NovelToon NovelToon
PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Matabatin / Crazy Rich/Konglomerat / Raja Tentara/Dewa Perang
Popularitas:629
Nilai: 5
Nama Author: Andi Setianusa

Ia adalah Sultan sebuah negeri besar bernama NURENDAH, namun lebih suka hidup sederhana di antara rakyat. Pakaian lusuh yang melekat di tubuhnya membuat orang menertawakan, menghina, bahkan merendahkannya. Tidak ada yang tahu, di balik sosok sederhana itu tersembunyi rahasia besar—ia memiliki kekuatan tanpa batas, kekuatan setara dewa langit.

Namun, kekuatan itu terkunci. Bertahun-tahun lalu, ia pernah melanggar sumpah suci kepada leluhur langit, membuat seluruh tenaganya disegel. Satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan menjalani kultivasi bertahap, melewati ujian jiwa, raga, dan iman. Setiap hinaan yang ia terima, setiap luka yang ia tahan, menjadi bagian dari jalan kultivasi yang perlahan membangkitkan kembali kekuatannya.

Rakyatnya menganggap ia bukan Sultan sejati. Para bangsawan meragukan tahtanya. Musuh-musuh menertawakannya. Namun ia tidak marah—ia tahu, saat waktunya tiba, seluruh negeri akan menyaksikan kebangkitan penguasa sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Setianusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Musuh di Balik Tirai

Malam menyelimuti Istana Nurendah dengan sunyi yang mematikan. Lorong-lorong panjang berlapis marmer dan kayu jati tampak angker dalam cahaya lilin temaram, bayangan dinding menari-nari, seolah menyembunyikan rahasia yang menunggu untuk terungkap. Aroma dupa yang hampir habis terbakar menambah ketegangan. Di lorong ini, tidak ada suara tawa atau langkah santai—hanya desah napas, denting perhiasan, dan ketukan sepatu pelayan yang tergesa-gesa.

Al Fariz berdiri di ruang utama istana, matanya tajam, tubuhnya masih berdarah dari pasar malam, namun aura Tubuh Baja memancar. Tubuhnya tidak lagi lemah; luka-luka fisik hanya menambah semangat yang membara. Ia merasakan sesuatu yang berbeda malam ini—sebuah ancaman yang tidak datang dari luar, melainkan dari dalam.

Aku sudah tahu… lawanku bukan sekadar pembunuh bayaran atau preman pasar. Ada sesuatu yang lebih berbahaya… sesuatu yang menyamar sebagai sekutu, sesuatu yang dekat dengan tahta ini.

Di kamar rahasia istana, suasana jauh lebih mencekam. Lilin-lilin berkerlap-kerlip, memantulkan wajah-wajah pejabat tinggi yang berkumpul. Salah seorang pejabat, mengenakan jubah hitam dengan bordir emas, tersenyum licik. Matanya berkilau seperti ular yang siap menebas mangsa. Ia menatap peta yang terbentang di atas meja, jari-jarinya menunjuk beberapa titik penting—pos penjaga, pasar yang loyal, dan jalan yang biasa dilewati Sultan.

“Segalanya berjalan sesuai rencana,” bisik pejabat itu, suaranya seperti angin malam yang dingin dan menusuk.

Bangsawan muda di sampingnya mengangguk, matanya berbinar:

“Pangeran palsu kita mulai meraih hati rakyat. Jika Sultan masih hidup, ia hanya akan menghadapi kesulitan demi kesulitan. Tidak ada yang bisa menghalanginya.”

Jadi ini… pengkhianatan dari dalam istana sendiri, batin Al Fariz. Setiap kata yang kudengar dari sekutu misterius malam lalu kini mulai tersusun.

Seorang pelayan rahasia masuk, menunduk, menyerahkan gulungan kertas pada pejabat berpakaian hitam itu. Ia membuka gulungan itu perlahan. Di atas kertas tercetak jadwal pergerakan Al Fariz, patroli pengawal, dan daftar pedagang yang loyal. Rencana itu rapi, presisi, dan licik.

“Kita bisa memutus jalur dukungan rakyatnya,” ujar pejabat itu, suaranya lembut namun menusuk seperti pisau. “Jika kita menyerang saat dia lemah, pangeran palsu akan muncul sebagai penyelamat. Rakyat akan berpaling… dan Sultan sejati… akan jatuh.”

Seorang menteri tua menunduk, wajahnya tegang:

“Apakah kau yakin? Jika rencana ini gagal, bukan hanya pangeran palsu yang akan jatuh, tapi kita semua akan terjerat.”

Pejabat berpakaian hitam itu tersenyum tipis, senyum yang tidak ramah, melainkan penuh keserakahan dan ambisi:

“Kegagalan bukan pilihan. Sultan sejati harus dipermalukan. Hanya satu yang akan berdiri terakhir… dan itu bukan dia.”

Aku bisa merasakan ini… musuh yang nyata bukan di pasar atau hutan, tapi di sini… di jantung istana.

Di sisi lain, Al Fariz menutup mata sejenak, merasakan detak jantungnya yang berat dan napas yang tersengal. Intuisi dan informasi yang ia kumpulkan dari sekutu misterius mulai merangkai pola menakutkan.

Ada musuh yang tersembunyi… dan mereka bergerak dalam bayangan, menunggu untuk menyerang dari tempat yang tidak kukira.

Ia membuka mata, menatap lorong panjang istana, tubuhnya gemetar sedikit karena luka. Tapi Tubuh Baja-nya memancarkan aura siap tempur, membakar setiap rasa takut yang mencoba mendekat. Ia tahu, malam ini bukan sekadar pertarungan fisik. Ini perang strategi, perang pikiran, dan perang hati.

Sementara itu, pejabat berpakaian hitam itu menunjuk satu titik di peta:

“Kita kirim pengawal bayangan ke sana. Sultan akan berada di jalur itu. Pangeran palsu tinggal muncul, rakyat akan menjerit lega, dan Sultan… akan terlihat lemah.”

Bangsawan muda mengangguk:

“Segalanya berjalan mulus. Bahkan beberapa pengawal loyal mungkin akan jatuh sebagai korban kebingungan.”

Aku harus bertindak cepat… setiap detik yang hilang, musuh semakin dekat dengan tujuannya.

Al Fariz berdiri tegap, menatap bayangan gelap di ujung lorong, tubuhnya bergetar sedikit karena luka. Tapi matanya memancarkan keteguhan. Ia menangkap sosok pengawal loyal, dan menyadari bahwa beberapa loyalis masih ada. Mereka bisa menjadi kunci untuk membalik keadaan.

Sekarang… tidak ada waktu untuk ragu. Setiap langkah harus diperhitungkan, setiap gerakanku harus presisi.

Dentuman langkah kaki di lorong istana terdengar, seolah menandai awal perang besar. Bayangan licik di balik tirai kini tampak jelas: seorang pejabat tinggi, tersenyum penuh tipu daya, menunggu Sultan mereka jatuh. Tapi Al Fariz tidak lagi lemah.

Ia menarik napas dalam, menenangkan tubuhnya yang berdarah. Mata Tajamnya menatap lorong panjang, menembus bayangan licik yang tersembunyi. Tubuh Baja dan intuisi Al Fariz bersatu, membentuk perisai yang bahkan musuh yang paling licik pun tidak mampu menembusnya.

Mereka mengira ini permainan mudah. Tapi aku… aku adalah Sultan Nurendah. Dan aku akan menunjukkan… siapa yang terakhir berdiri.

Lampu lilin bergoyang, bayangan menari, dan udara malam terasa berat dengan ketegangan. Pejabat tinggi itu, dengan senyum licik, menandai awal dari ujian terbesar bagi Sultan. Al Fariz tahu, malam ini bukan sekadar perang fisik—ini perang akal, strategi, dan pengkhianatan.

Ia melangkah ke jendela kamar pertemuan rahasia, menatap halaman istana yang gelap. Bayangan pohon dan menara menciptakan permainan cahaya-bayangan yang memantulkan rasa waspada. Ia merasakan setiap detik sebagai peluang dan ancaman.

Musuh bergerak di dalam tirai… dan aku harus menebaknya sebelum terlambat.

Dentuman langkah kaki di lorong terdengar lagi, semakin jelas. Senyum licik pejabat itu seakan menempel di udara, menunggu, menantang, dan mengancam. Al Fariz menegakkan tubuhnya, menarik napas, dan mengangkat kepalanya.

Aku akan berdiri… dan siapa pun yang mengira mereka bisa menjatuhkanku dari dalam, akan menyesal.

Hook malam itu semakin jelas: pengkhianatan di balik tirai membuka awal dari perang besar, intrik yang lebih berbahaya, dan ujian yang lebih berat. Lampion malam mungkin tidak menyinari kebenaran, tapi tekad Al Fariz bersinar lebih terang dari semua lilin di istana.

Perang besar telah dimulai. Dan Sultan Nurendah tidak akan mundur.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!