Kim Min-seok siluman rubah tampan berekor sembilan, yang sudah hidup lebih dari 1000 tahun,Kim Min-seok hidup dengan menyembunyikan identitasnya sebagai seekor gumiho,Ia berkepribadian dingin dan juga misterius.
Dirinya menjalin hidupnya dengan kesepian menunggu reinkarnasi dari kekasihnya yang meninggal Beratus-ratus tahun yang lalu.
Kim Min-seok kemudian bertemu dengan Park sung-ah mahasiswi jurusan sejarah, saat itu dirinya menjadi dosen di universitas tersebut.
Mereka terjerat Takdir masa lalu yang mempertemukan mereka, mampukah Kim Min-seok mengubah takdir tragis di masalalu yang terulang kembali di masa depan.
apakah kejadian tragis di masalalu akan kembali terjadi kepada dirinya dan juga kepada park sung-ah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heryy Heryy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
༿BAB༌༚18
Pagi tiba dengan perlahan, membawa cahaya lemah yang menyebar melalui dedaunan pohon di puncak bukit Bukhan.
Suara burung yang kicau mulai terdengar, menggantikan keheningan malam yang panjang.
Para mahasiswa dan mahasiswi mulai terbangun dari tidur mereka, merentangkan tubuh yang kaku dan mengeluarkan hembusan nafas yang lega.
Mereka semua tahu bahwa hari ini adalah hari yang spesial—hari di mana gerhana Matahari total akan terjadi, sebuah peristiwa alam yang jarang muncul dan selalu dinanti-nanti oleh banyak orang.
Park Sung-ah terbangun dengan terkejut, ingatan tentang malam sebelumnya masih terngiang-ngiang di benaknya. Dia melihat Yoo In-a yang masih tertidur di sebelahnya, lalu memutar kepala untuk melihat ke luar tenda.
Cahaya pagi sudah mulai masuk, dan dia bisa mendengar suara teman-temannya yang mulai berkumpul di sekitar area kemah. Dia merasa sedikit pusing dan lelah, tapi juga penuh dengan keinginan untuk melihat gerhana Matahari yang akan datang.
Dia berdiri perlahan, menyusun alas tidur dan menyimpan selimutnya ke dalam tas. Dia mengenakan baju hangatnya, lalu membuka pintu tenda. Udara pagi terasa segar dan sejuk, dan dia bisa melihat matahari yang mulai terbit di ufuk timur, menyebarkan cahaya oranye yang indah.
Beberapa mahasiswa sudah mulai memasak sarapan—bau roti panggang dan telur orak-arik menyebar di udara, membuat perutnya bergemuruh.
"In-a, bangun ya! Pagi sudah, dan kita harus bersiap melihat gerhana!" panggil Sung-ah dengan suara yang lemah, menggoyangkan bahu In-a yang masih tertidur.
In-a membuka mata dengan lambat, mata dia masih kabur karena tidur. "Wah, sudah pagi? Gerhana akan mulai kapan ya?" tanya dia dengan suara yang serak, merentangkan tubuhnya.
"Saya dengar akan mulai sekitar jam sembilan pagi, dan gerhana totalnya sekitar jam sepuluh. Kita harus mencari tempat yang bagus untuk melihatnya, agar tidak terhalang oleh pohon," jawab Sung-ah, tersenyum melihat wajah In-a yang masih mengantuk.
Sementara itu, Kim Min-seok berdiri di sudut yang sunyi, memandang langit yang mulai cerah. Matanya terlihat waspada dan penuh dengan kekhawatiran. Dia sudah tahu sejak lama bahwa hari ini akan terjadi gerhana Matahari total.
Dan dia juga tahu apa yang itu berarti untuknya—sebagai gumiho yang mendapatkan kekuatannya dari energi matahari, dia akan kehilangan kekuatannya sementara selama gerhana total.
Lebih buruk lagi, dia tahu bahwa setiap kali gerhana Matahari terjadi, segel Imugi di dalam kuil akan menjadi lemah, dan Imugi akan mencoba keluar dari segel.
Itu adalah pola yang telah berulang selama berabad-abad—setiap gerhana, Imugi akan membuat upaya terakhir untuk melepaskan dirinya, dan Min-seok akan harus melawannya dengan kekuatannya yang masih tersisa.
Dia menghela nafas panjang, memandang ke arah hutan yang gelap di mana kuil itu berada.
Dia merasa energi jahat yang lemah dari arah itu—energi yang semakin kuat seiring dengan semakin dekatnya waktu gerhana.
Dia tahu bahwa dia harus berhati-hati. Kali ini, segel mungkin lebih lemah dari sebelumnya, dan Imugi mungkin lebih kuat. Dia harus memastikan bahwa tidak ada yang mendekati kuil selama gerhana, terutama Sung-ah.
Dia tidak tahu mengapa, tapi dia merasa bahwa Sung-ah terhubung dengan Imugi dan kuil itu dengan cara yang dia tidak mengerti.
Setelah sarapan selesai, semua mahasiswa dan dosen berkumpul di puncak bukit yang paling terbuka, jauh dari pohon-pohon yang bisa menghalangi pandangan.
Mereka membawa kacamata gerhana yang dibeli dari kampus, dan beberapa orang membawa kamera untuk memotret peristiwa alam yang langka ini.
Suasana menjadi semakin meriah dan penuh semangat—semua orang berbicara dan tertawa, menunggu gerhana yang akan datang.
Sung-ah dan In-a berdiri di tengah kelompok, memegang kacamata gerhana dengan erat. Sung-ah memandang langit, mata dia penuh dengan keheranan.
Dia telah mendengar tentang gerhana Matahari tapi belum pernah melihatnya langsung. Dia merasa bahagia dan bersyukur bisa melihatnya bersama teman-temannya di puncak bukit yang indah.
Mendekati jam sembilan, matahari mulai terlihat berbeda. Sebuah bayangan hitam mulai muncul di tepi matahari, perlahan-lahan menutupnya.
Semua orang mulai memakai kacamata gerhana mereka, memandang langit dengan mata yang penuh keheranan. Suara percakapan mulai mereda, digantikan oleh keheningan yang penuh rasa hormat dan kagum.
Pada saat yang sama, Kim Min-seok mulai merasakan kekuatannya melemah. Tubuhnya merasa lemah dan goyah, dan matanya yang biasanya berwarna emas mulai mereda menjadi warna hitam yang biasa.
Dia berdiri di sudut kelompok, mencoba menyembunyikan kelemahan dirinya dari pandangan mahasiswanya. Dia tahu bahwa gerhana total akan tiba dalam beberapa menit, dan pada saat itu, dia akan benar-benar kehilangan kekuatannya.
Dia harus cepat pergi ke kuil, untuk melindungi segel Imugi sebelum itu terlambat.
Dia berjalan perlahan menjauh dari kelompok, berusaha tidak menarik perhatian. Tapi sebelum dia bisa pergi jauh, sesuatu muncul di depannya—sesuatu yang kecil, hitam, dan licin yang melompat dari semak-semak ke jalan yang dia lewati.
Itu adalah ular.
Ular itu sepanjang lengan tangan, dengan tubuh yang ramping dan mata yang berwarna merah menyala seperti bara api. Dia berdiri tegak di depan Min-seok, menghalanginya dari berjalan lebih jauh.
Min-seok terkejut sepenuhnya—dia tidak pernah melihat ular ini sebelumnya, dan energi yang keluar dari tubuhnya terasa aneh dan jahat. Tapi dia tidak menyadari bahwa ini adalah ular yang menyembunyikan sebagian jiwa Imugi—ular yang telah menunggu berabad-abad untuk saat ini.
"Keluar dari jalanmu, makhluk kecil," katanya Min-seok dengan suara yang tenang tapi tegas, meskipun tubuhnya merasa lemah.
Tetapi ular itu tidak bergerak. Sebaliknya, dia mengeluarkan bunyi merdu yang menyakitkan, seolah-olah memanggil Min-seok untuk mendekatinya.
Kemudian, dia berjalan perlahan menjauh dari arah kuil, menoleh kembali sesekali seolah-olah memancing Min-seok untuk mengikutinya.
Min-seok merasa marah. Dia tahu bahwa ular ini sedang mencoba mengalihkan perhatiannya. Tapi dia juga merasa waspada—energi yang keluar dari ular ini terasa terlalu kuat untuk hanya seekor ular biasa. Dia harus mengikutinya, untuk memastikan bahwa ular ini tidak membahayakan mahasiswanya.
Dia memalingkan pandangan dari arah kuil sebentar, mengikuti ular itu ke dalam semak-semak yang lebih dalam. Dia belum menyadari bahwa di saat yang sama, sesuatu yang lebih berbahaya sedang terjadi di kelompok mahasiswa.
Di saat yang sama, gerhana Matahari total tiba.
Langit tiba-tiba menjadi gelap seperti malam hari, meskipun itu baru jam sepuluh pagi. Bintang-bintang mulai muncul di langit, dan udara menjadi semakin dingin.
Semua orang di puncak bukit terkejut dan terpesona, memandang langit dengan mata yang penuh kagum. Beberapa orang menangis, merasakan keajaiban peristiwa alam yang luar biasa ini.
Pada saat itu, Kim Min-seok benar-benar kehilangan kekuatannya. Tubuhnya menjadi lemah dan goyah, dan dia hampir terjatuh. Dia melihat ke arah ular yang masih berdiri di depannya, dan dia tahu bahwa dia tidak bisa melawan makhluk apa pun saat ini.
Dia harus kembali ke kelompok, untuk memastikan keselamatan mereka. Tapi dia masih fokus pada ular ini—dia tidak menyadari bahwa Park Sung-ah sudah tidak ada di antara mahasiswanya.
Sementara itu, jauh dari sana, di tengah keheningan dan kegelapan gerhana total, jiwa Imugi yang terkurung di dalam lukisan di kuil merasakan kekuatan segel yang semakin lemah. Dengan kekuatan yang tersisa, dia keluar dari lukisan dan bergerak cepat ke arah area kemah, di mana Park Sung-ah berada.
Dia merasakan energi Sung-ah yang kuat dan jelas—energi yang sama dengan Song Hye-yoon yang telah menyegelnya berabad-abad yang lalu. Dan dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang dia tunggu-tunggu—hanya tangan Hye-yoon atau reinkarnasinya yang bisa membuka segel sepenuhnya.
Tanpa disadari oleh siapa pun—bahkan oleh Yoo In-a yang berdampingan dengannya—jiwa Imugi merasuki tubuh Park Sung-ah.
Sung-ah tiba-tiba merasa pusing dan lemah. Dia melepaskan tangan In-a, matanya menjadi kabur. Dia merasa seolah-olah tubuhnya sedang dikendalikan oleh sesuatu yang di luar kendalinya. Dia melihat sekeliling, tapi semua orang terlihat kabur dan tidak jelas.
Dia merasa suara yang memanggil namanya malam sebelumnya kembali terdengar di telinganya—kali ini lebih kuat dan lebih jelas. "Sung-ah... ke kuil... bawa tanganmu ke lukisan... hanya kamu yang bisa membukanya..."
Tanpa sadar, tanpa berpikir dua kali, Sung-ah mulai berjalan menjauh dari kelompok, menuju arah hutan yang gelap di mana kuil itu berada. Langkahnya lemah dan otomatis, seolah-olah tubuhnya sedang dibawa oleh kekuatan yang tak terlihat.
In-a sedang terlalu terpesona dengan gerhana untuk menyadari bahwa temannya telah pergi. Dia hanya menyadari beberapa menit kemudian, ketika dia mencoba menggoyangkan lengan Sung-ah untuk menunjukkan ke langit.
"In-a... Sung-ah mana?" tanya salah satu mahasiswi yang berdampingan, melihat bahwa tempat di sebelah In-a kosong.
In-a memutar kepala dengan terkejut, mencari Sung-ah di antara kelompok. Tapi dia tidak ada di mana-mana. "Sung-ah? Sung-ah kemana?" teriak In-a dengan suara yang khawatir, tapi suaranya tertutup oleh teriakan kegembiraan dari teman-temannya yang melihat gerhana.
Dia mulai mencari di sekitar area kemah, tapi tidak menemukan jejak Sung-ah sama sekali. Dia tidak tahu bahwa temannya telah berjalan jauh ke dalam hutan, menuju kuil yang angker.
Di tengah kegelapan gerhana, jiwa Imugi yang merasuki tubuh Sung-ah membawanya melalui jalur hutan yang sempit dan licin. Dia berjalan dengan kecepatan yang luar biasa, melewati pohon-pohon dan semak-semak dengan mudah.
Dalam beberapa menit, dia telah tiba di depan kuil. Pintu kuil yang terbuka sedikit seolah-olah menanti dia untuk memasuki. Dia melangkah ke dalam, dan pintu kuil tertutup sendirinya di belakangnya dengan bunyi yang keras dan mengerikan.
Di dalam kuil yang gelap dan lembab, Sung-ah berdiri di depan lukisan yang menyegel tubuh Imugi yang besar. Jiwa Imugi yang merasuki tubuhnya mulai memaksa tangannya untuk mengangkat, menuju lukisan yang tergantung di dinding. "Lakukan itu, Sung-ah... sentuh lukisan itu... buka segel untukku..." bisik jiwa Imugi dengan suara yang keras dan mengerikan di dalam kepalanya.
Sung-ah mencoba berlawan, mencoba menurunkan tangannya. Tubuhnya berguncang, dan air mata mulai menetes dari matanya. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan, tapi dia merasa bahwa ini adalah hal yang salah. "Tidak... tolong... aku tidak mau..." bisik dia dengan suara yang lemah, matanya menatap lukisan itu dengan takut.
Jiwa Imugi semakin memaksa. "Lakukan itu! Atau aku akan merusak tubuhmu dari dalam!" teriaknya, membuat kepala Sung-ah sakit dan berdenyut.
Tangannya Sung-ah terus naik, perlahan-lahan mendekati lukisan. Jarak antara tangannya dan permukaan lukisan semakin kecil—hanya beberapa sentimeter lagi, dan dia akan menyentuhnya. Hanya sentuhan itu yang dibutuhkan untuk membuka segel Imugi sepenuhnya.
Tapi Park Sung-ah belum membuka segel.
Di luar, di dalam semak-semak, Kim Min-seok akhirnya berhasil melepaskan diri dari ular itu yang mulai melarikan diri ke dalam hutan. Dia merasa kekuatannya mulai kembali perlahan-lahan seiring dengan semakin dekatnya akhir gerhana. Dia berjalan cepat kembali ke kelompok mahasiswa, matanya penuh dengan waspada. Dia khawatir tentang ular itu, tapi dia masih tidak menyadari bahwa Park Sung-ah telah hilang.
Dia tiba di area kemah, melihat semua mahasiswa yang masih terpesona dengan gerhana yang mulai berakhir. Cahaya matahari mulai muncul kembali di ufuk, menyebarkan cahaya lemah ke atas bukit. Dia memindai kelompok, mencari wajah Sung-ah. Tapi dia tidak melihatnya di mana-mana.
Dia mendekati Yoo In-a yang sedang menangis dan mencari-cari. "In-a! Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?" tanya Min-seok dengan suara yang khawatir, mulai merasa ada yang salah.
In-a melihatnya dengan mata yang penuh air mata. "Dosen Kim! Sung-ah... Sung-ah hilang! Aku tidak tahu dia kemana! Dia masih berdampingan denganku beberapa menit yang lalu, tapi sekarang dia tidak ada lagi!" teriak dia dengan suara yang serak.
Pada saat itu, Kim Min-seok merasa darahnya beku. Dia memandang ke arah hutan yang gelap, ke arah kuil. Dia merasa energi jahat yang semakin kuat dari arah itu—energi yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Dia akhirnya menyadari apa yang telah terjadi.
Ular itu tidak hanya mencoba mengalihkan perhatiannya. Ia juga memberikan kesempatan bagi Imugi untuk menarik Sung-ah ke kuil.
Min-seok merasakan kekuatannya kembali sepenuhnya, matanya berubah menjadi warna emas yang terang. Dia tidak punya waktu untuk bertanya lagi. Dia harus pergi ke kuil—sebelum itu terlambat, sebelum Sung-ah menyentuh lukisan dan membuka segel.
Dengan kecepatan yang luar biasa, dia melompat ke arah hutan, menuju kuil yang angker. Jantungnya berdebar kencang, dan dia hanya berpikir satu hal: menyelamatkan Park Sung-ah sebelum Imugi berhasil mewujudkan rencananya.