Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Kereta mewah milik keluarga Lux akhirnya siap berangkat. Empat kuda hitam berdiri tegap di depan mansion, sementara para penjaga sibuk memastikan semuanya aman. Udara pagi yang tadinya sejuk kini terasa seperti menekan dada Sharon.
Sharon berdiri di samping pintu sambil menggigit bibir bawah dengan pelan. Ia agak sedikit ragu dengan apa yang akan terjadi nanti.
Leon menatap bahu Sharon yang berdiri berjalan, tiba-tiba saja ia berada di belakang sang gadis. “Berdirilah sedikit lebih elegan dan kamu menghalangi jalan, nona tahanan.”
Sharon memulai bola mata. “Mulai lagi …”
Gilbert melangkah mendekat, membawa jubah tebal khusus untuk perjalanan panjang. Ia memakaikan ke bahu Sharon tanpa bicara. Gerakannya tenang, dingin, tapi Sharon tahu ia sedang sangat waspada.
“Udara akan sedikit dingin nona pakailah mantel ini,” ucap Gilbert pendek. “dan jika Ada masalah di tengah perjalan tetaplah di belakang saya.”
“Eiii… aku bukan anak kecil!” protes Sharon.
“Kau lebih seperti anak kecil di mataku, nona,” balasnya singkat.
“Hah?!”
Althea hanya menahan tawa kecil sambil naik lebih dulu ke kereta. “sudah-sudah … Ayo kita berangkat sebelum kalian bertengkar sepanjang pagi.”
Akhirnya mereka memulai perjalanan. Kereta mewah keluarga Lux bergerak perlahan meninggalkan ibu kota, roda-rodanya bergetar halus di atas rel batu. Pemandangan hijau membentang luas, namun Sharon hanya menatap kosong dari balik jendela kaca besar. Suara dentingan ringan dari dinding kereta menjadi satu-satunya pengisi suasana.
Meskipun sudah memutuskan akan pergi, perasaan aneh masih menggantung di dadanya. Bukan takut… tapi lebih pada rasa gelisah yang tidak bisa ia jelaskan.
Seperti ada benang yang ditarik-tarik di dalam pikirannya. Terlebih setelah membaca banyak sejarah sedikit demi sedikit.
Althea duduk tepat di sampingnya, memandang adiknya sesekali. “ Kamu ngak papa, Sharon? Kalau kamu tidak nyaman, kita masih bisa bilang pada Ayah untuk—”
“Tidak apa-apa,” potong Sharon perlahan. “Aku… ingin tahu apa yang sebenarnya Arthur inginkan Kalau aku mundur sekarang, aku tidak akan pernah dapat jawabannya.”
Gilbert yang duduk di seberang hanya memperhatikan tanpa komentar. Matanya tajam, tapi tenang. Ia membaca situasi dengan baik—dan entah kenapa, Sharon merasa kehadirannya membuat udara di kereta terasa sedikit lebih stabil.
Leon duduk tak jauh dari mereka, membaca dokumen singkat tentang rute perjalanan.
“Kita akan tiba di perbatasan Midnight sebelum matahari terbenam,” jelasnya tanpa menatap mereka.
“Setelah itu, aku dan Althea akan mengantar kalian sampai gerbang, lalu kembali pulang. Itu yang dikatakan Tuan Duke, tapi tergantung situasi aku dan Althea akan ikut.”
Althea pura-pura batuk kecil. “Tergantung situasi, ya?” Padahal ia yakin situasi bagaimanapun kedua orang ini pasti akan memaksa ikut.
Gilbert menoleh. “Nona Althea dan Tuan Leon, kalian tidak diizinkan ikut masuk wilayah resmi Midnight.”
“Aku tahu,” jawab Althea dengan senyum yang terlalu manis untuk dipercaya. “Tapi kalau Sharon dalam bahaya gimana? Kau pikir aku akan duduk diam?”
Gilbert terdiam. Tidak ada argumen yang bisa ia berikan untuk itu.
“Percuma Gil,” tambah Leon. “dia dari tadi seperti itu. Makanya aku ikut ikutan saja, menjaga Althea juga penting.”
Sharon menutup wajah dengan tangan. “Kalian semua… serius ingin ikut hanya karena aku?”
“Bukan hanya karena kamu,” sahut Leon tenang. “Ini urusan keluarga Lux. Dan meskipun kamu… bukan darah murni, kamu tetap bagian dari keluarga.”
Sharon memutar mata. “Itu terdengar seperti mau menghina tapi tertahan.”
Leon mengangkat bahu. “Kalau aku ingin menghina, aku akan lebih jelas.”
“Leon!”
Althea menepuk lengan tunangannya, namun ada senyum kecil di bibir Sharon. Setidaknya suasana sedikit cair.
Tidak lama kemudian, pelayan membawa makanan ringan—roti lembut dan sup bening. Sharon mengambil sepotong kecil. Rasa lembut dan hangatnya sedikit mengurangi beban pikirannya.
Gilbert memperhatikan gerak-geriknya. “Anda tampak lebih pucat dari biasanya. Kurang tidur? Saya melihat nona tengah malam membaca beberapa buku, tidur larut malam tidak baik untuk kesehatan anda”
Sharon memalingkan wajah. Semakin pening. “Itu bukan urusanmu.”
“Jika Anda jatuh pingsan di wilayah Midnight, itu akan menjadi urusanku.”
“…Terserah.”
Althea tertawa kecil, sementara Leon menghela napas panjang seperti biasa. Kereta bergerak stabil hingga suasana menjadi sedikit tenang.
Hingga tiba-tiba, kusir sempat menarik tali rem— sesuatu menghantam atap kereta.
KRETAK!
Sharon menjerit kecil dan memegangi sandaran kursi, memeluk Althea agar kakaknya baik-baik saja.
Leon langsung bangkit, pedang sudah di tangannya walau Sharon tak menyadari kapan ia mencabutnya.
Suara goresan keras terdengar dari atap.
Kemudian—
BRUK!
Sebilah pisau menembus sebagian atap kayu.
“Turun,” perintah Leon pelan pada Althea dan Sharon.
Namun pintu kereta tiba-tiba ditendang dari luar, terbuka setengah paksa.
Figur pertama muncul. Ia bukan seorang bandit biasa. Tubuhnya kurus tinggi dengan pakaian hitam ketat, kain menutupi separuh wajahnya. Gerakanya terlalu terlatih—bahunya rendah, dagunya mengarah ke depan, kedua tangan memegang pisau tipis bagaikan pemburu.
Matanya kosong, seolah ia tidak punya emosi.
Pria itu langsung menerobos begitu saja, melompat dan musuk musuh. Tujuan pertama Sharon.
Gadis berambut merah itu membulatkan mata. Pisau semakin dekat, dan ia mengira musuh menyerang Althea.
Namun dengan kemampuan serta reflek yang luar biasa, ia melompat mundur sebelum pisau mengenainya. Ia memutar tubuh, menendang wajah pria itu.
“Jangan berani-berani sentuh kak Althea!”
Tendangannya kuat. Tepat mengenai wajah si pria, ia terhuyung mundur.
Namun musuh tidak berhenti disitu saja.
Dua figur lain menyusul dari sisi kiri kereta, memakai pakaian serupa. Mereka tidak berbicara, hanya mengeluarkan suara napas pendek seperti sedang mengatur ritme serangan.
Gilbert mengeluarkan pedangnya, berdiri siaga. “Nona Sharon, Nona Althea. Tetaplah disana, jangan bergerak.”
Ia melindungi dua gadis itu di depannya. Bertindak layaknya tameng.
Salah satu dari mereka melihat ke dalam kereta dan bergumam rendah: “Target… Sharon lux, ada di dalam.”
Sharon tersentak mundur. Bukan Althea melainkan dia?
Gilbert berdiri satu langkah di depan Sharon, menahan penuh serangan selanjutnya yang datang dari sisi pintu. Pedangnya memantulkan cahaya singkat saat ditebaskan.
TING!
Pisau musuh terpental.
Musuh itu mundur, lalu melesat maju tanpa ragu. Gerakannya seperti binatang yang dibentuk untuk membunuh: rendah, cepat, dan sunyi.
Gilbert menangkis, lalu memutar tubuhnya sedikit.
Pedangnya menyapu udara sekali—
SHRAK!
Musuh pertama tumbang dengan luka tebasan di dada, tidak terlalu dalam. Hanya membuat orang itu pingsan untuk sementara waktu.
Musuh kedua menerobos masuk tanpa jeda, berusaha menuju perempuan-perempuan di dalam kereta. Target ke Sharon.
Leon bergerak terlebih dahulu sebelum semuanya terlambat.
Gerakannya memang tidak secepat Gilbert, tapi lebih elegan—seperti duel bangsawan yang mematikan. Ia menangkis serangan musuh kedua dengan sudut sempurna, lalu mengayunkan pedangnya ke samping untuk memancing lawan kehilangan keseimbangan.
Lawannya mendesis pelan. “dasar pengganggu… sangat menghalangi.”
Leon mengangkat sudut bibir, tipis tapi sinis. “Yang menghalangi itu kalian! Jawab aku! siapa kalian?!”
“Tidak perlu menjawab,” ucap musuh tersebut.
“Oke. Kalau begitu mampus kau!”
Dengan satu tebasan miring, Leon mengunci pergerakan lawan dan menjatuhkannya ke tanah, tidak memberi kesempatan untuk bangkit lagi.
Musuh ketiga melompat dari atap kereta, jatuh tepat di sisi Sharon.
Sharon tersentak mundur, lututnya hampir menyentuh lantai.
“Mundur!”
Gilbert memukul lengan musuh itu sebelum pisau sempat menyentuh Sharon.
Musuh itu tertawa pendek—dingin. “Sharon Lux, tidak seperti kabar yang beredar ternyata dia juga … bernilai tinggi rupanya.”
Gilbert meraih kerah musuh dan menghantamkan tubuhnya ke rangka pintu kereta.
Ia mengunci pergerakan musuh disana. Semua musuh telah selesai dikalahkan dalam waktu kurang dari 1 menit. Dengan duet Leon dan Gilbert.
Menyisakan satu musuh ini. Gilbert mengancam, meletakan pedang tajamnya di leher musuh.
“Jawab aku kalau masih sayang nyawa,” ucap Gilbert dengan nada dingin. “Siapa yang mengirim kalian?
Musuh itu tersenyum licik. “Mana mungkin kami menjawab …”
Ia menggigit sesuatu di pipinya.
Gilbert mengenalnya terlalu cepat. “Racun,” gumam Gilbert.
Dan benar—buih hitam keluar dari mulut musuh, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bernyawa.
Ia tewas. Bunuh diri dengan racun sebelum Gilbert bisa mencari informasi.
“Sial! Tak kusangka dia akan meminum racun untuk menghindari jawaban.”
Sharon berdiri membeku. Tangan gemetar. “Mereka… tidak terlihat seperti bandit.”
Leon mengusap darah di pedangnya dan memasukkannya kembali ke sarung.
“Karena mereka bukan bandit.” Suaranya tenang, tapi dingin. “Ini pembunuh bayaran. Dikirim untuk memastikan satu dari kita tidak pernah sampai ke Midnight.”
Mata Leon kemudian menatap Sharon. “Mereka ingin membunuhmu.”
Sharon menelan ludah. “…Aku?”
Gilbert berdiri di sampingnya—tanpa kata-kata, tapi jelas protektif.
“Tak akan kubiarkan.” Bisikannya. Yang tidak terdengar oleh siapapun.
Leon menatap hutan gelap di sekitar mereka. “Sepertinya perjalanan kita baru saja berubah. Ini bukan hanya kunjungan diplomatik, Sharon. Ada seseorang yang tidak ingin kau tiba di Midnight.”
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor