Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Ke Pasar
"Ya sudah, kita berangkat dulu," pamit Wira kepada beberapa bidadari yang masih tinggal di rumah saat mereka hendak berangkat ke pasar.
Wira bersama tiga bidadari dan seorang wanita tua, berangkat menuju pasar yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah yang mereka tempati. Sedangkan empat bidadari lainnya, memilih bertahan di rumah bersama Kakek.
"Kakek mau ke belakang dulu ya? Mau potong kayu bakar," ucap Kakek kepada empat bidadari yang duduk di depan teras rumah. Sedangkan Wira dan yang lain kini sudah menghilang dari pandangan mata mereka. Empat bidadari yang ada di sana sontak mengiyakan ucapan sang Kakek.
"Kaki kamu bagaimana? Apa udah baikan?" tanya Dewi Merah kepada Dewi Kuning.
"Sudah lebih baik sekarang," jawab Dewi Kuning sambil memperhatikan kakinya yang terluka. "Udah agak kering, tidak seperti kemarin." Tiga bidadari yang ikut menatap kaki Dewi Kuning hampir mengangguk bersamaan.
"Syukurlah," ucap Dewi Merah. "Untungnya kita nginep lagi di sini. Jadi kita bisa sekalian menyembuhkan kaki kamu terlebih dahulu."
"Kira kira, kita disini berapa hari?" tanya Dewi Jingga. "Kita tidak mungkin menginap di sini terlalu lama kan?"
"Aku tidak tahu," jawab Dewi Ungu. "Tergantung Kang Wira juga. Kita kan saat ini hanya bisa berlindung sama dia. Untung dia bisa bela diri. Coba kalau Kang Wira bukan ahli bela diri, mungkin kita sudah celaka."
"Iya juga sih," ucap Dewi Jingga, lalu dia menatap Dewi Merah. "Oh iya, kamu kan udah mendapatkan kembali bulu Angsa Emas, kamu tidak ada niat kembali terlebih dahulu ke Langit? Terus, tadi kenapa kamu tidak ikut berkelahi? Kekuatan kamu pasti udah kembali, kan?"
Dewi Merah lantas tersenyum. "Emang aku setega itu? Kita itu pergi ke bumi bersama sama, jadi kita kembali ke langit juga harus sama sama. Mana mungkin aku pulang duluan. Lagian aku tidak mau ada manusia lain yang curiga. Cukup Kang Wira saja yang tahu kalau kita bukan manusia. Kekuatanku memang sudah kembali, tapi alasannya sama, aku tidak mau ada manusia yang tahu tentang kita."
"Wahh, setia kawan banget kamu," seru Dewi Ungu dengan wajah sumringah lalu dia memeluk Dewi Merah yang memang duduk di sebelahnya. "Tapi aku juga merasa kalau Kang Wira itu bukan manusia biasa loh. Aku perhatikan dari sikap dia sejak kemarin, Kang Wira bijaksana banget."
"Kalau aku sih tidak meragukan lagi," ucap Dewi Jingga. "Aku yakin, Kang Wira itu titisan Dewa. Dari wajahnya saja sudah kelihatan kalau dia bukan manusia biasa. Lagian, mana ada manusia yang mampu menaklukan Singa dan membuat binatang buas itu tunduk. Bukankah yang bisa membuat binatang buas tunduk itu hanya para Dewa?"
"Benar juga," ucap ketiga Dewi lainnya hampir bersamaan.
"Aku juga sama, mikirnya seperti kamu," sahut Dewi Kuning setelah selesai bergumam. "Saat Kang Wira tidur semalam, dia juga kelihatan sangat tampan. Aku aja lihat wajahnya betah banget. Jarang banget kan kita lihat Dewa tertidur, dan kalian tahu sendiri, dewa kalau sedang tidur, tampannya keterlaluan."
"Serius kamu?" tanya Dewi merah memastikan. Begitu Dewi Kuning mengiyakan, wajah Dewi Merah langsung berbinar. "Wahh, aku jadi penasaran. Aku pengin lihat juga."
Sama, aku juga," celetuk Dewi Ungu dengan antusias. "Apa lagi, kita memang tidak pernah melihat para Dewa tertidur. Mumpung ada kesempatan."
"Ya udah, kita kan saat ini sedang bersandiwara sebagai istri Kang Wira, bagaimana kalau kita bergantian saja tidur bersama Kang Wiranya?" usul Dewi Jingga, "Biar adil gitu. Jadi, kita tidak berebut.
"Aku sih setuju," ucap Dewi Merah. "Ya udah nanti, saat yang lain pulang, kita ajak mereka musyawarah juga. Mereka juga pasti penasaran pengin tidur satu kamar dengan Kang Wira," semua nampak setuju dengan usulan Dewi merah.
"Tapi semalam aku merasa ada yang aneh loh, pada tubuhku." ucap Dewi kuning lagi.
"Aneh gimana?" tanya Dewi Ungu.
"Gini, semalam, aku terbangun, tiba-tiba ingin buang air kecil. Setelah aku selesai buang air, dan aku kembali ke kamar, aku lihat, isi celana Kang Wira, kok aku merasa celah di bawah perutku ini berdenyut gitu."
"Yang benar?" tanya Dewi Jingga tak percaya.
Dewi kuning langsung mengangguk. "Karena aku belum ngantuk, aku mainkan punya Kang Wira. Eh dia malah ngompol."
"Hah! Ngompol gimana?" seru Dewi merah.
"Ya itu, mengeluarkan cairan, tapi warnanya putih dan sangat kental."
"Astaga! Jangan-jangan itu bukan air kencing?" terka Dewi Ungu.
"AKu juga mikirnya gitu, Masa Kang Wira udah gede masih ngompol? Karena aku penasaran, aku cium tuh bau airnya yang meleleh di tanganku. Eh, baunya beda, kaya aroma apa itu," mendengar kelanjutan cerita dari Dewi Kuning semua nampak terperangah.
Salah satu diantara merka bahkan melempar pertanyaan untuk memastikan. "Yang benar?"
"Serius, sama sekali tidak bau air kencing," ucap Dewi Kuning lagi "Punya Kang Wira besar banget dan panjang lurus loh."
"Hah!" pekik ketiga dewi secara bersamaan. "Besar dan panjang gimana maksudnya?" tanya Dewi Jingga semakin penasaran. Begitu juga dengan Dewi lainnya.
"Selama ini kan, kita hanya mendengar kalau milik para dewa itu besar dan panjang. Ternyata punya Kang Wira juga gitu. Kekar sekali!" ucap Dewi Kuning antusias.
"Serius? Kamu lagi tidak bohong kan?" Dewi Jingga kembali bertanya. Mendengar cerita Dewi Kuning yang sangat antuias, tentu saja semakin menambah rasa penasaran yang lainnya.
"Serius lah," jawab Dewi Kuning dengan sangat yakin.
"Wahh, aku jadi pengin lihat juga," seru Dewi Merah, dan dua dewi lainnya pun sama.
"Ya udah, kita gilir aja. Biar semua bisa melihat punya Kang Wira. Agar kita tidak penasaran lagi, gimana?"
"Setuju!"
Sementara itu, pria yang sedang menjadi bahan gosip, kali ini sudah berada di pasar. Wira begitu takjub dengan pasar yang dia datangi. Pemuda itu sungguh merasa sedang berada dalam film laga, yang dulu sering dia tonton di televisi. Pasarnya benar benar pasar jaman dulu sekali.
Kedatangan Wira dan para bidadari, menyita perhatian para pedagang dan pengunjung pasar. Tentu saja mereka menjadi pusat perhatian, karena, selain merasa asing, wajah dan penampilan mereka juga terlihat berbeda dari wajah para manusia yang ada di sana. Meski begitu, Wira dan yang lainnya berusaha bersikap biasa saja serta bersikap waspada juga.
"Kita cari apa lagi sekarang?" tanya Dewi Hijau. "Pakaian dan bahan makanan sudah dapat semua."
"Ya udah, kita lihat lihat dulu," ucap Dewi Biru. "Kali aja nanti ada barang yang ingin kita beli lagi."
Semua setuju. Mereka pun terus melangkah menyusuri pasar yang tidak terlalu luas. Di saat langkah kaki mereka tiba di depan sebua lapak, salah satu bidadari tak sengaja memandang ke arah sesuatu.
"Lihat itu, bulu angsa emas!" seru Dewi Nila.
... lanjut...lanjut trus...