Sahara tak pernah menyangka akan pernyataan cinta Cakra yang tiba-tiba. Berjalan bersama komitmen tanpa pacaran, sanggupkah mereka bertahan di atas gempuran hubungan rumit kedua orang tua Cakra dan Sagara yang ternyata adalah ayah kandung Sahara.
Apakah Cakra dan Sahara akan bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Misi baru
Setelah memastikan Om Sagara hilang dari pandangannya. Cakra melesat ke depan rumah, memarkirkan motornya dengan tergesa lalu menyusul Kinanti masuk. Wajahnya ditekuk, muka masam khas kesal meski Cakra berusaha tak memperlihatkannya di hadapan Kinanti.
"Cakra udah pulang? Kenapa mukanya ditekuk gitu sayang?" tanya Kinanti dengan kening mengkerut.
"Udah, Ma." Cakra salim, lalu menghempas tubuhnya kasar ke sofa.
"Mama dari mana? kenapa bisa diantar Om Sagara?"
Glek...
Kinanti gelagapan, "tadi ada janji temu sama klien," seru Kinanti.
Cakra semakin mengkerutkan dahi, kenapa kebetulan alasan mereka bisa sama? Sama-sama bertemu klien? Apa orang tua memang hobi menutup segala sesuatunya dari anak.
"Mama jangan deket-deket sama Om Sagara!"
"Kenapa?" tanya Kinanti tak mengerti. Sebab, Kinanti belum tahu kalau Sahara sebenarnya adalah putri kandung Sagara.
"Ya karena Om Sagara itu atasan papa, kalau mama mau nikah lagi sama cowok lain saja," seru Cakra. Lalu meninggalkan Kinanti begitu saja yang terbengong karena ucapannya.
"Nikah lagi? Siapa yang mau nikah lagi? Pikir Kinanti. Merasa ada yang tak beres dengan putranya gegas ia menyusul Cakra yang sudah masuk ke dalam kamar.
"Kamu kenapa sih? Kenapa jadi mikir yang enggak-enggak sayang?" tegur Kinanti.
"Bukan kenapa. Aku cuma nggak mau mama deket sama Om Sagara apalagi sampai jalan bareng kaya tadi. Mama kan bisa kirim pesan Cakra kalau butuh di jemput," kesal Cakra.
"Astaga, Om Sagara cuma ngasih tumpangan. Nggak lebih!"
"Ngasih tumpangan sampai harus bohong ke anak. Jangan-jangan Om Sagara memang ada niat mau balik ke mama..." Cakra semakin curiga.
"Cakra kamu jangan mikir yang aneh-aneh. Mama sudah tua untuk menikah lagi dan kamu harus paham akan hal itu. Kalau masalah kamu nggak suka mama bareng Om Sagara mulai besok mama akan hubungi kamu kalau butuh jemputan. Lagian mobil mama tadi itu mogok dan dibawa ke bengkel karena kebetulan Om Sagara lewat dan nolongin," kesal Kinanti seraya menjelaskan panjang lebar ke Cakra.
"Tapi tetap saja itu bukan alasan yang tepat buat Om Sagara bohong ke Sahara. Mama tahu, masa Sahara yang jemput Papa," dumel Cakra masih belum terima.
"Harusnya papa itu jemput anaknya, bukan malah jemput anak orang. Ya walaupun itu Sahara."
"Sahara? Maksud kamu? Sahara disini?"
"Ya disini kan emang Om Sagara orang sini, jadilah ikut papanya."
Kinanti malah duduk dan tersenyum, "itu artinya bisa dong ajak Sahara main kesini? Mama kangen."
"Apaan sih ma kok jadi kangen Sahara, kesel nih."
Kinanti terkekeh, "namanya jugaa calon mantu. Udah ah kalau tahu Sahara anaknya Om Sagara tadi juga sekalian jemput aja gitu biar mama ketemu sama Sahara."
"Hm, yaudah kapan-kapan mama jemput aku aja!" usul Cakra.
"Emang gak malu anak abege dijemput mama, yang ada kamu diledek habis sama Rival."
Cakra terdiam, ada benarnya juga omongan mamanya. Selama ini tak pernah sekalipun Cakra dijemput Kinanti di sekolah. Yang ada wajah datar khas kulkasnya bisa diragukan cewek-cewek pelita harapan.
"Yaudah mama jemput Sahara minta izin sama om Saga buat ajak pulang kesini," usul Cakra.
"Oke deh, demi anak mama."
Tok tok tok...
Ketukan pintu terdengar dari luar. Kinanti dan Cakra mengernyit, penasaran siapa yang datang siang begini. Bukankah ini jamnya tidur siang.
"Kamu buka pintu gih," seru Kinanti. Tapi karena melihat Cakra masih menggunakan seragam sekolah lantas urung.
"Biar mama aja deh, kamu ganti baju."
Kinanti melenggang pergi, menuju pintu depan.
Ceklek...
Tubuhnya diam terbengong juga terkejut dengan sosok yang saat ini berdiri di ambang pintu.
"Mas Lendra?"
Lamunan Lendra buyar, ia sempat terkesima dengan wajah Kinanti yang akhir-akhir ini semakin terlihat cantik.
"Ah iya maaf, boleh masuk?" tanyanya.
"Ada perlu apa ya, Mas?" Kinanti sungguh tak enak membiarkan Lendra masuk.
"Di teras aja gimana?" tawar Kinanti, "rumahnya berantakan." Sambungnya lagi sebelum Lendra berfikir yang tidak-tidak.
Lendra mengangguk, menyodorkan dua box makan siang yang ia beli dari restorant sebelum datang kesini.
"Cakra mana?" tanya Lendra.
"Kalau begitu aku panggil sebentar." Kinanti masuk dan kembali keluar dengan minuman di nampan.
"Diminum, Mas! Bentar lagi Cakra keluar," seru Kinanti. Benar saja, Cakra keluar dengan pakaian santainya lalu menghampiri Lendra dan salim sebelum duduk.
"Cakra, Papa minta maaf," seru Lendra tiba-tiba.
"Untuk apa, Pa?" tanya Cakra tak mengerti.
"Karena tadi papa jemput Sahara, dibanding kamu. Papa merasa bersalah, karena..."
"Aku seneng papa jemput Sahara," potong Cakra.
"Aku lebih khawatir Sahara pulang sendiri dari pada aku lihat Papa jemput Sahara. Lagian kan aku dan Sahara,---"
Lendra menatap Cakra mengernyit, Kinanti pun menunggu kalimat lanjutan Cakra meskipun ia sudah tahu jawabannya.
"Sangat dekat, Pa!"
Lendra manggut-manggut, lalu menoleh pada Kinan.
"Kinan, apa kamu mau kembali ke rumah?"
"Maksud Mas Lendra?" tanya Kinanti.
"Maksud Papa?"
"Rumah itu kan milik kalian, aku rasa kalian lebih pantas tinggal disana. Untuk semuanya, gaji pelayan dan lainnya biar aku yang nanggung. Sebenarnya sudah dari kemarin-kemarin aku pengen bilang," jelas Lendra.
"Tapi Mas, bukannya kekasihmu tinggal disana?" tanya Kinanti tanpa filter.
Cakra yang tahu soal asmara papanya bersama selingkuhan yang telah lama kandas hanya bisa diam tanpa berniat ikut menjelaskan.
Cakra jadi berandai, andai mereka balikan tapi mungkin akan sulit rasanya bagi mama.
"Aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Areta. Jadi, aku mohon kalian tinggal disana. Aku lebih tenang kalau kamu dan Cakra tak menolak."
"Terus papa tinggal dimana?"
"Ayolah pa, ajak mama balikan," batin Cakra.
"Papa tinggal di rumah Oma. Kalau kamu ada waktu, bisa menginap disana. Oma kangen sama kamu," serunya pada Cakra.
Kinanti hampir lupa kalau Mas Lendra masih memiliki orang tua. Setelah satu jam lebih, Lendra melihat jam di pergelangan tangannya lantas pamit.
"Pak Saga pasti mencariku," pamitnya pada Cakra dan Kinan. Lalu tangan kekar itu mengusap lembut rambut Kinan.
"Aku pamit."
Diangguki oleh Cakra dan Kinan.
"Cie ehm," deheman Cakra berhasil membuat pipi Kinanti kian merah. Padahal jika dipikir, ia sudah berumur hampir kepala empat tapi masih saja merona kala menyikapi perlakuan Lendra.
"Balikan Ma, balikan!"
"Apa Cakra," desis mamanya melengos masuk layak abg jatuh cinta lagi. Nyatanya meski berpisah sampai saat ini perasaannya masih utuh untuk Lendra. Sejak dari pria itu memeluknya kala patah ditinggal Sagara.
"Gak semudah itu balikan Cakra, mama sama papa itu udah cerai." Batin Kinanti yang sebenarnya menyesal telah berpisah dengan Lendra.
Cakra hanya bisa memperhatikan tingkah sang mama yang mendadak kekanakan. Dalam hati ia bertekad akan membuat mereka kembali bagaimanapun caranya, toh mereka bukanlah pasangan cerai dengan talak tiga.
Dengan keyakinan ia searching goo gle untuk mencari tau tata cara rujuk, seingatnya sang mama masih dalam masa iddah yang artinya kemungkinan rujuk masih bisa terjadi.
Cakra jadi lebih semangat lagi menyatukan mama dan papanya. Sepertinya ini akan jadi misi baru Cakra sebelum Om Sagara berniat mengejar sang mama.