NovelToon NovelToon
Senja Di Aksara Bintang

Senja Di Aksara Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:453
Nilai: 5
Nama Author: NdahDhani

Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.

Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."

Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Musuh dalam selimut

Ujian nasional telah berakhir, hanya tinggal menunggu hasil dan pengumuman kelulusan. Dania dan Rani memutuskan untuk menghabiskan waktu berdua, dengan duduk di sebuah kafe.

"Kamu udah daftar kuliah?" tanya Dania sambil mengaduk minuman cokelat nya.

"Sudah kok, sudah lulus juga. Kamu?" ujar Rani dengan senyuman tipis.

"Alhamdulillah, ikut senang mendengarnya. Aku juga sudah lulus di universitas impianku. Aku mengambil jurusan sastra." balas Dania dengan senyuman ceria.

"Sastra ya? Pengen banget jadi penulis?" ujar Rani santai tapi terdengar menyindir.

"Iya, itu cita-citaku sejak dulu. Kita bakal berpisah ya? Kamu kuliah di luar kota kan?" Dania tersenyum sedih karena akan berpisah dengan teman dekatnya itu.

"Haha bagusnya sih gak usah ketemu lagi sekalian." ujar Rani dengan tertawa dingin.

Dania mengernyitkan dahi, ia tidak mengerti maksud dari perkataan Rani. Tapi, Dania justru menganggapnya sebagai sebuah candaan. Mengingat Rani yang dulu suka bercanda dengannya.

"Kamu bercanda nih pasti. Iseng banget sih," ujar Dania santai.

Bukannya menjawab, Rani justru mengalihkan pembicaraan. Ia terlihat biasa saja, sambil memainkan sedotan minumannya. "Sebenarnya ada yang mau aku omongin sih."

"Apa itu?" tanya Dania penasaran.

"Jauhi Alden. Kamu gak cocok buat dia." jawab Rani langsung pada intinya.

Dania terkejut ia sama sekali tidak menyangka Rani akan berbicara seperti itu. Rani yang terlihat mendukung Dania dan Alden, kenapa tiba-tiba mengatakan demikian.

"Apa maksud kamu, Ran?" ujar Dania lirih.

"Haha gak denger atau pura-pura tuli," Lagi-lagi Rani tertawa dingin, entah apa yang merasuki dirinya.

"Yang lebih cocok sama Alden itu aku, bukan kamu!"

Deggg!

Apa yang dikatakan Rani barusan jelas sangat menusuk hati Dania. Bagaimana tidak, teman yang ia anggap setia ternyata diam-diam menyukai Alden. Dania juga tidak tahu sejak kapan gadis itu menyukai pemuda yang kini menjadi kekasihnya.

"Kamu pikir aku ajak kamu kesini untuk ngobrol santai gitu, enggak! Aku cuma mau bilang, aku suka Alden." belum sempat Dania berbicara, Rani langsung mengeluarkan kata-kata menyakitkan lagi dari mulutnya.

"Aku kira kita teman, ternyata udah enggak ya?" ujar Dania dengan terkekeh sinis dan menahan air matanya agar tidak menetes.

"Udah enggak sejak aku tau kamu pacaran sama Alden!" Rani menekankan kalimat itu dan memutarkan bola matanya.

"Aku kira kamu teman baik, ternyata kamu musuh dalam selimut." ujar Dania tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi.

Rani menghela nafas kasar dan sama sekali tidak menoleh ke arah Dania. "Cih! Kamu gak layak untuk Alden! Mana ada cowok yang mau sama cewek lemah fisik kayak kamu!"

Dania menatap Rani dengan mata yang berkaca-kaca. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Rani akan merendahkannya seperti itu. Terlebih pertemanan mereka bisa dibilang sudah terjalin sejak lama.

Jangan tanyakan bagaimana sakitnya Dania dihina seperti itu dengan temannya sendiri. Seorang teman yang sudah ia anggap sebagai saudara, kini mulai berbeda hanya karena soal hati.

"Jadi kamu dukung kemarin untuk apa? Cuma formalitas aja?" Dania tertawa dingin mengingat sifat Rani yang biasa saja di hari-hari sebelumnya.

"Ya bisa dibilang biar gak munafik banget lah." lagi-lagi Rani memutarkan bola matanya, ia benar-benar jauh berubah dari Rani yang Dania kenal.

"Kamu udah berubah, Ran. Bukan Rani yang aku kenal dulu."

"Hidup kamu udah sempurna, Dania! Kamu mana tau rasanya kehilangan orang yang di sayang! Kamu harusnya bisa mengalah, relain Alden untuk aku!" Rani yang mulai terbawa emosi, mengepalkan erat tangannya di bawah meja.

Kata-kata yang keluar dari mulut Rani terdengar egois memang. Rani, rela kehilangan teman dekatnya hanya karena obsesinya terhadap Alden. Gadis itu sama sekali tidak peduli dengan perasaan Dania saat ini.

"Egois kamu, Rani!" teriak Dania membuat orang-orang di ruangan itu refleks menoleh ke arah mereka.

Dania yang tidak bisa menahan lagi, akhirnya berdiri dan berjalan pergi. Air matanya menetes, mendengar sakitnya setiap kalimat yang dilontarkan oleh Rani.

"Sorry, Dania. Aku egois kalo soal Alden." ujar Rani dingin menghentikan sejenak langkah Dania.

Dania hanya terdiam untuk beberapa saat. Ia tidak ingin berlama-lama di sana, terlebih temannya itu bukanlah teman yang ia kenal lagi. Dania pun pergi, dengan perasaan sedih dan kecewa yang mulai menguasai hatinya.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

"Saya mau roti yang ini dan ini ya satu," ujar seorang pelanggan di toko roti Alden.

Baru beberapa hari Alden membuka toko roti nya, tapi toko roti kecil itu sudah ramai dengan pelanggan. Ia dan ibunya melayani pelanggan dengan ramah, membuat mereka merasa nyaman.

Walaupun ramai dengan orang-orang yang mengunjungi tokonya, Alden merasa ada yang kurang ketika Dania tidak ada di sisinya.

Dania seperti mood booster bagi Alden. Tapi, hari ini, Dania sepertinya tidak akan datang ke sana. Sedari tadi, Alden mengirimkan pesan tapi belum ada balasan dari Dania.

"Dania kemana ya?" batin Alden sambil melirik ponselnya. Mengingat Dania tidak memberikan kabar seharian ini.

"Alden, tolong ambilkan roti di belakang ya nak." ujar ibu Alden yang membuyarkan lamunannya.

"Eh, iya Bu," Alden pun berjalan ke belakang dan mengambil roti-roti yang sudah dikemas, tapi pikirannya masih tertuju pada Dania.

Sementara itu, Dania yang sedang dikhawatirkan oleh Alden, duduk di kursi belajarnya dan memandangi foto lamanya bersama Rani dengan perasaan kecewa. Pertemanan yang dulunya indah, kini hanya menyisakan luka yang mendalam.

"Apa aku gak layak buat Alden?" batin Dania sambil menyeka air matanya.

Perkataan Rani terus bergulir di benak Dania, membuatnya meragukan dirinya sendiri. Apa yang dikatakan Rani benar adanya, Dania tidak bisa menyangkal bahwa memang fisiknya tidak sekuat orang lain.

Dania mulai merasa minder, terutama pada Alden. Pikirannya berkecamuk, terasa seperti beban yang memberatkan hatinya.

Dania akhirnya berjalan ke arah jendela, menyibak gorden dan memandangi taman rumahnya yang terlihat jelas dari dalam kamarnya. Mencoba untuk menghilangkan pikirannya tentang hari ini.

Tapi, matanya tiba-tiba saja tertuju pada secarik kertas yang terlipat rapi. Dania merasa heran, seingatnya ia tak pernah meletakkan kertas apapun di meja pojok itu.

"Kertas apa ini?" Gumam Dania lirih dan rasa penasaran membuatnya akhirnya mengambil kertas itu.

Dania mengesampingkan tentang kejadian hari ini, tatapan matanya ia fokuskan pada kertas yang dipegangnya.

Air mata menetes dan tangannya gemetar hebat ketika membaca tulisan itu. Ia menggelengkan kepalanya berharap ini hanya sebuah mimpi.

Tapi, tulisan yang dibacanya bukanlah sebuah mimpi atau ilusi. Melainkan sebuah fakta yang membuat Dania sulit untuk menerima.

"Apa? Enggak, enggak mungkin..."

^^^Bersambung...^^^

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!