Erlin, gadis mandiri yang hobi bekerja di bengkel mobil, tiba-tiba harus menikah dengan Ustadz Abimanyu pengusaha muda pemilik pesantren yang sudah beristri.
Pernikahan itu membuatnya terjebak dalam konflik batin, kecemburuan, dan tuntutan peran yang jauh dari dunia yang ia cintai. Di tengah tekanan rumah tangga dan lingkungan yang tak selalu ramah, Erlin berjuang menemukan jati diri, hingga rasa frustasi mulai menguji keteguhannya: tetap bertahan demi cinta dan tanggung jawab, atau melepaskan demi kebebasan dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Bi Irma mengetuk pintu kamar Abimanyu dan mengatakan kalau makan malam sudah siap.
Erlin yang baru dari kamar mandi langsung ikut keluar bersama dengan suaminya.
Ia melihat Riana yang sudah duduk di kursi ruang makan.
Erlin duduk di kursi sebelah kiri dan berhadapan dengan Riana.
"Abi, mau makan sama apa?" tanya Riana dengan suara genitnya
Abimanyu melihat di meja makan ada soto ayam dan perkedel yang sudah ia beli tadi.
"Ri, hanya ada soto disini. Jadi, aku makan soto." jawab Abimanyu.
Riana menyodorkan semangkuk soto ayam dan perkedel untuk suaminya.
"Lin, minta tolong ambilkan air putih." pinta Abimanyu.
Erlin mengambil gelas dan langsung ia isi dengan air putih.
"Abi, ini air putihnya." ucap Erlin.
Abimanyu tersenyum hangat pada Erlin saat menerima gelas itu.
“Terima kasih, sayang,” ucapnya sambil menatap Erlin penuh arti.
Riana mengerucutkan bibirnya saat mendengar suaminya yang memanggil Erlin dengan sebutan sayang.
"Bi, besok aku kan berangkat pagi. Abi yang antar, ya." ucap Riana.
"Iya, Ri. Besok Erlin juga mengajar di tempat yang sama, jadi Aku yang akan mengantar kalian berdua."
Erlin melihat wajah Riana yang sepertinya tidak suka jika dirinya berangkat bersama dengan dirinya.
"Bi, besok aku berangkat sendiri saja. Soalnya aku ke rumah Abi Husein dan Ibu Mina untuk memberikan oleh-oleh." ucap Erlin.
Abimanyu menggelengkan kepalanya dan ia tetap akan mengantar mereka berdua.
"Abi akan mengantar kamu pulang dulu dan setelah itu kita ke pondok pesantren." ucap Abimanyu.
Riana yang sudah selesai makan langsung naik ke lantai atas.
"Bi Irma, terima kasih sudah menyiapkan semuanya." ucap Abimanyu yang kemudian mengajak istrinya ke kamar.
Saat Abimanyu masuk ke kamar, Erlin meminta suaminya untuk tidur bersama dengan Riana.
"Lin, aku masih ingin sama kamu." ucap Abimanyu.
"Abi harus adil dan segeralah ke kamar Riana. Dia juga istri, Abi."
Abimanyu mengangguk kecil dan sebelum ke kamar Riana.
Ia mencium kening Erlin dan meminta untuk segera tidur.
Setelah itu Abimanyu naik ke lantai atas menuju ke kamar Riana.
Tok.... tok..... tok.....
Riana membuka pintu dan melihat suaminya yang berdiri di hadapannya.
"Mau apa lagi, Bi? Mau cerita betapa mesranya Abi sama Erlin di meja makan tadi?" tanya Riana dengan wajah kesal.
Abimanyu menghela nafas panjang saat mendengar perkataan dari Riana.
"Ri, jangan bicara begitu. Aku datang ke sini untuk menemanimu. Kamu istriku juga, jangan merasa tersisih.”
“Istri? Hahaha, lucu sekali. Kalau memang aku istri, kenapa semua perhatianmu jatuh ke Erlin? Abi panggil dia sayang, tapi aku apa? Hanya pelengkap, kan?”
“Riana, tolong jaga ucapanmu,” suara Abimanyu mulai meninggi.
“Sudahlah Bi, aku tahu. Erlin itu perempuan sok suci. Pakai jilbab baru sebentar, sudah sok alim! Tapi kamu langsung jatuh hati padanya, ya? Dia memang pintar mengambil simpati kamu!"
PLAK!
Suara tamparan yang dilayangkan ke arah pipi Riana.
Sejenak keheningan menyelimuti kamar itu dan Abimanyu memutuskan untuk keluar dari kamar Riana.
Abimanyu menuju ke ruang tengah dan memutuskan untuk tidur disana.
"Ya Allah, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Abimanyu.
Ia melihat tangannya yang tadi menampar pipi Riana.
Ceklek!
Abimanyu melihat Erlin yang membuka pintu kamar dan menghampirinya.
"Mas, a-aku minta maaf. A-aku yang salah." ucap Erlin yang menangis sesenggukan.
Erlin mendengar pertengkaran antara Riana dan Abimanyu.
Abimanyu langsung berdiri dan memeluk Erlin yang menangis sesenggukan di depannya.
“Lin, kamu tidak salah. Jangan pernah merasa begitu. Aku yang salah, Lin” suara Abimanyu bergetar, masih terpukul dengan tindakannya barusan.
Erlin menggelengkan kepalanya dengan air matanya yang terus mengalir.
“Tapi karena aku, Abi jadi bertengkar sama Riana. Aku penyebabnya. Kalau aku nggak ada, Abi nggak mungkin seperti ini."
Abimanyu menggelengkan kepalanya dan meminta Erlin untuk tidak berkata seperti itu lagi.
"Abi, tolong jangan marah sama Riana. Riana sama seperti aku yang ada rasa cemburu." ucap Erlin yang kemudian mengajak suaminya untuk meminta maaf kepada Riana.
Erlin mengetik pintu kamar Riana yang masih menangis.
Riana membuka pintu dan melihat pemandangan dimana suaminya menggenggam tangan Erlin.
"Oh, jadi seperti ini, Bi. Habis menampar aku, sekarang Abi pamer kemesraan di depan aku?!"
"Riana, Abi kesini mau minta maaf dan aku juga minta maaf karena..."
"CUKUP, LIN!! Kamu sudah merebut semuanya dan kalau kamu mau minta maaf. Pergi dan bercerai dengan Abi!"
Erlin langsung keluar dari kamar Riana dan masuk ke kamarnya.
Abimanyu menahan amarahnya dan ia menutup kamar Riana.
"Riana, kenapa kamu menjadi seperti ini? Bukannya kamu yang dulu memintaku untuk mencari istri lagi? Dan setelah aku menuruti kemauan kamu. Ini yang kamu lakukan dengan madumu?" tanya Abimanyu sambil menenangkan Riana.
Riana terdiam mendengar perkataan Abimanyu dan air matanya semakin deras menetes bercampur antara rasa sakit hati, cemburu, dan marah pada dirinya sendiri.
“Abi, aku memang yang salah. Memang aku yang dulu minta kamu menikah lagi. Tapi, aku nggak pernah nyangka rasanya akan sesakit ini,” suaranya bergetar, hampir terisak.
Abimanyu menghela napas dalam, lalu duduk di kursi dekat ranjang.
“Riana, kamu harus belajar ikhlas. Erlin itu bukan musuhmu, dia saudaramu. Kalian sama-sama amanah untukku. Jangan jadikan rumah tangga ini penuh api cemburu. Abi nggak sanggup kalau terus-terusan seperti ini.”
Riana mengangguk kecil dan meminta agar Abimanyu menemaninya malam ini.
Sementara itu Erlin memasukkan pakaiannya dan melepaskan cincin pernikahannya di atas tempat tidur.
"Seharusnya aku tidak masuk ke kehidupan kalian. Maafkan aku, Bi." ucap Erlin yang kemudian pergi meninggalkan rumah Abimanyu.
Abimanyu tidak menyadari jika Erlin pergi dari rumahnya.
Erlin segera memanggil taksi dan memintanya untuk mengantarkannya ke bengkel.
Ia tidak mau jika malam-malam seperti ini pulang ke rumah Abi Husein.
Di dalam mobil, Riana menangis sesenggukan dan mengingat perkataan dari Riana.
"Aku akan melepaskan suamiku, Riana. Semoga kalian berdua bahagia." gumam Erlin.
Tak berselang lama sopir taksi menghentikan mobilnya di depan bengkel.
Erlin turun dan memberikan beberapa lembar uang kepada supir taksi.
Setelah itu ia duduk di kursi sambil menggenggam tasnya.
Billy yang baru saja mau keluar mencari makan, melihat Erlin yang sedang melamun.
"Astaghfirullah, Lin. Kamu kenapa? Dimana Abimanyu?"
Erlin menggelengkan kepalanya sambil menangis sesenggukan.
"Ayo Lin, masuk dulu. Jangan diluar seperti ini."
Billy memapah tubuh Erlin yang saat ini sangat lemah.
Ia mengajak Erlin untuk masuk ke kamarnya agar beristirahat.
"Aku diluar, Lin. Kalau ada apa-apa, panggil aku." ucap Billy.
Erlin menutup wajahnya dengan selimut dan kembali menangis.
Sementara itu setelah melihat Riana sudah tidur pulas.
Abimanyu keluar dari kamar dan ingin melihat Erlin yang tadi keluar dari kamar Riana.
Ia membuka pintu kamarnya dan tidak melihat keberadaan istrinya.
"Lin, kamu di kamar mandi? Erlin?"
Abimanyu membuka pintu dan tidak melihat keberadaan istrinya.
Kemudian ia melihat cincin pernikahan Erlin yang ada di atas tempat tidur.
"Astaghfirullah, Lin!! Apa yang kamu lakukan, sayang."
Ia segera mengambil kunci mobilnya dan mencari keberadaan istrinya.