Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Demi Keamanan dan kenyamanannya bersama Melati selama menghabiskan malam indah bersama. Mas Kalingga menempati kamar kosong yang tepat di sebelah kamar sebelumnya. Dia meninggalkan Sakura, Lili, ponselnya dan Melati serta sebuah note untuk kedua putrinya.
Sampai pagi menjelang mereka masih melakukan penyatuan. Mas Kalingga benar-benar menggunakan momen ini dengan sangat baik. Tidak membiarkan Melati menolak keinginannya yang sudah lama ditahannya untuk menuntut istrinya itu.
Melati pun sangat berusaha melupakan status Mas Kalingga demi malam ini karena hati kecilnya pun sangat menginginkan Mas Kalingga. Walau tidak mudah tapi Melati bisa juga melewatinya sampai dia mendapatkan pelepasan yang ketiga bersama Mas Kalingga. Ruang hampa yang ada di dalam hatinya kini menghangat dengan Mas Kalingga yang terus saja memanggil namanya.
Suara yang nyatanya masih sangat ingin didengarnya. Pelukan Mas Kalingga yang dirindukannya. Malam ini kerinduannya terobati sudah.
Mas Kalingga menahan Melati yang hendak turun dari atas tubuhnya. Mas Kalingga masih ingin menikmati momen indah bersama Melati. Melati pun mengangguk lalu menaruh kepalanya di atas dada Mas Kalingga.
"Kita masih akan di sini, Mel." Sambil mengusap punggung Melati.
"Ibu bagaimana?," tanya Melati.
"Kamu jangan mengkhawatirkan Ibu, sudah ada yang mengurus Ibu."
Kemudian Melati mengangkat kepalanya, menghadap wajah Mas Kalingga. "Anak-anak belum ada yang mencari kita?."
Mas Kalingga tersenyum lalu mengangkat wajahnya guna mencium bibir Melati.
"Pasti mereka tidak akan mencari kita, Mel."
Kening Melati mengerut. "Kenapa?."
"Mas menambahkan note yang kamu tulis."
"Apa?," tanpa ekspresi.
"Jangan ganggu kami kecuali ada darurat."
"Mas!," protes Melati sambil bangkit lalu dia meraih pakaiannya namun Mas Kalingga menghentikannya.
"Oke, Mel, biar Mas yang melihat anak-anak."
"Iya," Melati pun ke kamar mandi.
Mas Kalingga mendapati kedua putrinya masih tidur pulas. Sebenarnya tadi mereka sudah bangun dan mencari keberadaan orang tuanya. Namun setelah membaca note dari Mama dan Papanya, mereka melanjutkan tidur.
Memang keputusan yang benar dengan tidak membawa ponsel ke kamar sebelah karena sudah ada puluhan kali panggilan dan pesan masuk dari Viola. Pun dengan ponsel Melati.
Mas Kalingga menggelengkan kepala lalu menuliskan note tambahan untuk anak-anak dan dia kembali ke kamar sebelah untuk melanjutkan ronde berikutnya. Syukur-syukur Melati bisa hamil lagi, tidak masalah kalau anaknya nanti perempuan lagi.
Mas Kalingga yang sudah ada di kamarnya lagi langsung membawa Melati yang duduk di kursi naik ke atas tempat tidur.
Waktu saat ini menujukkan pukul satu siang, anak-anak sudah berada di tengah-tengah Melati dan Mas Kalingga. Ada banyak makanan dan minuman di meja, semuanya begitu lahap menyantapnya. Namun Mama mereka sepertinya masih sangat lapar, alhasil Mas Kalingga memesannya lagi.
"Mama, aku juga masih lapar," rengek Sakura dengan suara yang begitu manja.
"Makan lagi, sayang. Papa sengaja memesan banyak untuk kita makan lagi." Papanya yang menyahut sambil menarik troli berisi makanan.
"Aku juga masih lapar," Lili ikut bersuara sambil membantu memindahkan makanannya ke atas meja.
Melati tersenyum lebar, ternyata bukan hanya dirinya saja yang kelaparan.
Sementara itu di rumah sakit, Viola tidak bisa fokus bekerja. Dia tahu Mas Kalingga belum pulang ke rumah, tidak ke kantor, anak-anak juga tidak sekolah dan Melati ikut bersama mereka. Viola tahu Mas Kalingga bertemu klien tapi tidak tahu melakukan pertemuan di mana.
"Aku mengganggu?," tanya Dokter Langit sambil membuka pintu ruangan kerja Viola.
Viola menggeleng. "Masuklah! Ada yang harus kita bicarakan."
"Ada apa?," sambil menutup pintu lalu duduk di depan Viola.
"Mas Kalingga sedang bersama Melati dan anak-anaknya," kesalnya.
Dokter Langit jutsru menertawakan sikap Viola.
"Aku kesal, Dokter Langit!." Viola semakin dibuatnya kesal dengan tawa rekan kerjanya itu.
"Lalu kenapa memangnya? Mereka adalah keluarga."
"Tapi Melati dan Mas Kalingga akan bercerai."
"Baru akan, Dokter Viola. Orang yang sudah bercerai juga bisa rujuk lagi."
Viola semakin kesal saja dibuatnya, salah dia bercerita pada Dokter Langit yang diharapkannya dapat membantunya.
"Dokter Langit tidak mau Melati bercerai?."
Dokter Langit tersenyum. "Aku mau Melati bahagia bersama orang yang sanggup memberinya kebahagiaan. Masaku sudah berakhir, aku hanya masa lalunya."
"Dokter Langit, payah," ejek Viola.
Dokter Langit tidak lagi menanggapi lalu dia pun pamit karena tadinya hanya mau mengajak temannya makan siang. Tapi rupanya wanita hamil itu sedang tidak bisa diajaknya, Viola terlalu sibuk dengan urusan yang bukan urusannya.
Viola memutuskan untuk pulang lebih cepat karena sudah tidak ada pasien lagi.
Tiba di rumah langsung mendatangi Ibu yang sedang asyik menonton televisi. Ibu hanya melirik Viola dengan ekor matanya saja.
"Ibu telepon dan suruh Mas Kalingga pulang!."
"Tidak angkatnya," tanpa menoleh ke arah Viola yang berdiri di hadapannya. Fokusnya hanya pada acara tv.
"Pasti ini ulah Melati sama anak-anaknya."
"Biarkan saja mereka bersama sebelum mereka bercerai."
Lalu kemudian Viola duduk di sebelah Ibu.
"Aku tidak yakin mereka akan bercerai," lirihnya.
"Terima saja kalau itu terjadi, Melati saja mau menerimanya."
"Tidak, Bu, Melati juga tidak mau menerima sepertiku."
Kemudian Ibu menoleh ke arah Viola.
"Kamu itu lucu, Melati sudah menjadi istri Kalingga jauh sebelum ini walau Ibu tahu perasaan Kalingga terhadapmu. Tapi Ibu juga tidak yakin mereka akan berpisah, bagaimanapun Kalingga sangat mencintai Melati dan anak-anaknya. Jangankan kamu istrinya yang cemburu, Ibu juga sangat cemburu."
"Kalau begitu, ayo, kita buat Mas Kalingga pisah dari Melati!."
Ibu terdiam, memang Ibu sangat cemburu pada Melati dan anak-anaknya.
"Bagaimana caranya?."
"Serahkan saja padaku, yang penting Ibu ada dipihakku."
Ibu mengangguk. Viola meninggalkan Ibu, dia memasuki kamarnya. Kehamilannya sudah besar, beberapa bulan lagi akan melahirkan. Jenis kelamin pun diketahuinya karena dia ingin mengeceknya bersama Mas Kalingga.
Viola mengelus perutnya, bayinya pun bereaksi, Viola tersenyum lebar kalau gerak bayinya semakin lincah.
"Hanya akan ada Mama, Papa dan kamu dan adik-adikmu nanti. Papa Lingga hanya milikmu seorang." Batinnya.
Kembali ke hotel, Melati dan Mas Kalingga mengajak anak-anak jalan-jalan di mall. Masing-masing sudah membawa tentengan paper bag keluar dari toko.
"Aku mau pipis," Sakura menyilangkan kakinya menahan pipis.
"Iya, aku antar." Lili menyerahkan paper bag pada Papanya, Sakura juga. "
" Papa, Mama, tunggu di sini." Memang posisi mereka tidak jauh dari toilet.
Sakura sudah merasa lega keluar dari bilik toilet, tatapan matanya beradu dengan si kembar yang ternyata ada di sana juga.
"Sakura punya Mamanya dua," ledek si kembar.
"Apa?," Lili langsung pasang badan untuk Sakura.
"Bagaimana rasanya, Sakura?. Sedih katanya kamu, ya?. Asal kamu tahu saja Sakura, Mama keduamu adalah Tanteku."
"Kata Tante Viola katanya sebentar lagi Mama dan Papamu pisah, ya?."
Bersambung