Tragedi menimpa Kenanga, dia yang akan ikut suaminya ke kota setelah menikah, justru mengalami kejadian mengerikan.
Kenanga mengalami pelecehan yang di lakukan tujuh orang di sebuah air terjun kampung yang bernama kampung Dara.
Setelah di lecehkan, dia di buang begitu saja ke dalam air terjun dalam keadaan sekarat bersama suaminya yang juga di tusuk di tempat itu, hingga sosoknya terus muncul untuk menuntut balas kepada para pelaku di kampung itu.
Mampukah sosok Kenanga membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridwan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta tolong
"Bagus, kamu sudah mulai belajar pulang malam, habis dari mana kamu, ibu kamu sampai sakit lagi dan kamu tidak peduli" ucap Wisnu ketika Sigit sudah pulang dan masuk ke dalam rumahnya.
"Ibu sakit kenapa? Tadi pagi masih baik baik saja" tanya Sigit
"Dia menunggu kamu sampai tidak mau makan, apa kamu tega, bapak juga belum makan, Kenanga juga" jawab Wisnu
"Sigit akan mandi dulu, nanti kita makan sama sama" jawab Sigit yang tidak mau ibunya terus menerus sakit
Saat itu dia tidak melihat Kenanga karena dia sedang menemani Dasih di dalam kamar, Sigit harus bicara berdua dengan Kenanga bagaimanapun caranya, dia harus membuat Wisnu setidaknya menjauh dari Kenanga meski hanya satu jam, karena sejak Kenanga ada di rumah Wisnu lagi, dia tidak pergi kemanapun, seperti takut kalau sampai Kenanga pergi atau di ambil seseorang.
Ceklek.
"Bu, maaf Sigit pulang terlambat" ucap Sigit saat dia masuk ke kamar Wisnu dan mendapati Kenanga juga ada di sana sedang memijat kaki Dasih.
"Lihat Kenanga Sigit, dia mirip sekali dengan bi Putri, mirip Mina juga ibunya" ucap Dasih mengusap rambut Kenanga.
"Iya, lebih mirip Mbah Putri" jawab Sigit membuat Kenanga menunduk
"Bu, ayo makan, ini sudah malam kenapa ibu tidak makan?" tanya Sigit
"Bagaimana ibu bisa makan kalau kamu tidak ada di rumah, kamu tidak pernah pergi lama seperti hari ini Sigit. Jika itu masalah pernikahan kamu, ibu tidak keberatan kalau setelah menikah dengan Zainab kamu mau menceraikan dia, tapi jangan meminta untuk menikahi Kenanga" ucap Dasih
"Kenapa Bu?"
"Kenanga akan menikah dengan bapakmu, ibu menyayangi Kenanga sebagai saudari ibu yang sudah meninggal, jadi ibu tidak bisa menerima Kenanga jadi menantu ibu" jawab Dasih
Sigit hanya bisa mengepalkan tangannya dengan rahang yang sudah mengetat karena kesal, dia tahu itu pasti adalah siasat dari Wisnu dan Sigit semakin marah karena Dasih malah mendukung keinginan bejat Wisnu.
Dia menatap Kenanga yang hanya tertunduk saja dengan wajah datar, Sigit bisa merasakan ketidakberdayaan Kenanga yang sudah terikat dengan Wisnu karena paku yang tertancap di kepalanya. Tangannya terulur untuk mengusap rambut Kenanga, Sigit ingin menyampaikan kalau dia akan menolong Kenanga secepatnya.
Cup.
"Ayo makan"
"Sigit!" bentak Wisnu saat Sigit secara sengaja mengecup tangan Kenanga
"Sigit melihat tangan Kenanga merah pak, dia kelelahan, biarkan dia istirahat dulu" jawab Sigit menuntun Kenanga dan juga Dasih yang mengusap punggung Wisnu agar bersabar.
"Aku harus segera menikahi Kenanga, kalau bisa sebelum Sigit menikah dengan Zainab" batin Wisnu.
"Wah wah wah.. Dia mirip tuan Takur di film film India, jahat sekali sama anak sendiri tidak mau mengalah" gumam Sahara yang masuk ke rumah Wisnu.
Kalung Wisnu bersinar dan tiba tiba sosok kuda itu sudah ada di depan Sahara. Matanya merah menandakan kalau dia sedang marah karena Sahara datang seenaknya ke kediaman Wisnu.
"Siapa kamu?" tanya sosok itu
"Sahara tidak akan katakan nama Sahara" jawab Sahara ketus
"Ibunda sudah sebut nama Ibunda tadi" ucap Argadana menepuk jidatnya
"Hihihihi begitu ya, aduh, ibunda jadi malu malu kuda" jawab Sahara membuat dua anaknya tertawa terbahak bahak
Srak.
"Eits... Kami belum pasang kuda kuda kamu sudah menyerang seenaknya, itu curang, harus di kasih kartu kuning" gerutu Anggadana menghindar saat kuda itu melemparkan ludahnya.
"Ludahnya bisa buat panas dan kulit menghitam, hati hati, dia berbisa seperti ular" ucap Argadana
"Kalian urus dia ya, Ibunda mencium sesuatu yang mencurigakan" ucap Sahara
"Itu wangi rendang Ibunda" ucap Anggadana
"Iya, makanya Ibunda harus coba dulu, takutnya beracun, nanti Sigit mati kan bahaya" jawab Sahara yang sudah meneteskan liurnya.
Brak.
"Tidak ada yang bisa pergi kemanapun tanpa ijinku, termasuk kamu jin cantik" ucap kuda itu
"Jangan GeEr ibunda, masa ibunda GeEr sama kuda" ucap Argadana
"Ish.. Ibunda tidak GeEr ko" ucap Sahara tapi pipinya terlihat merona merah.
"Kuda, kenapa kamu mendukung kejahatan?" tanya Sahara.
"Namaku Gama, panggil dengan nama itu kenapa kalian masuk ke wilayahku tanpa ijin" tanya Gama
"Kami tertarik dengan energi seorang perempuan yang menempati raga orang lain" jawab Sahara
"Dia budak tuanku" jawab Gama
"Tapi dia tidak bersedia jadi budak tuanmu kan?" tanya Argadana
"Kamu benar, tuanku menggunakan mantra pengikat yang di masukkan ke dalam paku emas di kepala Kenanga" jawab Gama
"Lalu kenapa kamu malah mendukungnya, ini bertentangan dengan hukum alam kita kecuali kalau sosok Kenanga bersedia jadi budak Wisnu dalam tubuh orang lain" ucap Argadana
"Aku sudah terikat dengan kalung itu, itu adalah tempatku karena aku jin taklukan Jumadi, dan sekarang aku mengabdi pada Wisnu, jadi tugasku adalah melakukan perintah Wisnu sebagai tuan baruku dengan bayaran kambing hitam dan darah Ayam cemani" jawab Gama.
"Pantas saja, kamu juga jin taklukan, tidak bisa melawan ataupun menolak, kami minta satu hal padamu" ucap Anggadana
"Apa? Akan aku lakukan selama itu tidak membuatku dalam bahaya, lagipula aku tahu energi kalian lebih kuat dariku jadi aku tidak mau jadi jin bodoh, meskipun aku mempu melawan kalian bertiga, tapi tetap aku akan kalah" ucap Gama
"Ijinkan kami mengawasi Kenanga dan Wisnu, dan kalau kamu ingin bebas dari ikatan Jumadi, kami akan bantu, tapi harus ada kesepakatan" ucap Argadana
"Apa? Aku ingin pulang ke tempat asalku sejak lama, tapi aku ingin membawa Putri bersamaku, kalian bisa bawa arwah Kenanga bersama kalian" yang Gama
"Jangan halangi kami, dan kami buka jalanmu untuk pulang ke tempat asalmu kamu tidak perlu terikat lagi dengan kalung ataupun dengan Jumadi" jawab Argadana
Srak.
"Baiklah" jawab Gama mengalirkan darahnya di atas tangan Argadana begitupun sebaliknya.
"Apa ibunda sudah boleh keluar?" tanya Sahara
Ceklek.
"Pergilah cantik" jawab Gama membuka kembali pintu yang tadinya tertutup itu.
"Hihihi kalau Gandra di sini dia pasti memarahi mu" ungkap Sahara
"Kamu kenal Gandra Genderuwo genit itu?" tanya Gama
"Dia ayahanda kami, dan yang kamu panggil cantik itu adalah ibunda kami, Istri dari raja Gandradana" jawab Argadana
"Begitu rupanya" gumam Gama
"Kamar Kenanga ada di samping kamar Wisnu, dia sengaja menempatkan Kenanga di kamar itu agar bisa dia pantau dan akan masuk ke kamar itu saat malam hari" ungkap Gama
"Ngapain?" tanya Anggadana
"Jangan kepo, kata papa selain urusan kamar, kita boleh ikut campur, tapi kalau sudah di dalam kamar, itu urusan ibunda" jawab Argadana
"Aku harus kembali ke kalung Wisnu sebelum Jumadi menyadari aku berkhianat padanya" ucap Gama dan kedua anak Sahara mengangguk.
"*Sigit, Sahara minta rendang untuk Dimas juga, kasihan Dimas hanya makan telur dadar" bisik Sahara*
Sigit yang sedang makan langsung memisahkan satu mangkuk rendang dan memasukkan itu ke dalam kotak bekal yang dia ambil di dapur.
"Ini untuk Sigit bawa besok ke kebun Bu, Sigit tidak mau kehabisan, sering di makan pak Burhan" jawab Sigit
"Kan masih bisa buat lagi" ucap Wisnu
"Tidak mau pak, Sigit mau yang ini" jawab Sigit
"Kenanga, simpan ini ke kamarku" ucap Sigit
"Baik mas" jawab Kenanga
"Jangan panggil Sigit mas, panggil namanya saja, kamu kan akan menikah dengan mas Wisnu, mas Wisnu yang harusnya kamu panggil mas" ucap Dasih
"Sudah terbiasa panggil mas Bu" jawab Kenanga
"Tidak apa apa Bu, lagipula masa idah Kenanga masih empat bulan lagi, apapun bisa terjadi" jawab Sigit langsung di tatap Wisnu.
Wisnu tidak memikirkan hal itu, padahal waktu empat bulan terlalu lama untuk Wisnu yang tidak sabaran, apalagi dia sangat ingin punya anak dari Kenanga yang pastinya akan membuat kehidupannya semakin sempurna.
"Sstt.. Kamu bisa lihat Sahara tidak?" tanya Sahara saat Kenanga berjalan masuk ke kamar Sigit dan menyimpan kotak bekal yang *dia bawa di atas meja*.
"Kenanga, Sahara ini orang... Eh jin baik loh, kamu tidak mau berkenalan dengan Sahara?" tanya Sahara terus mengikuti Kenanga yang *seperti tidak melihat Sahara*
"*Aduh, bagaimana ini, dia tidak melihat Sahara, tapi tidak mungkin dia tidak melihat Sahara yang cantik dan aduhai ini" gumam Sahara*
Sahara yang penasaran terus memperhatikan setiap gerakan Kenanga yang juga membereskan kamar Sigit, mulai dari menyimpan handuk ke jemuran dan memasukkan pakaian kotor ke keranjang, sampai perhatian Sahara tertuju pada paku di kepala Kenanga yang tertutup rambutnya.
"*Aakhhhh*!"
"*Ko panas ya pakunya" gumam Sahara saat memegang paku kenanga*
"*Tolong aku, aku tidak bisa berkomunikasi dengan kamu secara langsung, hanya bisa berpura pura tidak bisa melihat kamu" isi tulisan yang di tulis Kenanga dibuku Sigit*.
kenanga tutut blasa mu aq mah hayok
menarik di awal bab