Mengisahkan tentang Ling Yi, seorang gadis desa yang mendadak kehilangan kebahagiaannya akibat suatu bencana tak terduga.
Bukan karena musibah, melainkan karena peristiwa kebakaran yang di sengaja oleh pasukan jahat dari suatu organisasi rahasia.
Di saat itu pula, Ling Yi juga menyadari bahwa ia memiliki suatu keistimewaan yang membuat dirinya kebal terhadap api.
Malam itu, kobaran api yang menyelimuti rumah mungilnya itu akhirnya menjadi saksi bisu tentang kepedihan, kesedihan, kemarahan, serta kebencian yang memuncak dalam tekadnya untuk membalaskan dendam.
"Tidak bisa aku maafkan! Penderitaan ini, aku pasti akan mengingatnya seumur hidupku!"
"Akibat ulah mereka, aku sampai harus kehilangan ibuku, ayahku, tempat tinggal, serta semua harta bendaku,"
"Aku bersumpah! Suatu hari nanti, aku pasti akan menghabisi mereka semua dengan apiku sendiri!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SSERAPHIC, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka Yang Sebenarnya
Raja Xiao Wei hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban Xiao Feng. Sesaat kemudian, senyumannya tiba-tiba merekah untuk mengakhiri candaannya yang pura-pura memarahi sang putra.
"Kemarilah, putraku. Ayah ucapkan selamat, atas kepulangan dan juga keberhasilan kalian," ucap Raja Xiao Wei dengan lembut, sembari membuka kedua tangannya lebar-lebar.
Xiao Feng pun tersenyum tipis, lalu menghampiri dan melebur dalam pelukan sang ayah.
"Kerja bagus, Xiao Feng. Kamu hebat! Terima kasih karena telah berhasil mewujudkan keinginan ayah dan membawa paman Ling Chen kemari dengan selamat," tutur Raja Xiao Wei, dengan telapak tangan yang lembut membelai kepala putranya.
"Terima kasih kembali, ayah," jawab Xiao Feng tak kalah haru.
Di sisi lain, Yan Cheng justru lebih memilih untuk memalingkan pandangannya. Matanya menatap hampa ke hadapan, terkenang nasib malangnya yang kini sudah tak lagi memiliki sesosok orangtua di dalam hidupnya.
"Dia benar-benar beruntung," gumamnya dalam hati. "Xiao Feng... hidupnya benar-benar sempurna. Dia punya segalanya, dan dapat membahagiakan Ling Yi dengan sangat mudah. Sedangkan aku? Apakah aku benar-benar pantas untuk bersaing dengannya?"
Yan Cheng terus melontarkan isi kepalanya ke dalam hatinya, dan semakin di buat bingung dengan perasaan yang ia rasakan saat ini.
"Ngomong-ngomong, sejak kapan ayah ada di sini?" tanya Xiao Feng penasaran, sembari melepaskan pelukannya.
"Ayah sudah sampai di sini beberapa menit lebih awal sebelum kalian datang. Prajurit mengatakan bahwa kalian pergi menjalankan misi dan tak lama lagi akan kembali. Oleh karena itu, ayah memutuskan untuk tetap berada di sini dan menyambut kehadiran kalian," jawab Raja Xiao Wei jujur, dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajahnya.
"Oh... jadi begitu ya?" sahut Xiao Feng.
Raja Xiao Wei mengangguk. Pandangan matanya lalu tertuju pada Yan Cheng, pemuda dengan wajah yang masih terasa asing baginya.
"Ayah lihat-lihat, kalian berdua sudah mendapatkan sahabat baru, ya?" tanya Raja Xiao Wei, sambil terus memandangi Yan Cheng.
"Benar, Yang Mulia. Sekarang ini, dia juga telah menjadi sahabat kami, dan sudah begitu banyak membantu kami," sahut Ling Yi dengan ramah.
Yan Cheng akhirnya tersadar dari lamunannya, dan menyadari bahwa orang-orang tengah membicarakan soal dirinya. Ia kembali berdiri dan membungkuk hormat pada Raja Xiao Wei untuk memperkenalkan diri.
"Hamba Yan Cheng, Yang Mulia. Senang bertemu dengan anda," ucapnya dengan wajah datar yang menenangkan.
"Kami bertemu dengannya di saat kami terlibat dalam sebuah pertarungan melawan Malam Hitam untuk pertama kalinya. Di saat terakhir, ia muncul dan langsung membantu kami, membuat kami berhasil terselamatkan dari kekalahan," timpal Xiao Feng yang ikut memperkenalkan Yan Cheng pada ayahnya.
"Begitu rupanya. Ternyata kamu pria yang baik, ya? Senang berkenalan denganmu, Yan Cheng," jawab Raja Xiao Wei dengan senyumannya yang ramah.
Yan Cheng pun hanya tersenyum tipis, dan menunduk. "Terima kasih, Yang Mulia,"
"Akhh..." lirih Ling Chen tiba-tiba, yang langsung menghentikan upayanya untuk bergerak duduk.
"Ada apa, ayah? Bagian mana yang terasa sakit?" tanya Ling Yi penuh cemas.
"Tidak usah di paksakan, Ling Chen. Berbaringlah dulu," ucap Raja Xiao Wei yang semakin melangkah mendekatinya.
Di sisi lain, insting sang tabib lalu tiba-tiba aktif dan menaruh rasa curiga terhadap Ling Chen.
"Tuan, saya perhatikan, anda terus merintis kesakitan jika menggerakkan punggung anda. Ada apa? Bisakah anda menunjukkan punggung anda itu padaku?" pinta sang tabib dengan wajah seriusnya.
"Haha... tidak perlu, tabib. Aku baik-baik saja, sungguh," jawab Ling Chen sembari terkekeh mencari alasan palsu.
"Ada apa, ayah? Apa punggungmu terluka? Ayo tunjukkan pada tabib supaya ia bisa mengobatinya," celetuk Ling Yi untuk membujuk sang ayah.
"Tenanglah, Ling Chen. Aku mohon menurutlah padanya," bujuk Raja Xiao Wei, yang akhirnya berhasil menggoyahkan hati Ling Chen.
Ling Chen pun bergerak duduk dengan bantuan tabib, yang langsung bergerak membuka pakaiannya untuk mengecek langsung.
Dan ternyata, dugaan sang tabib memang benar. Secara mengejutkan, punggung Ling Chen yang telah terbuka kini menampakkan dengan jelas banyaknya bekas-bekas luka cambukan yang pernah ia terima.
Beberapa sudah mengering dan hanya tertinggal bekas, sedangkan beberapa lagi terlihat masih basah menandakan itu baru di dapatkan beberapa hari lalu.
"Ayah..." lirih Ling Yi menahan tangisnya, menatap sendu pada tiap-tiap goresan luka di punggung sang ayah.
"Ternyata ayah sengaja menyembunyikan ini dariku. Bodohnya aku yang tidak menyadari hal ini sejak awal,"
Sekarang barulah Ling Yi teringat, bahwa pada saat ia pertama kali bertemu dengan ayahnya, ayahnya terlihat menyandar miring pada tembok sebelahnya, bukan di belakangnya. Begitu pula saat ia tidur bersama dengan ayahnya. Bukannya terlentang, ayahnya justru setia tidur di sebelahnya dengan posisi miring menghadapnya.
"Benar-benar manusia tak bermoral! Berani-beraninya mereka melakukan hal seperti itu pada kalian!" ucap Raja Xiao Wei dengan geram setelah melihat punggung sahabatnya yang penuh luka.
Begitu pula Xiao Feng dan Yan Cheng ikut memasang wajah serius mereka. Perasaan mereka juga tak kalah geram dengan tangan yang sudah mengepal erat.
"Tenanglah, aku pasti akan mengobatinya. Luka-luka ini pasti bisa di sembuhkan dengan obat-obatan yang aku miliki," ucap sang tabib menenangkan mereka, sembari dengan sigap mengambil obat-obatan dari raknya, dan meletakkannya di atas nakas.
Dengan perlahan dan penuh ketelitian, ia pun mengoleskan ramuan herbal buatannya itu pada luka yang ada di punggung Ling Chen.
Sembari sesekali merintih perih, Ling Chen pun menatap wajah sang putri sambil terus berusaha tersenyum.
"Maafkan aku, ayah. Seharusnya aku menyadarinya sejak awal. Maafkan aku..." lirih Ling Yi dengan suara gemetar.
"Sudahlah, putriku. Tidak apa. Aku baik-baik saja," ucap Ling Chen dengan pandangan matanya yang sayu.
Ling Yi pun hanya bisa menatap sendu wajah sang ayah, sembari terus menemani di sisinya, yang kini tengah di obati oleh tabib.
Beberapa menit kemudian, sang tabib akhirnya selesai dengan kegiatannya. Keadaan pun kembali tenang. Ling Yi juga sudah menceritakan dengan perlahan tentang kejadian yang sempat membuat ayahnya muntah darah pagi tadi, dan menanyakan alasan mengapa hal itu bisa terjadi.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada ayahku, tabib? Mengapa tiba-tiba ia muntah darah? Dan mengapa tubuhnya semakin melemah sejak kejadian itu?" tanya Ling Yi penuh penasaran.
Sang tabib pun merenungkan sejenak tentang jawabannya, lalu mulai menjelaskan.
"Menurut pemeriksaanku, sepertinya, ayahmu telah kehilangan seluruh kemampuan khususnya, dan tidak akan bisa mengendalikan elemen api lagi untuk ke depannya," jawab tabib dengan penuh kehati-hatian.
"Apa?!"
🤗