NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Harga Diri yang Hancur

Teriakan Ardi dan Kevia bersahut-sahutan.

Dengan dahi berdarah, Kevia bangkit lagi. Tubuh kecilnya yang lemah nekat memeluk erat ibunya, menutupi bagian yang disobek.

“Jauhi… ibuku…” suaranya bergetar, namun matanya menatap penuh keberanian.

Joni mengulurkan tangan lagi, hendak meraih.

“BERHENTI! JANGAN SENTUH ISTRIKU!” Ardi meraung dari kursi, tubuhnya berguncang liar melawan ikatan. Air matanya mengalir, amarah bercampur putus asa.

“Rima! Cukup! Hentikan! Jangan perlakukan dia seperti ini… Aku mohon padamu!”

Rima terkekeh rendah, mendekat hingga wajahnya sejajar dengan Ardi.

“Baru sekarang kau memohon? Hm? Tadi begitu gagah, menantangku… Sekarang lihat dirimu. Tak lebih dari pria lemah tak berdaya.”

Kemala menjerit pilu, Kevia menangis meraung sambil menutupi tubuh ibunya. Sobekan kain yang terbuka hanya memperlihatkan betapa rapuhnya mereka di hadapan tirani Rima.

Ardi menunduk, bahunya berguncang, air matanya jatuh deras. Suaranya serak, pecah di udara.

“Rima… cukup… jangan lagi. Aku rela kau hancurkan, tapi jangan permalukan keluargaku. Jangan sakiti mereka… kumohon…”

Rima tersenyum miring, langkahnya pelan tapi mantap menghampiri. Ia mencengkeram dagu Ardi kasar, memaksa wajah lelaki itu terangkat. Tatapannya menusuk, senyum dinginnya menghina.

“Bagaimana aku memperlakukan mereka, itu semua tergantung padamu. Kalau kau patuh, kalau kau tahu bagaimana menyenangkan aku… mungkin, mungkin saja, aku akan bermurah hati.” Suara Rima meluncur tenang, namun dingin, bagai belati yang diselubungi sutra.

Ardi terdiam. Napasnya tersengal, dadanya naik turun. Kata-kata berikut keluar dengan suara parau, berat, setiap suku kata bagai belati yang menusuk jantungnya sendiri.

“Aku… akan patuh padamu. Tolong… jangan sakiti mereka…”

Ia menunduk dalam. Harga dirinya hancur berkeping-keping, tapi ia rela menginjaknya sendiri demi melindungi anak dan istrinya.

Kemala memejamkan mata, air matanya jatuh. Hatinya berdenyut perih menyaksikan suaminya menyerah demi mereka. Kevia menunduk rapat, tubuh kecilnya masih gemetar. Meski terluka fisik dan batin, ia berusaha tetap tega, tak ingin menambah beban orangtuanya.

Rima menyeringai puas, matanya berkilat kejam, senyum tipisnya penuh kemenangan.

“Bagus. Akhirnya kau tahu tempatmu. Dan ingat, Ardi… kalau kau berani menyimpan niat buruk padaku, kau akan menyesal… sampai ke liang kubur.”

Riri, yang sejak tadi hanya tersenyum miring, menambahkan dengan nada tajam dan penuh kebencian.

“Dan aku akan memastikan… kalian sekeluarga menjerit, sampai kalian sendiri memohon untuk mati, kalau berani melawan ibuku.”

Rima berdiri angkuh, tubuhnya tegak seolah penguasa tunggal di ruangan itu.

“Mulai hari ini, aku tegaskan aturan baru. Kevia harus memasak dan membersihkan rumah ini. Kemala tidak boleh keluar tanpa izinku. Dan Ardi…” Rima menatap tajam ke arah pria itu, “kau tidak boleh menemui Kemala tanpa restuku.”

Suasana mendadak hening.

Kemala merengkuh erat tubuh putrinya, air matanya tak terbendung. Ini semua karena aku. "Salahku… batinnya bergetar, seakan sebongkah batu besar menindih dadanya hingga sulit bernapas."

Kevia menutup mata rapat, berusaha menahan getaran tubuhnya. "Tak apa… asal aku masih bisa bersama Ibu, aku rela. Aku harus kuat."

Sementara itu, Ardi terduduk lemah. Penyesalan menyesak dadanya, menusuk bagai ribuan jarum. "Aku seharusnya menjauh dari Rima sejak dulu. Aku… aku telah menyeret keluargaku dalam penderitaan ini. Hancur. Semua salahku. Salahku…" Jeritan itu hanya bergema di dalam hatinya.

Tapi teror itu belum berakhir.

“Dan satu lagi…” suara Riri terdengar, halus tapi dingin, menusuk seperti jarum yang diselipkan di sela luka. Senyumnya mengembang penuh kemenangan.

“Kevia harus menyerahkan semua tugas sekolahnya padaku… setelah selesai dikerjakan.”

Keheningan menelan ruangan. Ardi, Kemala, Kevia hanya bisa diam, tak lagi punya kuasa untuk menolak.

Rima bertepuk tangan pelan, seolah menikmati drama yang ia ciptakan. “Ah, putriku pintar sekali. Bagus, Ri.”

Ardi mengepalkan tangan begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. Suaranya pecah, menahan amarah yang membakar dada.

“Bukankah aku sudah berjanji patuh?! Kenapa… kenapa kau masih menindas putriku?”

Rima mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari Ardi. Tatapannya tajam, penuh dominasi. Kepalanya miring sedikit, senyumnya makin lebar.

“Ahh… justru itu yang paling menyenangkan, Ardi. Melihatmu patuh, tapi tetap marah, tetap tersiksa. Karena bagiku… kalian tak lebih dari boneka. Dan talinya… ada di tanganku.”

Kemala menarik napas panjang, matanya berair tapi sorotnya tetap teduh. Suaranya tenang, meski hatinya hancur.

“Kau boleh menang sekarang, Rima. Tapi ingat… Tuhan tidak pernah tidur. Cepat atau lambat, Dia akan bertindak. Kalau tidak… maka tak ada lagi yang percaya pada-Nya.”

Hening sesaat. Lalu pecah.

Rima tertawa keras, tawanya menggema dingin di ruangan itu. Ia menunduk sedikit, menatap Kemala penuh ejekan.

“Tuhan? Hahaha… kita lihat saja. Tapi sekarang, di rumah ini, akulah Tuhan kalian.”

Ardi mendongak, matanya merah basah, rahangnya mengatup kencang menahan luapan emosi. Ia ingin meraung, ingin menghantam, tapi tali di tubuhnya mengekang. Amarahnya meledak di dada, tapi tak bisa mewujud jadi perlawanan. Yang tersisa hanya tatapan penuh bara, dan doa lirih yang tak terdengar.

Rima menatap dua pengawalnya.

“Lepaskan ikatannya,” ucapnya dingin.

Mereka segera melaksanakan. Rima kembali mengalihkan pandangannya pada Kemala dan Kevia.

“Pergi. Jangan pernah muncul di hadapanku tanpa izin. Kalau kalian berani melanggar…” bibirnya menyungging senyum kejam, “…kalian sudah tahu apa akibatnya.”

Kemala menunduk tanpa sepatah kata. Ia hanya sempat menatap Ardi sejenak, dengan sorot mata yang sulit diartikan, sebelum melangkah kembali ke kamarnya dengan langkah berat. Kevia yang masih gemetar memapahnya. Sesaat sebelum masuk, Kevia menoleh singkat pada ayahnya.

Meski hanya sekejap, tatapan dua wanita yang paling berarti dalam hidupnya itu menusuk dalam, membuat hati Ardi seakan diremas.

“Maaf…” kata itu kembali menggema dalam dadanya. Namun lagi-lagi, tak sanggup keluar dari bibirnya.

Setelah Kemala dan Kevia menghilang di balik pintu, Rima menoleh pada dua bodyguard-nya.

“Bantu aku bawa Ardi ke kamarku.”

“Baik, Nyonya,” jawab mereka serempak, lalu dengan cekatan mengangkat tubuh Ardi yang masih limbung.

Rima kemudian menatap Riri. Senyumnya dingin.

“Sebenarnya, Ibu sempat berpikir untuk menghentikan sekolah Kevia. Tapi… otaknya terlalu berguna untukmu. Jadi, biarkan saja dia tetap sekolah.”

Riri menyeringai puas, nada suaranya penuh kemenangan. “Ibu tenang saja. Di sekolah pun aku yang akan memastikan dia tetap tunduk di bawah kakiku.”

Rima mengangguk pelan, sorot matanya berbinar dengan kepuasan yang dingin. “Bagus, Riri. Ibu percaya kau bisa menjinakkan anak itu lebih baik daripada siapa pun.”

Namun wajah Riri sempat mengernyit. “Tapi, Bu… kenapa gak sekalian biarkan saja wanita penyakitan itu mati? Bukankah lebih mudah, daripada terus-terusan merepotkan kita?”

Rima menoleh perlahan, senyum melengkung di bibirnya, namun tatapannya tajam seperti pisau. “Ah, Riri sayang… kau masih terlalu muda. Kalau Kemala mati, Ardi akan pergi dari sini dengan cara apa pun. Karena wanita itu… adalah pusat dunianya. Dia bisa dengan mudah membawa Kevia. Itu yang tak akan pernah ibu biarkan.”

Riri mendengus pelan, tatapannya sinis. “Kenapa sih, Bu, ibu begitu terobsesi sama dia? Bukannya sudah jelas dia gak pernah mau sama ibu?”

Senyum Rima makin lebar, namun ada kilatan kelam di matanya. “Dari kecil… ibu selalu menyukainya. Tapi seberapa pun ibu mendekat, ia selalu menolak. Jadi sekarang… ibu ingin buktikan, bahwa akhirnya ia tetap jadi milik ibu. Bagaimanapun caranya. Ada kebahagiaan tersendiri saat melihat dia tunduk, tak berdaya, di bawah kendali ibu.”

Riri menghela napas panjang, menoleh malas. “Terserah ibu saja.” Nada suaranya terdengar bosan, meski ada kepuasan samar karena tahu ibunya tak akan berhenti.

Rima terkekeh ringan, lalu melambai santai dengan penuh otoritas. “Sekarang, istirahatlah, Riri. Nikmati kemenanganmu hari ini.”

Riri hanya mengangguk tipis, sebelum berbalik pergi meninggalkan ruangan. Langkahnya ringan, seolah ia baru saja meninggalkan arena perang yang penuh darah, dan pulang sebagai pemenang.

“Ardi… kamu pikir aku butuh cintamu yang manis? Tidak. Aku tidak peduli seberapa keras kau membenciku, karena benci pun tetap membuatmu menoleh padaku. Selama aku masih bisa mengatur langkahmu, selama aku tahu setiap detakmu, itu sudah cukup. Orang lain tak mengerti, mereka bilang cinta harus ikhlas, harus memberi kebebasan. Omong kosong! Cinta itu mengikat, menahan, memastikan dia tak bisa pergi. Dan aku tahu, tanpa kendali itu, aku hanya akan jadi bayangan di hidupmu. Aku tak mau. Lebih baik kau tercekik dalam genggamanku daripada bebas tanpa aku.”

...🌸❤️🌸...

Next chapter...

“Sreet!”

Kakinya menginjak sesuatu yang licin. Kulit pisang tergeletak sembarangan di anak tangga.

“Ah!” seru Kevia terperanjat.

Tubuhnya kehilangan keseimbangan. Tangannya berusaha meraih pegangan, tapi jari-jarinya justru melayang di udara. Dunia seperti berputar cepat. Pandangannya kabur, jantungnya seakan terlempar keluar dari dada.

Detik berikutnya, tubuhnya miring, siap terjatuh dari ketinggian. Napasnya tercekat, sebuah jeritan nyaris pecah dari bibirnya—

Gelap.

.

To be continued

1
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
abimasta
semangat berkarya thor
mery harwati
Cakep 👍 menolong tanpa harus tampil paling depan ya Kevin 👏
Karena bila ketauan Riri, nasib Kemala & Kevia jadi taruhannya, disiksa di rumah tanpa ada yang berani menolong 🤨
Marsiyah Minardi
Saat CCTV benar benar berfungsi semoga kebenaran bisa ditegakkan ya Kevia
anonim
Kevin diam-diam menemui wali kelas - melaporkan dan minta tolong untuk menyelidiki tentang Kevia yang di tuduh mencuri uang kas bendahara. Kevin yakin Kevia tidak melakukannya dan meminta untuk memperhatikan Riri dan Ani yang selalu mencari masalah dengan Kevia.
Wali kelas akan menyelidiki dengan minta bantuan pak Anton untuk mengecek CCTV.
Di Aula suasana semakin panas semua menghujat Kevia.
Wali kelas datang meminta Kevia untuk berkata jujur apa benar mencuri uang kas dan alasannya apa.
Kevia menjawab dengan menceritakan secara runtut kenapa sampai dituduh mencuri uang dan bukti bisa berada di dalam tasnya.
Kita tunggu rekaman CCTV
anonim
Bisa kebayang bagaimana hati dan perasaan Kevia saat dituduh mencuri uang kas dengan bukti yang sangat jelas - uang kas tersebut ada di dalam tasnya. Semua teman-teman percaya - tapi sepertinya Kevin tidak.
Siti Jumiati
ah kak Nana makasih... kak Nana kereeeeeeeen.... semoga setelah ini gk ada lagi yang jahatin kevia kalaupun ada semoga selalu ada yang menolong.
lanjut kak Nana sehat dan sukses selalu 🤲
asih
aku padamu Kevin mau gak jadi mantuku 🤣🤣😂
Puji Hastuti
Goodjoob Kevin
Anitha Ramto
bacanya sampai tegang ya Alloh Kevia😭kamu benar² di putnah dan di permalukan kamu anak yang kuat dan tinggi kesabaran,,insyaAlloh dari hasil CCTV kamu adalah pemenangnya dan terbukti tidak bersalah,berharap si dua iblis itu mendapatkan hukuman yang setimpal,balik permalukan lagi,,

Kevin tentunya akan melindungi Kevia dengan diam²,,demi menyelamatkan dari amukan si anak ular betina,,good Kevin biar dua anak ular itu di kira kamu benci sama Kevia...padahal sebaliknya Kevin sangat peduli sama Kevia dan akan melindunginya...

sabar banget Kevia...
orang sabar di sayang Alloh..
tse
ah keren sekali gebrakanmu Kevin...
menolong Kevia secara tidak langsung di depan 2 ulet bulu yang tidak sadar diri....mantap..
ayo mau di hukum apa nih jedua ulet bilu itu...
enaknya disruh ngapain ya...
bersihin kelas yang bau kali ya..kna seru tuh ngebayangin mereka berdua beraihin kelas sambil muntah2 ...
alhasil bersihin kelas plus muntahannya sendiri...
rasain tuh hukuman yang sangat setimpal Dan jnagan lupa hubungi kedua orang tuanya terus mereka berdua di skorsing selama 1 minggu....
cukup lah ya hukumannya.....
setuju ga ka....
Suanti: ani dan riri harus hukum setimpalnya jgn di beda kan hukaman nya karna ank org kaya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!