NovelToon NovelToon
Terjebak Obsesi Sang Playboy

Terjebak Obsesi Sang Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / One Night Stand / Playboy / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pelakor
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Itsme AnH

Viona Mollice, gadis 24 tahun—penghasil pundi-pundi uang yang bekerja keras bagaikan kuda. Ia melakukan beberapa pekerjaan dalam sehari hanya untuk menyambung hidup, juga membayar biaya kuliahnya.
Suatu hari, Viona mendapatkan tawaran pekerjaan dari temannya yang sama-sama bekerja di Harmony Cafe. Namun, entah bagaimana ceritanya hingga wanita itu bisa terbangun di sebuah kamar hotel yang sangat mewah nan megah dalam keadaan tidak wajar.
"Meskipun aku miskin dan sangat membutuhkan uang, tapi aku tidak menjual tubuhku!" ~ Viona Mollice.

***

Daniel Radccliffe, billionaire muda yang merayakan ulang tahunnya ke-27 tahun di sebuah club malam ternama di kotanya dengan mengundang banyak wanita dari berbagai kalangan.
Club malam dan wanita adalah gaya hidup lelaki yang biasa disapa Erick. Bertukar wanita sudah seperti bertukar baju yang dilakukannya beberapa kali dalam sehari. Bahkan, Erick membuang wanita segampang membuang permen karet. Dan sudah menjadi rahasia umum, jika Erick bangu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tolong Selamatkan Aku

Malam itu, langit terlihat suram. Bintang-bintang seperti malu-malu bersembunyi di balik selimut awan, sementara bulan pun enggan menampakkan wajahnya, cahaya redupnya terserap oleh kegelapan.

Di pinggir danau yang airnya dingin menggigit, tubuh seorang gadis muda perlahan tenggelam. Bibirnya bergetar karena kedinginan, otot-ototnya menegang saat berusaha mencari udara.

Tiba-tiba, air menyusup ke dalam tenggorokannya, memicu rasa sesak yang membuat pita suaranya menutup rapat, seolah melindungi paru-paru dari ancaman.

Dia ingin berteriak, menjerit sekuat tenaga minta tolong. Tapi mulut dan hidungnya terjebak oleh air yang mencekik. Danau itu seakan memiliki kekuatan jahat, terus menelannya lebih dalam.

Dalam hati, jeritan itu pecah, memburu siapa saja di sekitar.

Namun, dunia seakan membisu, tak satu pun yang mampu mendengar panggilannya yang terpendam. Tubuhnya menggigil, keputusasaan menghimpit erat, dan danau pun terus menelan dalam-dalam.

"Tolong... tolong selamatkan aku!" jerit hati Viona, suaranya tercekat di tenggorokan yang mulai sesak.

Dengan sekuat tenaga, dia mengayunkan tangan ke atas, diiringi gerakan kaki yang terus mendayung, berharap air yang dingin bisa memberinya pegangan.

Namun, setiap usaha terasa sia-sia, tubuhnya semakin berat, seperti menolak untuk naik. Napasnya memburu, oksigen semakin menipis. Matanya yang dulu penuh harap mulai berkaca-kaca, pandangan mengabur perlahan, kesadaran merenggutnya satu per satu.

"Ayah..." bisiknya lemah dengan suara yang nyaris tak terdengar, sebelum tubuhnya benar-benar mengambang dalam gelap.

Di ranjang kamar, Viona terbaring dengan mata tertutup rapat, wajahnya pucat ditutupi bulir keringat dingin sebesar biji jagung. Kulitnya memancarkan kehangatan yang aneh, sementara bibirnya terus bergumam, seperti melantunkan mantra dalam diam, menahan derita yang baru saja menerkam.

Viona masih memejamkan mata, tubuhnya bergetar hebat seolah dikejar sosok mengerikan yang membuatnya tak berdaya. "Ayah ... ayah ...." Suaranya gemetar dan terputus-putus, seakan kata itu jadi mantra untuk menenangkan dirinya sendiri. Napasnya kian memburu, dada naik turun tak beraturan.

Tiba-tiba, dengan cepat dia terduduk di atas ranjang dengan matanya yang masih basah, dadanya juga masih bergemuruh keras. Tangannya mengusap wajah, mencoba menahan gelombang kecemasan yang menekan.

Perlahan dia menggerakkan kepala ke kanan dan kiri, pandangan mulai mengembara menelusuri sudut kamar yang asing. Pikiran Viona sibuk merangkai kembali ingatan yang terpecah-pecah.

Begitu ingatannya kembali, Viona kembali berbaring hanya untuk melepas kegelisahan.

Saat itulah pintu terbuka, Daniel muncul dengan wajahnya menunjukkan rasa cemas yang tulus. "Ada apa?" suaranya pelan tapi penuh perhatian saat dia melangkah mendekat.

Viona terbaring di tempat tidurnya, masih terpengaruh oleh mimpi buruk yang baru saja dialaminya.

"Gak papa, hanya mimpi buruk," jawab Viona lemah, bahkan untuk kembali duduk pun dia sudah tidak sanggup lagi.

Tenaganya sudah terkuras habis karena mimpi buruknya, seakan dia benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyelamatkan diri dari air yang perlahan melahapnya.

Wajah Viona terlihat pucat, dan Daniel bisa merasakan bahwa tubuh wanita itu terkulai lemas. Dia tidak tahu persis apa yang terjadi dalam mimpi Viona, tetapi dia bisa merasakan betapa dalamnya rasa sakit yang dialaminya.

Dalam suasana hening, Daniel datang mendekat dan perlahan-lahan menyentuh dahi Viona. "Kau demam," ujarnya kaget, kekhawatiran semakin jelas terlihat di wajahnya.

"Hmmm." Viona hanya bergumam, memejamkan matanya sambil berusaha menenangkan pikirannya. Dia merasakan sentuhan lembut Daniel yang mengalirkan sedikit ketenangan dalam kepalanya yang berantakan.

"Tidurlah lagi, aku akan memanggil dokter," kata Daniel sebelum beranjak pergi dengan cepat, meninggalkan Viona sendiri.

Daniel kembali ke kamar untuk mengambil ponsel, lalu menghubungi sahabat sekaligus dokter keluarganya.

Dalam kesunyian kamar, Viona kembali memejamkan matanya, dan kenangan samar mulai berputar di benaknya.

Dia teringat sepuluh tahun lalu, hari di mana kehidupannya mulai berantakan. Sebuah cuaca yang cerah mendadak terasa kelam saat ayahnya pergi tanpa sepatah kata pun, hanya meninggalkan hutang dan ibunya yang sakit.

Viona yang saat itu masih belia, menjadi tumpuan harapan dalam keluarga yang goyah.

Dia merasa seakan dunia menelannya bulat-bulat.

Di usia remajanya, Viona terpaksa bekerja bagai kuda demi menghidupi ibunya yang semakin lemah.

Dalam kegelapan malam, saat semua orang tidur nyenyak, Viona berlarian tanpa tujuan, mengabaikan rasa takut dan kesepian yang menyelimuti hingga langkahnya membawanya ke sebuah danau.

Di tepi danau, Viona berdiri dekat pagar kayu yang usang, menggenggam erat kayu keras itu seolah ingin menemukan kekuatan di baliknya.

Cahaya bulan memantulkan sinar di permukaan air, menciptakan gambaran yang indah tetapi menyakitkan. "Ayah," suara lembutnya terbata, di antara isak tangis yang tak tertahan. "Kumohon, kembalilah."

"Aku lelah." Tatapannya kosong, menembus ruang dan waktu seakan-akan ayahnya berdiri di sana, di tengah danau yang luas.

Viona berjongkok, menenggelamkan wajahnya pada kedua lutut yang dia peluk erat. Air matanya jatuh, meresap ke dalam kain celana yang dipakainya. Dalam tangisnya, dia berharap panggilannya mendapatkan jawaban.

Sejenak Viona menghentikan tangisnya, lalu mengambil ponsel yang disimpan di saku celana.

Dengan jari gemetar, dia menekan nomor yang selalu diingatnya, harapan bergetar dalam hatinya.

Namun, suara perempuan asing menghela napas, "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, silakan tinggalkan pesan sebelum nada berbunyi."

Ini bukanlah pertama kalinya seorang wanita yang menjawab panggilan telepon dari Viona, sudah puluhan, bahkan ratusan kali.

Tangisan Viona semakin keras dan mulai tersedu-sedu, menumpahkan semua perasaan sakitnya sejak ditinggal pergi oleh sang ayah. Dirinya yang masih sangat muda harus mencari uang demi kelangsungan hidupnya dan sang ibu, di saat bersamaan ia juga harus belajar agar tidak ketinggalan ilmu pengetahuan.

Puas menangis dan merasa sia-sia karena tangisannya tidak membawa ayahnya kembali, Viona menghentikan laju air matanya dan menghapus jejak-jejak air yang membasahi pipi.

"Aku akan membuatmu menyesal selamanya, ayah," ucap Viona penuh tekad, matanya menampakkan kilat amarah yang berkobar.

Viona mengambil batu yang ada di dekatnya, lalu berdiri di pagar pembatas dan melemparkan batu tersebut ke danau. Entah untuk mengetahui kira-kira berapa lama batu itu sampai ke dasar danau, atau untuk memprediksi kedalaman danau itu.

Detik berikutnya, Viona sudah berdiri di atas pagar, kedua tangan terbentang lebar seolah hendak merengkuh angin.

Matanya terpejam rapat, napasnya terengah sejenak sebelum tubuhnya melayang, terjun bebas ke dalam danau yang gelap dan dingin.

Tubuhnya tenggelam perlahan, semakin dalam ke dalam kesunyian air yang menyesakkan. Sesaat kemudian, di antara gelap pekat itu, seberkas cahaya kecil muncul, menari-nari samar di depan matanya yang akhirnya terbuka.

Rasa panik menyeruak, tangannya mulai bergerak tak beraturan, melambai-lambai, disusul kakinya yang menendang panik mencoba mencari pijakan untuk naik. "Tolong ... kumohon, selamatkan aku," lirih suaranya nyaris tenggelam bersama gemuruh air. Suara itu berubah menjadi jeritan batin yang memanggil, "Ayah ... ayah ...."

Tapi hanya hampa yang membalas, tidak ada tangan yang meraih, tidak ada suara yang menjawab.

Tubuhnya melemah, sesak menyelimuti, dan perlahan kesadaran mulai kabur dari mata yang mulai berat. "Aku menyesal..." bisiknya terakhir kali sebelum gelap menutup segalanya.

***

Di bawah ini beberapa kata asing yang mungkin tidak diketahui sebagian orang.

*Laryngospasme adalah kejang singkat dari pita suara yang sementara membuatnya sulit berucap atau bernapas.

*Hipoksia adalah tidak adanya cukup oksigen dalam jaringan untuk mempertahankan fungsi tubuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!