NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjadi Sugar Baby Tuan Mafia

Terpaksa Menjadi Sugar Baby Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta Gloretha

'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa

"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.

Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.

"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."

Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.

"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"

**

Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

Setelah meninggalkan toko es krim, Sean mengajak Sean ke toko perhiasan.

Tatapan tajam Sean mengamati berbagai kalung yang dipajang dan tiba-tiba tertuju pada sebuah safir biru yang langsung menarik perhatiannya.

Sean pikir, pasti akan terlihat bagus jika kalung itu tergantung di leher gadis kecilnya.

Memberikan isyarat kepada penjual secara diam-diam... Sean mengatur agar barang itu dikirim ke alamatnya. Setelah melakukan pembayaran, alisnya berkerut, Sean bingung dengan tindakannya sendiri.

Kapan dirinya menjadi begitu lembut dan bahkan setuju membelikan hadiah untuk seorang gadis?

Matanya tertuju pada Sheilla yang tengah sibuk memandangi cincin berlian dalam lemari kaca pajangan dan dia tahu alasannya.

Gadis itu tanpa sadar telah mengubah sikapnya. Berkat Sheilla, Sean bisa menggoda dan berbicara lebih terbuka daripada biasanya. Sheilla bagaikan matahari yang menerangi kehidupan gelapnya.

Berjalan mendekati Sheilla, Sean mencondongkan tubuhnya ke dekat telinganya dan berbisik. "Ayo pergi. Atau kamu ingin aku membelikan mu cincin?"

Sheilla terlonjak kaget, merasa terkejut. Namun kata-kata pria itu terngiang-ngiang di kepalanya. "Tidak .....kenapa aku menginginkan cincin darimu?." Tanya Sheilla lalu terbatuk dan merasa canggung.

"Yah, kupikir sebagai sugar baby-ku, kamu pasti menginginkan belenggu atau semacamnya." Ia membiarkan kata-kata itu menggantung di udara dan meninggalkan toko itu dengan anggun sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

Tak bisa berkata apa-apa, Sheilla mengepalkan tangannya, mengangkatnya ke udara dan berpura-pura memukul Sean di belakang punggungnya.

Pria itu tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mengingatkan Sheilla tentang statusnya. Apakah pria itu mengisyaratkan apa yang akan terjadi malam ini? Sheilla memikirkan ketika bagaimana Sean membelikannya pakaian dalam, hatinya berdebar dua kali

**

Dalam perjalanan pulang, Sheilla merasa gugup dan gelisah. Ia terus memainkan jari-jarinya, menggigit bibir bawahnya, atau menggigit kukunya. Pada saat yang sama, butiran-butiran keringat membasahi dahinya seolah-olah ia baru saja berlari maraton.

Melihat kegelisahan di wajah Sheilla, Sean justru menganggapnya sangat menarik.

Sheilla berbeda. Kepolosannya yang murni membuat Sean ingin memilikinya.

Begitulah cara Sean tahu bahwa dirinya adalah kabar buruk bagi gadis polos itu. Sean akan menodai jiwa Sheilla yang cantik, meskipun gadis itu tidak menginginkannya.

    ***

Begitu memasuki halaman besar dengan penjagaan yang sangat ketat, mobil terparkir di depan pintu masuk mansion, Sheilla berlari keluar dari mobil dan naik ke atas.

Sheilla memasuki ruangan dan menutup pintu. Menyandarkan punggungnya ke pintu, dia menepuk dadanya, mencoba menenangkan dirinya.

Mengunci pintu tidak ada gunanya karena Sean masih bisa membukanya sendiri. Sheilla mendengarkan langkah kaki, tetapi tidak mendengar apa pun. Desahan lega keluar dari bibirnya ketika dia berpikir bahwa Sean tidak mengikutinya.

'Mungkin aku harus tidur lebih awal supaya pria gila itu tidak bisa melakukan apa pun padaku." Batin Sheilla.

Setelah menanggalkan pakaiannya, dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, Sheilla mengenakan bathrobe putih kecil yang telah disiapkan untuknya dan melilitkannya di sekujur tubuhnya, lalu mengikatnya.

Berjalan keluar kamar sembari mengeringkan rambutnya, dia berteriak keras saat mendapati Sean telah duduk di tepi tempat tidur.

    Pria itu...

Secercah nafsu terpancar melalui tatapan mata Sean, ketika pria itu menyapukan pandangannya ke seluruh tubuh Sheilla.

Sheilla menelan salivanya dengan susah payah, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. "Kurasa kamu harus pergi ke ruangan lain." Katanya tepat saat Sean berdiri dan mulai mendekatinya dengan perlahan-lahan.

"Benarkah?." Tanya Sean mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa, kalau boleh aku bertanya?" Sean melangkah maju, sementara Sheilla mengambil langkah mundur, tidak menyadari bahwa dirinya akan segera menabrak tembok.

"A... a-aku pikir, mmmmh!" sebelum Sheilla sempat menjawab, Sean tiba-tiba mendorongnya ke dinding dan menempelkan bibirnya ke bibir Sheilla, menciumnya dengan ganas.

Semua pikiran logis tiba-tiba lenyap. Ada sesuatu tentang cara Sean saat menciumnya yang membuat perasaan Sheilla ingin meleleh seperti lahar panas dalam pelukannya.

Dengan menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Sheilla, Sean menciumnya perlahan namun dalam.

Tangan kekarnya meraih simpul yang dibuat Sheilla pada bathrobe itu dan melepaskannya, membuatnya terbuka, membiarkan bagian depan Sheilla terekspos sepenuhnya agar mudah diakses.

Selama itu Sean tidak berhenti merusak bibir manis Sheilla. Menghisap, menggigit, dan menjilati bibirnya yang montok dan seksi.

    Sean bisa melakukan ini selama yang ia mau, memiliki bibir termanis yang pernah ia rasakan.

Sementara itu, rasa geli menjalar ke sekujur tubuh Sheilla.

    

    Gadis itu mendapati bahwa saat ciuman mereka semakin dalam, bagian bawah tubuhnya juga mulai berdenyut lebih cepat.

Jantungnya berdegup kencang dan ada rasa nyeri tumpul di sana. Dan entah mengapa, hal itu membuatnya ingin mendorong sesuatu ke sana untuk meredakannya.

Tiba-tiba, Sheilla merasakan sebuah tangan kekar mencengkeram dadanya yang penuh besar, membuat matanya terbuka lebar. Jantungnya berdebar kencang. 'Bagaimana keadaannya bisa sampai ke tahap ini?

Seolah merasakan kecemasannya, Sean meninggalkan bibir manis Sheilla dan berbisik dengan suara paraunya. "Tenang saja... Aku tidak akan melakukan apa pun yang tidak kamu inginkan."

Setelah mengatakan itu, Sean mulai meremas buah dada Sheilla dengan kasar, yang membuat gadis itu mendesah erotis. Sean kemudian menghujani ceruk leher Sheilla dengan ciuman ringan, menelusuri tulang selangkanya dengan bibirnya dan menciumnya sekali lagi.

Setelah cukup memperhatikan buah dada Sheilla, Sean menggeser tangannya ke bawah dan menangkup lipatan gua gadis itu, membuat Sheilla kembali membelalakkan matanya sekali lagi. Ia tersipu malu, meletakkan tangannya di dada bidang Sean, mencoba mendorong pria itu menjauh darinya, tetapi tiba-tiba tangan pria itu justru menyerbu tempat paling pribadi milik Sheilla, menusukkan satu jari ke inti tubuhnya yang panas, membuat Sheilla secara reflek melengkungkan punggungnya dengan tajam.

Tanpa memberinya waktu untuk bernapas santai, Sean menarik jarinya, yang telah dilumuri cairan yang keluar dari inti tubuh Sheilla, dan mulai menggosokkannya lagi pada tombol kenikmatan Sheilla dengan gerakan memutar.

Seolah-olah dia tersambar petir, Sheilla merasakan suatu guncangan mengalir melalui tubuhnya.

Sheilla berdiri dengan berjinjit dan memejamkan mata saat tindakan Sean tepat sasaran.

Bibir pria itu masih menciumnya dengan penuh gairah, serangannya menjadi lebih menuntut saat Sean menggulung lidah Sheilla dengan lidahnya sendiri.

Sembari mencengkram kemeja Sean dengan kedua tangannya, Sheilla memegangnya erat-erat untuk menyelamatkan kesadarannya saat dia merasakan tekanan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya di bawah sana. Namun itu menyenangkan, Sheilla hanya ingin berteriak keras, tetapi dia menggigit lidahnya.

Takut mengeluarkan suara-suara cabul.

Sean meninggalkan bibir Sheilla dan memerintah dengan nada rendah. "Jangan ditahan, kamu boleh suara itu."

"Ahhhhhhh!" Tanpa disadarinya, Sheilla akhirnya mengeluarkan erangan keras dengan gemetar dan kejang-kejang dalam pelukan Sean.

Dengan cepat, namun lembut, Sean menggendong Sheilla ala bridal style. Ia membawa Sheilla ke tempat tidur dan membaringkan gadis itu di sana, menatap matanya.

Pandangan ragu-ragu tampak di mata Sheilla. Ia belum siap, tetapi ia tidak tahu apakah dirinya bisa menghentikan Sean jika pria itu ingin melangkah lebih jauh saat ini.

Jantungnya hampir meledak karena debarannya. Dia memperhatikan dengan tenang saat Sean memasuki kamar mandi dan keluar beberapa detik kemudian, dengan handuk basah di tangan pria itu. Sean membantu membersihkan lipatan merah muda Sheilla, sementara panas menjalar ke pipinya.

Sheilla tidak berani menatap mata Sean.

Ketika dia mengira Sean akan menuntut lebih, pria itu kembali menutupi tubuh Sheilla dan mencium keningnya. "Tidurlah. Aku akan berada di ruang kerjaku."

Sheilla terkejut, paling tidak begitu. Namun, yang paling penting, dia tersentuh. Hatinya terasa hangat dan senang karena Sean menghormatinya.

Sembari tersenyum lebar, Sheilla meraih ponsel yang ia tinggalkan di meja samping tempat tidur dan menelepon Nina. Nina belum berbicara dengannya sejak panggilan terakhir.

"Hai... ratu mafia."

    Sheilla memutar matanya malas mendengar sapaan Nina. Ratu mafia apa? Dirinya hanya sugar baby bagi Sean!

"Hai, Nina.." sapanya namun Nina dengan cepat menyela.

"Ceritakan pada ku secara detail!."

Sheilla menggelengkan kepalanya dan melanjutkan untuk menceritakan kepada Nina semua yang telah terjadi di beberapa hari setelah pembicaraan mereka.

    "Menurutku Sean tidak buruk. Aku salah menilai dia." Tambah Sheilla

"Sudah kubilang! Ya ampun! Aku sangat iri padamu sekarang! Kuharap kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini, Sayang. Aku punya firasat hubungan kalian berdua akan berhasil."

"Baiklah, kita lihat saja nanti." Kata Sheilla terlihat malu-malu.

Wajahnya memerah ketika mengingat bagaimana Sean menyelipkan tangannya di lipatan guanya tadi dan betapa dirinya benar-benar menikmati sentuhan hangat pria itu

Setelah beberapa saat kemudian, panggilan telepon mereka terputus secara sepihak, Sheilla memutar ulang seluruh kejadian itu dalam pikirannya dan kemudian dia tertawa terbahak-bahak sendirian. Sheilla menarik selimut untuk menutupi wajahnya dan tertidur dengan senyum lebar di wajahnya.

1
Siti Aishah
good
Mimik Pribadi
Ayo donk thor,smangat up nya,aku tunggu kelanjutan nya,,,,☺️🤗
Mimik Pribadi
Hahaaa,,,Begitulah rasanya cinta Sean,untung yng kamu mkn es cream, jdi tidak seburuk kata perumpamaan yng mengatakan klo sdh cinta, tahi ayam pun serasa coklat Sean 🤣🤣🤣
Mimik Pribadi
Menarik,,,,aku suka ❤️
Jenny
baru nemu ceritamu kak, nyimak dulu yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!