Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana mereka
Setelah memberi Alia makan, Hanan meminta pada Bibik untuk menemani Alia sebentar karena dia ingin makan malam bersama kedua orangtuanya.
Saat Hanan hendak duduk, ia mendengar suara seorang wanita yang rasanya sudah tak asing lagi. Ternyata benar bahwa wanita itu adalah, Nova. Gadis yang selama ini ingin dijodohkan dengannya.
"Hai, Mas Hanan. Kapan pulang?" sapa wanita itu ikut duduk disamping Hanan.
"Baru tadi pagi sampai," jawab Hanan seperlunya saja.
"Aku turut prihatin ya atas meninggalnya anak kamu dan kondisi istri kamu sekarang," ucapnya dengan senyum yang sulit diartikan.
"Ya terimakasih," jawab Hanan singkat. Ia segera mengambil makanannya. Saat ingin menyuap, terdengar suara Bibik memanggil nama istrinya.
"Non Alia, jangan keluar, Non," seru Bibik sembari mengejar langkah Alia yang menuju ruang makan.
"Ssshhtt, diam diam! Bayi aku sedang bobok, kamu jangan berisik!" ucap Alia sembari meletakkan telunjuknya di bibir meminta Bibik untuk diam.
Orang yang ada di meja makan itu menjadikan bahan tontonan. Hanan segera menghampiri istrinya. Namun, saat ia ingin meraih tangan Alia untuk membawanya ke kamar. Tiba-tiba Alia berjongkok.
"Hanan, pipis, hehehe..." Wanita itu hanya tertawa cengengesan.
Seketika Nova berlari menuju wastafel untuk memuntahkan makanan yang ada di mulutnya.
Hanan segera menggendong istrinya untuk membawanya masuk kedalam kamar.
"Bik, biarkan saya yang akan membereskan. Tolong sediakan saja kain pel lantai dan sabunnya," ucap Hanan sembari berlalu.
"Hanan, lepaskan aku!"
BUGH! BUGH!
Alia kembali memukuli Hanan menggunakan boneka yang ada di tangannya. Pria itu membiarkan saja apa yang dilakukan oleh sang istri. Ia segera membawa Alia masuk kedalam kamar mandi.
"Ayo buka celana kamu," ucap Hanan membuka stelan piyama yang di kenakan oleh Alia.
"Nggak mau Hanan," tolak Alia masih memukul tubuh lelaki itu.
"Alia, ayo bersihkan dulu. Kamu harus ganti celana, ini sudah jorok," ucapnya masih memasok rasa sabar.
BUGH! BUGH! BUGH!
"Hanan, bodoh bodoh! Aku tidak mau!" pekiknya sembari memukul bertubi.
"Cukup Alia!" Hanan segera meraih boneka itu dan menyimpan kedalam lemari, lalu menguncinya.
"Hiks Hiks... Hanan jahat! Aku benci kamu," tangisnya sembari memukuli punggung Hanan dengan tangannya.
Hanan menghela nafas dalam sembari meraup wajahnya dengan pelan.
"Ayo Sayang, kita ganti celana dulu ya." Hanan mencoba membujuk.
"Tapi aku ingin anakku, Hanan," ucapnya dengan tangisan.
"Iya, aku akan memberikan padamu. Tapi, kamu harus ganti pakaian dulu."
Alia hanya mengangguk bak anak kecil yang dijanjikan dengan mainan kesayangannya. Setelah mengurusnya, Hanan segera memberikan obat agar sang istri segera istirahat, karena semenjak datang Alia belum tidur.
"Hanan, mana bayiku?" pintanya setelah mengganti pakaian dan duduk diatas ranjang.
"Minum obat dulu ya."
Lagi-lagi wanita itu menurut, setelah minum obat, Hanan kembali memberikan bonekanya.
"Ayo tidur sini," ucap Hanan sembari memukul sisi tempat tidurnya.
"Aku tidak mau tidur Hanan," rengeknya masih fokus dengan mainan yang ada dalam pelukan.
"Ayo tidurkan bayi kita disini, aku akan membantumu," bujuk Hanan sembari meraih tangan Alia untuk ikut berbaring.
Kini pasangan itu sama-sama berbaring saling berhadapan. Hanan menatap lekat wajah wanita yang telah ia rusak hidupnya. Hatinya perih melihat keadaannya. Sungguh ia tak menyangka bahwa mental Alia tak cukup kuat menghadapi cobaan hidup sehingga membuat jiwanya terguncang.
"Hanan, aku ngantuk," ucapnya masih membelai rambut boneka yang ada dalam pelukannya.
"Tidurlah, biar aku saja yang mengurusnya ya," jawab Hanan yang ikut membelai boneka itu.
Tak berselang lama Alia sudah terlelap karena obat tidur yang diberikan oleh Hanan. Dengan perlahan Hanan bangkit dan menyelimuti tubuh sang istri dengan nyaman. Dan tak lupa meninggalkan jejak sayang di keningnya.
"Tidurlah yang nyenyak Dek, berharap saat kamu bangun nanti bisa mengingat secara normal. Aku sangat menyayangi kamu," ucap Hanan sebelum beranjak keluar kamar.
Hanan kembali keluar kamar, rencananya ia ingin melanjutkan makan yang tadi sempat tertunda. Namun, sebelum itu ia membersihkan bekas urinasi Alia tadi. Pria itu membersihkan dengan telaten.
"Miris sekali nasib kamu Hanan, beginilah akibatnya melawan kehendak orangtua, jadinya kamu mendapatkan jodoh salah," ucap sang Papa yang telah berdiri dihadapannya.
Hanan menatap sejenak, lalu tersenyum senjang. "Hng! Tidak ada jodoh yang salah, Pa, mungkin Tuhan memberiku cobaan untuk menguji sebesar apa rasa cinta dan sayangku pada Alia," jawab Hanan tegas.
"Apakah kamu mencintai wanita kurang akal itu?" tanya lelaki baya itu kembali dengan senyum jahatnya.
"Jangan katakan istriku kurang akal! Alia hanya mengalami guncangan jiwa!" sentak Hanan tak terima.
"Ada apa ini? Kenapa kalian ribut?" ucap Mama menengahi perseteruan ayah dan anak itu.
"Tanyakan saja pada Papa, jika kehadiranku dan Alia dirumah ini tak diharapkan, maka malam ini juga aku bisa keluar dari rumah ini!" balas Hanan yang segera ingin beranjak, tetapi sang Mama menahan langkahnya.
"Hanan, tunggu dulu! Tolong jangan pergi dari rumah ini. Tolong maafkan ucapan Papa yang membuatmu tersinggung," ucap Mama memohon agar Hanan tak pergi.
Hanan hanya menghela nafas dalam, ia mencoba untuk bersabar. Hanan segera menuju kamarnya.
"Mas Hanan, nggak jadi makan?" tanya Nova yang berpapasan dengannya.
Hanan tak menjawab ia segera masuk kedalam kamar. Entah kenapa ia merasa tak nyaman dengan kehadiran Nova dirumah itu.
Sementara itu di kamar pasangan baya itu sedang cekcok mulut.
"Berapa kali aku katakan agar Papa sedikit bersabar. Jangan gegabah seperti ini. Kita akan menyusun rencana bagaimana caranya menyingkirkan wanita gila itu dari kehidupan Hanan," ucap wanita yang di panggil Mama oleh Hanan.
"Tapi aku sudah muak melihatnya, Evi, lihatlah anakmu itu seperti lelaki bodoh," sahut Bimo, yaitu ayah Hanan.
"Biarkan saja Pa, ini hanya untuk sementara waktu. Kita akan mendekatkan Nova dan Hanan kembali. Setelah Hanan merasa nyaman kembali, maka kita akan meminta mereka untuk menikah dan membuang wanita gila itu," jelas Evi meyakinkan suaminya.
Pagi ini Hanan menemui Hendra di RS. Ia meminta Hendra membantunya untuk mencarikan psikolog untuk Alia.
"Han, kenapa kamu memintaku untuk mencarikan psikolog? Bukankah kamu sendiri banyak kenalannya?" tanya Hendra sedikit heran.
"Aku sudah mencoba untuk meminta bantuan kepada mereka, namun mereka menolak untuk datang kerumah, aku ingin psikolog datang kerumah, dan bisa dijadikan teman untuk Alia. Jika kamu punya teman, aku akan bayar berapapun yang dia minta," ucap Hanan meminta bantuan sang sahabat.
"Baiklah, akan aku usahakan."
"Alhamdulillah, terimakasih kawan. Kamu benar-benar orang yang dapat aku handalkan." Hanan menepuk pundak Hendra dengan senyum menawan.
Setelah Hanan keluar dari ruangannya, kini Hendra termenung sendiri. Seketika dirinya ingat siapa yang bisa ia minta tolongi. Hendra menghubungi nomor seseorang yang sudah beberapa bulan tak ia hubungi.
"Assalamualaikum Mas Hen," jawab wanita di ujung sambungan.
"Wa'alaikumsalam, apa kabar kamu Resha?" tanya Hendra ber basa-basi.
"Alhamdulillah aku sehat, Mas, bahkan sangat sehat saat kamu menghubungi aku," jawabnya dengan tawa bahagia. Ya, begitulah wanita itu yang tak pernah bisa marah dan akan selalu bersikap manis pada lelaki yang masih sah sebagai suaminya.
"Syukurlah. Resha, apakah kamu sibuk?"
"Tidak, kebetulan waktuku luang. Ada apa Mas?"
"Aku ingin kita bertemu," ucap Hendra di ujung sambungan.
"Tumben banget, jangan bilang jika pertemuan kita kamu akan membahas perpisahan lagi. Jika itu benar, maka aku tidak akan mau datang," jelasnya dengan tegas.
"Tidak Resha, aku hanya rindu padamu," jawab Hendra yang membuat mata Resha membulat sempurna.
Bersambung....
Happy reading 🥰
fix no debat