NovelToon NovelToon
Selenophile

Selenophile

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Time Travel / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai / Healing / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:890
Nilai: 5
Nama Author:

Rasanya sangat menyakitkan, menjadi saksi dari insiden tragis yang mencabut nyawa dari orang terkasih. Menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana api itu melahap sosok yang begitu ia cintai. Hingga membuatnya terjebak dalam trauma selama bertahun-tahun. Trauma itu kemudian memunculkan alter ego yang memiliki sifat berkebalikan. Kirana, gadis yang mencoba melawan traumanya, dan Chandra—bukan hanya alter ego biasa—dia adalah jiwa dari dimensi lain yang terjebak di tubuh Kirana karena insiden berdarah yang terjadi di dunia aslinya. Mereka saling Dalam satu raga, mereka saling menguatkan. Hingga takdir membawa mereka pada kebenaran sejati—alasan di balik kondisi mereka saat ini. Takdir itu memang telah lama mengincar mereka

Perjalanan Panjang Kirana

Beberapa hari kemudian, Kirana dan Mita sudah bersiap untuk meninggalkan Langgar Suci. Kepergian mereka diantar langsung oleh Empu Agung dan juga sahabat yang selama ini selalu menemani Kirana. Siapa lagi kalau bukan Aria dan Lima.

Pagi itu, udara terasa segar dan sekeliling Langgar suci dikelilingi oleh kabut putih. Meski hawa dingin menjadi pengiring, namun semangat Kirana maupun Mita tak luntur sedikit pun.

Sebelum benar-benar pergi meninggalkan Langgar Suci, mereka berkumpul di halaman yang senantiasa dipenuh. Saat itu, Empu Agung terlihat sedang memimpin doa, memohon perlindungan dan keberkahan untuk Kirana dan Mita selama perjalanan. Doa tersebut mengalir dengan khidmat, menciptakan atmosfer yang penuh keberkahan.

Setelah doa selesai, Mita memeriksa beberapa barang dan kebutuhan yang telah mereka siapkan selama perjalanan berlangsung. Dia harus memastikan bahwa segala sesuatunya dalam kondisi baik dan cukup untuk mendukung selama perjalanan menuju lereng gunung Sembara--baik saat berada di lereng gunung maupun saat kembali ke Langgar Suci.

Dengan penuh rasa syukur, Kirana dan Mita melepaskan diri dari kehangatan Langgar suci, mengawali perjalanan mereka dengan langkah yang penuh keyakinan. Pergantian babak hidup yang baru tampak menguar bersama dengan doa serta dukungan dari Empu Agung dan orang-orang yang tinggal di Langgar Suci.

Kirana tidak tahu berapa hari perjalanan ini akan memakan waktu, namun dia sudah memutuskan dengan tekad yang mantap, untuk menikmati setiap momen selama menempuh perjalanan yang panjang ini.

Sejujurnya, ini adalah pengalaman pertama Kirana menjelajahi hutan rimbun, melalui sungai yang deras, dan kadang melintasi Lembah yang hijau subur. Dia menikmati setiap perjalanan dengan hati yang puas, karena selalu ada hal-hal menarik yang ditemui sepanjang perjalanan. Bahkan ajaibnya lagi, dia bisa merasakan energi alam di sekitarnya memberikan dampak positif.

Singkat cerita, sudah tiga hari Kirana dan Mita melakukan perjalanan menuju lereng gunung Sembara. Mereka tidak khawatir sama sekali dengan perbekalan yang ada, karena semuanya sudah diperhitungkan dengan matang. Apalagi Mita-dengan pengalamannya selama ini--memiliki kemampuan hidup di alam bebas dengan baik. Lebih tepatnya, Mita selalu mencari sumber makanan yang dihasilkan oleh alam secara langsung, seperti buah-buahan hutan, jamur atau bahkan hewan mamalia yang melintas di hadapan mereka. Hal ini cukup efisien dilakukan, karena bisa menghemat perbekalan yang mereka bawa.

Ketika malam tiba, Mita tidak ingin mengambil resiko dan memutuskan untuk membuat perkemahan sederhana di bawah bintang-bintang yang bersinar. Mita selalu cekatan pada semua yang dikerjakannya, dan hal itu menimbulkan kekaguman dalam diri Kirana.

Bagaimana tidak, baru pertama kali ini Kirana melihat seorang gadis bisa melakukan semuanya sendiri. Mulai dari mendirikan perkemahan sampai membuat api unggun yang hangat. Kirana juga ingin ikut membantu, tetapi Mita hanya mengizinkannya untuk memasak saja.

Selesai menyantap makan malam, biasanya mereka berbaring di atas tikar yang dingin, sambil memandang ke hamparan langit yang luas, dengan rembulan dan bintang sebagai lenteranya.

"Bagaimana bentuk langit di duniamu, Kirana?" tanya Mita penasaran. Dia sudah tahu mengenai kisah hidup Kirana, Empu Agung sudah menceritakan semuanya pada Mita, dan dia bahkan berjanji akan menjaga Kirana dengan taruhan nyawanya sendiri.

Kirana yang duduk di sebelah Mita tampak mengangkat kepala, memandang ke arah langit yang begitu indah. "Langit di tempatku berasal juga sama indahnya dengan langit yang ada di sini."

"Kamu pasti merindukan keluargamu, ya, Kirana," tanya Mita lagi, suaranya pelan dan hati-hati.

Wajah Kirana mendadak lesu mendengar perkataan Mita yang mengingatkannya kepada keluarganya nan jauh di sana. "Aku sangat merindukan mereka, Kak Mita. Sebelum berada di dunia ini, aku hidup hanya untuk diriku sendiri. Aku terlalu larut dalam kesedihan, penyesalan, dan juga keinginan untuk mati."

Kirana mengembuskan napas dengan kasar. Dadanya terasa sesak mengenang sosok Lauri dan juga Sandra yang banyak menderita. Sekarang, dia menyadari alasan keadirannya di dunia ini, salah satunya adalah untuk memberikan pelajaran dan juga menyadarkan Kirana bahwa dia harus lebih menghargai orang-orang di sekitarnya serta tidak terus-menerus hidup dalam penyesalan. Terutama Lauri, selama ini dia telah banyak berkorban untuk keluarganya. Di usianya yang tidak lagi muda, kakaknya itu, harus menggantikan posisi orang tua sekaligus tulang punggung keluarga.

***

Keesokan paginya, Kirana dan Mita melanjutkan perjalanan menuju ke lereng gunung Sembara. Langit yang cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, angin bertiup kencang, dan gemuruh petir menggelegar di kejauhan.

"Kita harus mencari tempat berteduh segera," ujar Mita untuk tidak melanjutkan perjalanan, matanya mencari-cari lokasi aman di sekitar mereka.

Kirana mengangguk, mengikuti langkah cepat Mita sambil sesekali memandangi langit yang semakin gelap. "Lihat, ada goa di sana!" seru Kirana, menunjuk ke arah sebuah bukit kecil.

Setelah sampai di goa, mereka mulai mengumpulkan ranting kayu untuk bahan bakar api unggun. Kirana membantu Mita dengan cermat, memilih ranting-ranting yang kering dan mudah terbakar. Saat hujan mulai turun, mereka segera bergegas masuk ke dalam goa.

"Sepertinya, hujan akan turun lama," terka Mita sambil memandang gumpalan awan yang menghitam di langit dari pintu goa. "Sambil menunggu reda, sebaiknya kita beristirahat dulu dan mulai menyiapkan makan siang." Mita mengeluarkan alat memasak dari ranselnya dan mulai menyusun batu untuk membuat tempat api unggun.

Kirana tidak ingin terus menyusahkan Mita. Akhirnya, dia mulai belajar untuk menyalakan api dengan hati-hati, dan menjaganya agar tidak padam.

Setelah makan siang lewat, mereka duduk di dekat api unggun, mendengarkan suara hujan yang mengguyur deras di luar. "Kak Mita, apakah menurutmu kita bisa melanjutkan perjalanan dalam kondisi seperti ini?" tanya Kirana, sedikit cemas.

"Kita tunggu sampai hujan reda. Perjalanan akan lebih sulit, tapi kita bisa melakukannya," jawab Mita dengan penuh keyakinan.

Setelah hujan mulai reda, mereka bersiap-siap untuk meneruskan perjalanan kembali. Medan yang akan ditempuh menjadi lebih sulit karena jalan setapak dan bebatuan yang licin sehabis diguyur hujan. Mita sangat menjaga Kirana dengan hati-hati, matanya selalu waspada terhadap jalan di depan mereka. Kirana merasakan kekhawatiran tumbuh dalam dirinya, namun melihat ketenangan dan fokus Mita, dia mencoba menenangkan diri.

Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah jembatan kayu yang melintasi sungai yang semakin deras. Mita memandang jembatan tersebut dengan saksama, memastikan apakah akan aman melintasinya atau tidak.

"Mita, apakah kita bisa melintasi jembatan ini?" tanya Kirana, ekspresinya mencerminkan kekhawatiran.

Mita mengerutkan kening, mengamati jembatan yang tampak rapuh. "Ini terlihat agak rapuh, tetapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus melintasinya dengan hati-hati. Kalau kita melewati jalan lain, kita harus memutar lebih jauh."

Kirana menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatasi rasa takutnya. "Baiklah kalau begitu. Ayo, kita lakukan bersama-sama."

Mereka melangkah hati-hati di atas jembatan yang goyah, sementara suara sungai deras di bawah mereka semakin keras. Setiap langkah diambil dengan penuh perhatian, namun ketegangan terasa memenuhi udara. Tiba-tiba, sebilah pijakan kayu di jembatan yang mereka lintasi itu patah, membuat Kirana tergelincir seketika.

Kirana menjerit, tangannya terayun mencoba mencari pegangan. "Kak Mita!"

Bersambung

Selasa, 30 Agustus 2025

1
Zeepree 1994
bagus ceritanya makin bikin penasaran, semangat ka author semoga rame yang mampir baca
Ismi Muthmainnah: Aamiin. Terima kasihhh💐
total 1 replies
Zeepree 1994
assalamualaikum ka othor semoga sukses ya ceritanya, aku izin baca ya Thor
Ismi Muthmainnah: Wa’alaikumussalaam. Terima kasih sudah tertarik buat baca dan kasih like juga😇 Aamiin, semoga ceritanya menghibur yaa🌹
total 1 replies
MARQUES
lanjutkan terus thor nulis novelnya kalau bisa bikin novel romansa fantasi aja terus tapi bikin nagih dan MC cewenya ga gampang luluh sama cowo🙏😄
Ismi Muthmainnah: Iya nih kak😂😭😭 Makasih banget yaa udah kasih masukan. Lumayan juga menurutku fantasi bangun wordbuldingnya
total 3 replies
Ismi Muthmainnah
Ini cerita pertama aku setelah hiatus lama. Selamat menikmati bagi yang suka cerita fantasi transmigrasi, tapi halal🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!