NovelToon NovelToon
Jati Pengantin Keramat

Jati Pengantin Keramat

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Tumbal
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Gendhis Banuwati, wanita berusia 20 tahun itu tidak percaya dengan penyakit yang dialami sang Ayah saat ini. Joko Rekso, dinyatakan mengalami gangguan mental, usai menebang 2 pohon jati di ujung desanya.

Hal di luar nalar pun terjadi. Begitu jati itu di tebang, darah segar mengalir dari batangnya.

"KEMBALIKAN TUBUH KAMI KE TEMPAT SEMULA!"

Dalam mimpi itu, Pak Joko diminta untuk mengembalikan kayu yang sudah ia tebang ke tempat semula. Pihak keluarga sempat tak percaya. Mereka hanya menganggap itu layaknya bunga tidur saja.

Akan tetapi, 1 minggu semenjak kejadian itu ... Joko benar-benar mendapat balak atas ulahnya. Ia tetiba menjadi ling lung, bahkan sampai lupa dengan jati dirinya sendiri.

2 teman Pak Joko yang tak lain, Mukti dan Arman ... Mereka juga sama menjadi gila.

Semenjak itu, Gendhis berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan tempat yang di juluki dengan TANAH KERAMAT itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jati Keramat 20

"Gendhis, kamu pasti terpaksa 'kan menerima pinangan dia!? Aku tahu kamu nggak cinta sama dia. Tapi kenapa kamu mau menerima pinangan dia, Gendhis?!" Nanda sampai menekan kalimatnya, bahkan wajahnya begitu sangat Frustasi.

Wira yang melihat itu sontak saja menarik lengan Gendhis ke belekang. "Jangan berani mendekati calon istriku!" sentak Wira yang kini sudah berdiri.

Nanda kembali menatap putra sulung si Juragan. "Kau pasti sudah merencanakan malam itu. Aku yakin kau juga sudah mengincar kekasihku sebelumnya. KAU MEMANG BENAR-BENAR BAJINGAN, WIRA!" Bentak Nanda yang seketika emosinya meledak.

Gendhis yang berada dibelakang tubuh Wira, kini hanya dapat menatap gusar, takut jika kedua pria itu akan saling beradu argumentasi. Gendhis sendiri juga tidak menyangka, jika malam itu akan menjadikan dirinya sebagai calon istri seorang Wira Kusuma.

Melihat Wira yang saat ini tampak lemah, hal itu membuat Nanda semakin bahagia, hingga terlintas ide gila dari otaknya.

Brug!

"Mas Wira?!" Gendhis memekik, kala melihat tubuh Wira ambruk di tepi ranjang akibat dorongan kuat dari Nanda. Baru saja Gendhis ingin membantunya bangkit, namun tangan Nanda lebih dulu menarik lengannya kedepan.

Srettt!

"Awww ..." pekik Gendhis kembali, disaa tubuhnya limbung dalam tubuh depan Nandaka.

Wira semakin berapi-api. Namun tubuhnya masih terasa lemah akibat luka pukulan waktu lalu. "LEPASKAN CALON ISTRIKU, BAJINGAN!" umpat Wira menajamkan matanya. Ia berusaha berjalan tertatih, namun kaki jenjang Nanda kembali mendorongnya.

"Lepasin, Mas Nanda! Kenapa kamu tega melukai Mas Wira. Disini yang salah Gendhis, bukan Mas Wira. Jika Mas Nanda ingin menyakiti, maka sakiti saja Gendhis ... Jangan Mas Wira!" Gendhis berusaha berontak dalam dekapan mantannya itu.

"Bagaimana kau dapat mengorbankan dirimu demi perjaka tua itu, Gendhis?!" bentak Nanda dibelakang telinga Gendhis. Kedu tangan kekarnya ia gunakan untuk menahan tubuh Gendhis agar tidak terlepas.

Wira berusaha mendekat, namun lagi-lagi ia kalah tenaga karena badanya masih terasa lemas. Apalagi, Nanda menendang bekas luka diarea perut. Pria itu hanya dapat meringis, sambil memeganginya.

"Lepaskan aku, Mas Nanda!" Gendhis benar-benar sudah lelah karena tenaga Nanda cukup kuat dibanding tubuh lemahnya.

Nanda malah tersenyum culas. "Kau ingin aku menghukummu, Gendhis? Baik." Dan tiba-tiba tubuh Gendhis dipaksa menghadap kearahnya, hingga ...

Cup!

Gendhis terpaku, bahkan kedua matanya terbuka lebar, kala Nanda dengan lembut mencium bibirnya. Dan hal itu terjadi dihadapan mata Wira. Pria mana yang tak sakit hatinya melihat itu.

"BEDEBAH KAU BAJINGAN!" Wira melangkahkan kakinya cepat, lalu menarik tubuh Nanda, hingga ciuman tadi terlepas.

Gendhis masih shock dengan perbuatan nekad mantan kekasihnya itu.

Bugh!

Wira melayangkan pukulan pada wajah Nanda dengan kuat. Meski sambil menahan lukanya, namun itu semua tidak ada apa-apanya dibanding luka hatinya saat ini.

Nanda yang juga tak terima, kini membalas Wira sambil mendorong tubuh pria itu kebelakang.

"Mas Wira ....!" pekik Gendhis, dan langsung menghampiri Wira saat tubuh calon suaminya itu menatap ujung ranjang.

"Gendhis, minggir! Biar ku habisi sekalian pria itu!" sentak Nanda dengan tangan terkepal kuat.

Gendhis merentangkan tanganya melindungi tubuh Wira. Wajahnya sudah terlihat lelah, begitu sisa air mata yang tampak kering. "Sudah cukup! Hentikan, Mas Nanda!" teriaknya.

Hingga, pintu terbuka dari luar.

Ceklek!

Irfan masuk dan langsung tercengan melihat pemandangan didepan matanya itu.

"Irfan, cepat kamu usir bajingan itu dari kamar ini!" Tekan Wira menatap tajam kearah Nanda.

Irfan berjalan cepat. Sorot mata itu menelisik kuat, hingga tatapan mata Gendhis mengisyaratkan untuk memenuhi perintah Kakaknya. "Silahkan keluar, atau saya panggilkan satpam untul datang?!" tekan Irfan kepada Nanda.

Sambil merapikan kemejanya, Nanda menatap sengit kearah Wira begitu Irfan, dan kini langsung melenggang begitu saja tanpa sepatah kata.

"Apa yang terjadi?" Irfan kembali menatap dua orang didepanya.

"Fan, bantu Mas Wira menuju ranjang. Dan segera panggilkan Dokter untuk memeriksanya lagi." Gendhis juga ikut membantu jalan Wira, menatap calon suaminya itu dengan sendu.

***

Drttt ...

Baru saja Nanda akan memakai helmnya, namun gawai miliknya didalam saku kini bergetar kuat.

'Bapak? Ada apa?' Selanjutnya ia langsung menerima panggilan itu. "Ada apa, Pak?"

"Nanda, kamu dimana? Eyangmu ini mau Bapak bawa ke rumah sakit, namun sudah Bapak bujuk tetap nggak mau." Suara Lurah Woyo disebrang terdengar begitu frustasi.

Nanda tersentak. Wajahnya mendadak cemas, "Eyang kenapa, Pak?"

"Eyangmu habis jatuh dari kamar mandi, Nanda! Cepat kesini, dan bujuk, siapa tahu mau kalau kamu yang membujuknya!" Pekik Lurah Woyo.

"Baik, Pak! Ini Nanda segera pulang." Dengan cepat, Nanda bergegas menghidupkan motornya, dan langsung meninggalkan rumah sakit itu.

*

*

"Pak, bagaimana ini? Mulut Ibu sudah sedikit miring." Bu Asih baru saja keluar dari kamar Eyang Wuluh. Ia menahan cemas, karena mertuanya itu sangat sulit di bujuk.

Tanpa mau menatap, Lurah Woyo hanya berkata, "Nanda sudah dalam perjalanan pulang! Biar dia saja yang membujuknya." Setelah itu ia pergi keluar.

Didalam, Eyang Wuluh hanya dapat terkapar diatas ranjang ukir miliknya. Ia di temani Mbok Sri sambil mengurut kakinya agar tidak semakin kaku.

"Eyang, ke rumah sakit ya?! Disana biar Eyang cepat sehat. Biar cepat bisa pulih lagi." Ucap polos Mbok Sri.

Dengan wajah datar tanpa ekspresi, rambut seperti biasa tergarai mengembang, Eyang Wuluh hanya berkata sama seperti tadi. "Tidak!" Namun kalimat itu sedikit bergetar, karena mulut Eyang sedikit miring ke kanan.

Mbok Sri hanya mampu menghela nafas berat. Sejujurnya pelayan itu agak ngeri berdiam lebih lama dalam kamar gelap itu. Disana tidak ada penerangan sama sekali. Bahkan, jendela di sebelah lemari itu tidak di perkenankan untuk di buka.

Dan tak berselang lama motor Nanda sudah masuk ke halaman rumah. Didepan sudah ada kedua orang tuanya yang menyambut.

"Nda, coba bujuk kamu." Ucap Bu Asih khawatir.

Nanda segera masuk dan langsung ke belakang menuju kamar Eyangnya. Sama seperti biasa, aroma menyan kini menusuk indra penciuman Nanda. Bungsu Pak Lurah itu, kini seolah disambut hangat oleh beberapa makhluk tak kasat mata didalam kamar Eyangnya.

"Eyang, Mas Nanda datang. Saya ke dapur dulu mau merebus air lagi." Ucap Bik Sri pamit keluar.

Eyang perlahan membuka matanya, karena ketiduran sejenak. Sementara Nanda, ia kini sudah duduk di tepi ranjang, sambil memijat kaki Eyangnya.

"Berobat ya, Eyang?!" gumam Nanda pelan.

"Eyang nggak papa, Nanda! Hanya terpeleset saja." jawab Eyang Wuluh meski terdengar sulit.

Nanda tahu cara membujuk Eyangnya. "Kalau Eyang nggak mau di bawa berobat ... Nanda tidak akan lagi pulang ke rumah!" ancamnya dengan terus memijit.

Eyang Wuluh memalingkan wajahnya sekilas. "Kamu itu tahu kelemahan Eyangmu ini." kalimat itu sudah menjelaskan, jika Eyang mau dibawa ke rumah sakit.

'Aku akan membawa Eyang ke rumah sakit yang sama dengam di rawatnya perjaka tua itu. Dan dengan itu, aku dapat memantau gerak geriknya dari dekat!' batin Nanda penuh ambisi.

1
Lucas
seru banget lo ceritanya
Septi.sari: Kak terimaaksih🙏❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!