Novel ini berkisah tentang seorang pemimpin pemerintah bereinkarnasi ke dunia fantasi, namun keadaan di kehidupan barunya yang penuh diskriminasi memaksanya untuk membangun peradaban dan aturan baru...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iimnn saharuddin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3.4
Keesokan paginya, aku meminta Marsel untuk memperkenalkanku kepada pembuat peta ini, dengan tujuan yang telah kupikirkan matang-matang. Desa kami telah habis dihancurkan oleh serangan tentara bayaran. Saat ini, para penduduk hanya bisa berlindung di tempat pengungsian sementara dan mulai kembali mengolah padang yang sebelumnya telah dipanen.
Syukurlah, tidak ada korban jiwa dalam insiden itu, hanya beberapa warga yang mengalami luka ringan. Tuan Marsel mengatakan bahwa putrinya telah menangani para korban dengan baik.
Namun, satu masalah besar tetap ada, pembangunan dan pemulihan desa. Saat mempelajari peta ini, aku menemukan lokasi yang tampak ideal untuk membangun kembali desa. Aku segera menyampaikan ide gagasan ini kepada Marsel. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyetujuinya dan bahkan mengusulkan agar pembangunan segera dimulai dengan cepat.
Meski begitu, aku menyadari bahwa aku perlu melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu.
"Sepertinya aku butuh bantuan sistem kali ini."
"Tuan, apakah Anda membutuhkan bantuan saya?"
Sebuah bola cahaya kecil muncul di hadapanku.
"Sepertinya kau sudah tahu jawabannya."
"Tentu saja, Tuan. Aku mengerti apa yang Anda inginkan rasakan."
"Baiklah. Bisakah kau membantuku merancang ilustrasi desa yang mampu menampung kurang lebih dari 500 penduduk di lokasi ini, kalau bisa aku ingin tampilannya seperti sebuah kota?"
Aku menunjuk titik yang kumaksud di peta.
"Tentu, Tuan. Desa seperti apa yang Anda inginkan?"
"Aku ingin desa yang terstruktur seperti kota kecil dengan beberapa distrik penting: distrik utama sebagai pusat kota, distrik pelabuhan dan perdagangan, distrik perumahan yang letaknya disebelah sungai ini, distrik pertanian dan peternakan dibagian luar, serta distrik produksi dan pembangunan dibagian sisi sungai satunya."
"Dimengerti, Tuan. Mohon tunggu sebentar. Gambar akan saya tanamkan langsung ke dalam ingatan Anda."
Meski beberapa tempat mungkin belum akan segera terisi, aku tetap memerlukannya sejak awal. Jika ada waktu, aku berencana meminta Marsel untuk mengumpulkan penduduk berbakat di desa ini untuk mengisi posisi penting. Itu akan sangat membantu pembangunan.
"Tuan, ilustrasi yang Anda minta telah saya selesaikan."
Sesuai harapanku, rancangan dari sistem ini sangat cocok dengan lokasi yang kupilih. Pembagian distriknya tampak jelas dan sangat detail. Kini tugasku adalah merealisasikannya dalam bentuk nyata ke sebuah kertas.
Beberapa waktu kemudian.
Segala persiapan telah selesai. Kini aku hanya perlu menunggu orang yang akan menemaniku menuju lokasi tersebut. Jaraknya sekitar 4 kilometer lebih dari sini, cukup jauh bila harus ditempuh menyelusuri hutan. Akan jauh lebih mudah jika kami menyeberang menggunakan kapal.
Tak lama, Marsel datang bersama seorang wanita dengan sepasang telinga lancip dan berambut putih, seorang dari ras beastman.
"Tuan, ini orang yang Anda minta. Kapal pun telah disiapkan, dan ia akan memandu kita ke lokasi."
"Baiklah. Ambil ini, dan bawa pula beberapa orang serta orc untuk menemani kita."
"Segera, Tuan Muda. Akan saya siapkan."
Wanita ini tampak sangat muda dan sedikit... ehem. Marsel mengatakan padaku bahwa dialah yang membuat peta ini selama 20 tahun. Melihat penampilannya yang tak lebih dari 25 tahun, membuatku berpikir bahwa ia mulai menjelajah sejak usia lima tahun, kedengarannya tidak masuk akal.
"Tuan Muda, Anda masih sangat muda, namun mampu berpikir layaknya seorang pemimpin sejati. Izinkan saya membantu mewujudkan rencana Anda. Nama saya Alya. Saya adalah seorang pemburu dan penjelajah di pulau ini."
Kami berdua berjabat tangan.
"Terimah kasih atas bantuannya. Kalau boleh tau apakah benar Anda yang membuat peta ini?" tanyaku, heran.
"Benar. Saya yang membuatnya."
Nada suaranya sangat jujur membuat Raka dia tidak berbohong.
"Maaf, saya hanya terkejut. Penampilan Anda jauh lebih muda dari yang dikatakan Marsel."
"Muda? Hahaha... sepertinya Anda tertipu oleh penampilan saya. Usia saya sebenarnya sudah lebih dari empat puluh tahun. Saya mulai membuat peta ini saat masih berumur belasan tahun."
Empat puluh tahun? Penampilannya benar-benar menipu. Dunia ini memang penuh hal yang tak masuk akal.
"Jangan kaget, Tuan. Selain penjelajah, saya juga seorang penyihir sama seperti Anda yang memiliki hobby meracik ramuan. Berkat bantuan putri Tuan Marsel, saya berhasil menciptakan ramuan awet muda seperti ini, hehehehe."
"Ramuan awet muda? Kedengarannya seperti alkemis sejati."
"Ah, saya tersanjung. Sejak muda, saya senang bereksperimen dengan bahan-bahan aneh dari hutan. Tapi karena itu pula saya dianggap penyihir aneh yang akhirnya ditangkap dan dijual untuk diperbudak. Hingga diselamatkan oleh Tuan Marsel."
Kisah hidupnya tidak begitu baik. Di kehidupanku sebelumnya, tepatnya di abad pertengahan, para alkemis adalah pelopor kemajuan zaman modern. Berkat eksperimen-eksperimen gila mereka, dunia perlahan berubah. Bila aku bisa memanfaatkan bakatnya, bukan tidak mungkin kami bisa menciptakan sesuatu yang luar biasa.
"Sayang sekali, bakatmu pernah disia-siakan."
Matanya mulai berkaca-kaca.
"Tuan Muda… Anda mengagumi bakat saya?"
"Tentu saja. Bakat adalah aset terpenting bagiku. Aku berharap kau bersedia membantuku membangun masa depan."
"Aku... Aku bersedia, Tuan Muda! Kumohon, libatkan aku dalam setiap ide luar biasa Anda dimasa depan!"
•••
Saat kami berjalan menuju pantai tempat kapal telah disiapkan oleh Marsel, tampak beberapa orang telah berkumpul menunggu. Di antara mereka, aku melihat sosok besar, dia adalah Korgo si orc tangguh dalam pembangunan dan juga Gandrik, sang pengrajin andal.
Begitu melihatku, Korgo berseru penuh semangat lalu mengangkatku seperti seorang anak kecil.
"Ohhhh kawanku! Pertempuran semalam sungguh luar biasa! Aku tak menyangka strategi yang kau susun bisa membuat mereka tumbang semudah itu!"
Aku tertawa canggung.
"Hehehe, itu semua berkat kerja sama kalian. Aku hanya melakukan tugasku seperti biasa."
Marsel yang melihat perlakuan Korgo langsung memberi isyarat batuk kecil, sebuah kode halus peringatan untuk korgo.
"Korgo, dia adalah tuan kita sekarang. Tolong, jangan perlakukan dia seperti itu."
Mendengar teguran itu, Korgo buru-buru menurunkanku dan menunduk malu.
"Maafkan aku, Tuan. Aku terlalu terbawa suasana."
Aku hanya tersenyum kecil.
"Baiklah... Ayo kita naik ke kapal."
"Baik, Tuan!" jawab mereka serempak.
Kapal pun mulai berlayar disusul dua kapal lainnya hasil rampasan tentara bayaran, menyusuri pantai menuju lokasi yang ditandai di peta. Rasanya seperti ekspedisi ke tanah baru. Aku penasaran seperti apa tempat itu nantinya, apakah cocok dijadikan tempat pembangunan baru.Lokasi desa kami sebelumnya sudah tidak layak karena beberapa faktor terutama masalah pertanian.
Yang bisa kulakukan sekarang adalah membukan lahan baru dan meningkatkan sumber daya desa. Jika kami bisa membuka jalur perdagangan, aku bisa memanfaatkan pengetahuanku dari dunia sebelumnya untuk menciptakan berbagai karya yang layak dipasarkan. Tapi sayangnya, kami masih dianggap buronan oleh wilayah timur, terutama Serikat Perdagangan yang menganggap kami adalah milik mereka yang melarikan diri. Mereka bisa saja datang kapan saja untuk menangkap kami.
Marsel mendekat, kali ini membawa seorang wanita asing.
"Tuan muda, kuharap Anda tidak marah dan bersedia mendengarkan saya," katanya sambil menundukkan kepala.
Wanita itu terlihat terkejut. "Marsel menunduk? Siapa sebenarnya pemuda ini?" pikirnya dalam hati.
"Marsel, bersikaplah formal seperti biasa. Aku akan mendengarkan," jawabku dengan tenang.
"Tuan, izinkan aku memperkenalkan temanku."
Wanita itu melangkah maju dan memperkenalkan diri.
"Perkenalkan, nama saya Alice. Saya adalah teman lama Marsel... dan sebelumnya, saya ingin meminta maaf atas insiden yang terjadi semalam."
Aku menyipitkan mata. "Insiden semalam?"
Marsel buru-buru memotong.
"Tuan...!"
Aku mengangkat tangan.
"Tenang, biarkan dia melanjutkan."
Alice pun menjelaskan.
"Semalam... akulah yang memimpin kelompok ekspedisi itu. Tapi aku hanya bertugas memandu perjalanan, bukan memerintahkan penyerangan."
"Jadi selain dirimu, tak ada yang tahu lokasi tempat ini?"
"Benar. Hanya saya yang mengetahuinya."
"Siapa yang mengirim kalian?" tanyaku kembali.
"Saya tidak tahu pasti. Tapi pasukan bayaran itu dikirim dari wilayah di utara Kekaisaran, tepatnya dari Kerajaan Granvahn."
"Utara Kekaisaran...? Granvahn?" Aku mengerutkan kening tanda kebingungan.
Marsel menambahkan, "Kerajaan Granvahn adalah bagian dari utara Kekaisaran yang sedang dalam konflik perang saudara. Provinsi Silva berusaha memisahkan diri dari dari pemerintahan. Konon, salah satu pangeran kaisar berhasil menjatuhkan gubernur disana dan kini menguasai wilayah itu."
"Kau tahu cukup banyak, Marsel."
Dia menggaruk kepala sambil tersenyum malu. "Itu hanya gosip pedagang."
Aku kembali menatap Alice. "Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Alice menunduk.
"Sebagai penebusan atas dosa saya, saya akan membantu Anda. Saya seorang penyihir dengan kemampuan mengirim pesan jarak jauh dan melacak lokasi dengan cepat."
Ia mengangkat tangannya dan memanggil seekor burung kecil bercahaya putih yang terbang secepat kilat.
Jadi ini alasan mereka bisa mengirim informasi dengan cepat.
Meski informasi darinya terbatas, setidaknya dia meyakinkan bahwa untuk saat ini, keberadaan kami belum tersebar ke dunia luar. Masih ada waktu untuk membangun kekuatan sendiri.
"Tuan Marsel, aku percayakan Alice padamu." pintaku sambil meliriknya tajam.
"Baik, Tuan Muda." jawabnya.
Keduanya pun pergi.
Aku kini harus fokus pada masa depan desa. Tapi satu hal masih mengganjal: untuk apa Kerajaan mereka mengirim tentara bayaran ke tempat terpencil ini? Apa mereka ada hubungannya dengan wilayah timur?
Ah, tak perlu kupikirkan sekarang. Yang penting adalah bagaimana caranya agar kami bisa hidup bebas tanpa penindasan dunia luar.
Aku berharap suatu saat nanti, desa kecil ini tumbuh menjadi kota besar yang menjadi pusat kekuatan dan ilmu pengetahuan yang mampu mengubah tradisi dunia ini.
itu typo ya, seharusnya seperti ini, aku ingin kita semua membangun sebuah desa di bagian sana atau belah sana
typo ya bang?
emosi nya masih belum terasa, itu membuat pembaca belum menghayati dan mengikuti alur secara mendalam. juga pacing nya terlalu cepat, transisi pergantian tempat dan juga suasana masih terlalu tiba-tiba, dari sampai, antri tiket, sampai gudang, dan juga pergantian siang ke malam terlalu tiba-tiba... jadi tambahkan sedikit emosi dibagian awal cerita agar pembaca memiliki kesan pertama yg bagus, juga pacing yang sedikit di perpanjang