perempuan bisa menjadi benteng terakhir, bukan hanya hiasan di singgasana kekuasaan.”
Aurel menunduk sedikit memberi hormat. “Terima kasih, kakek.”
Namun sebelum Vittorio sempat berbicara, suara tembakan terdengar dari luar gedung.
DORRR!!!
Semua serentak menoleh. Vittorio memegang tongkatnya erat, dan langsung menarik Aurel ke belakang tubuhnya. Suara langkah kaki cepat mendekat dari luar, disertai teriakan seseorang,
“BOS!! ADA SERANGAN!!”
Aurel langsung menatap kakeknya tajam. “Ini bukan bagian dari rencana kakek, kan?”
Vittorio mengerutkan alis. “Tidak… ini bukan aku.”
Aurel menatap kakek Vittorio sekilas, lalu menarik pistol dari balik celananya. “Kakek tetap di sini.”
Vittorio malah tersenyum samar. “Kau lupa Aurel kalau kakek juga seorang Mafia? "
Aurel terdiam sepersekian detik, lalu menghela napas berat. “Aurel tau kakek mampu, tapi biarkan Aurel yang menyelesaikannya. kakek tunggu Aurel di sini.”
“Baiklah aurel,” balas kakek Vittorio sambil memegang tongkat di tangannya, “
"INGAT KAKEK, TETAP DI SINI. " ucap aurelia lagi
Bersambung......
