"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Menuntut Penjelasan
..."Semua permasalahan akan selesai jika di bicarakan bersama. Dengan mengalah dan tidak mengedepankan ego, itu cukup memberikan pelajaran dalam menangani permasalahan, tanpa saling menjauh karena ego bersama."...
...~~~...
Setelah di pikir-pikir berulang kali, Alya pun mulai menerima nasehat dari Bunda Zahra, walupun tidak bisa menceritakan sepenuhnya masalahnya kepada Bunda Zahra.
"Bunda, kalau suami istri berantem karena salah satunya melakukan kesalahan, itu wajar kan' Bun jika marah?" tanya Alya yang mulai membuka topik pembicaraan dengan sang bunda.
Kening Bunda Zahra seketika berkerut mendengar pertanyaan yang di lontarkan Alya kepada dirinya.
"Kamu lagi ada masalah sama Raihan?" tanya Bunda Zahra untuk memastikan kecurigaannya itu.
Alya yang belum siap untuk bercerita hanya mengangguk saja, walupun sedikit ragu karena takut hal itu akan membuat mertuanya marah.
Seketika Bunda Zahra tersenyum tipis dan mengusap kepala Alya dengan begitu lembut. "Alya, semua pasangan yang sudah menikah itu pasti pernah bertengkar. Entah itu karena beda pemahaman, atau karena cobaan yang jauh dari bayangan. Akan tetapi, semua itu terjadi atas dalih ujian. Apalagi yang baru menikah seperti kamu dan Raihan. Namun, jika saja sudah kelewat batas wajar, kamu berhak untuk marah, tapi jangan berlebihan ya, Nak? Tidak ada salahnya, jika kamu mendengar dulu penjelasan dari suamimu, dan mengenyampingkan ego di antara kalian agar nantinya kalian tidak menyesalinya," jelasnya dengan begitu lembut.
Alya sejenak terdiam dengan mendengar ucapan dari Bunda Zahra, setidaknya dengan mendengarkan nasihat darinya, ia sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Walaupun demikian, hatinya masih belum bisa menerima pengkhianatan yang telah di perbuat oleh suaminya itu.
"Tapi Bunda, jika saja kita kecewa atas apa yang di lakukan oleh pasangan kita, apa itu salah jika kita mendiamkannya untuk beberapa hari saja untuk menenangkan diri?" tanya Alya tanpa sadar mengungkapkan kondisi rumah tangganya, walupun tidak begitu di ungkapkan secara jelas.
"Kamu berhak untuk marah, Alya. Namun, kamu tidak pantas untuk mendiamkan suamimu seperti itu, dia tetap harus kamu hormati dengan baik, walupun masalah di antara kalian begitu besar. Terlalu lama marah juga itu tidak di perbolehkan, karena pada nyatanya kamu akan tetep membutuhkan suamimu begitupun dengan Raihan. Cobalah berpikir terlebih dahulu untuk membuat keputusan ya, Alya? Semua ada di tangan kamu. Apapun keputusanmu itu sudah pasti itu adalah yang terbaik untukmu dan juga Raihan," ucap Bunda Zahra dengan memberikan pengertian yang lapang untuk masalah yang di hadapi Alya dalam rumah tangganya.
Alya perlahan-lahan mulai memahami ucapan Bunda Zahra yang begitu menenangkan hati Alya, walupun rasanya begitu berat untuk kembali ke kamarnya, setelah apa yang tadi akan Raihan perbuat kepada dirinya. Namun hal itu, Alya tidak bisa membicarakannya kepada Bunda Zahra, karena takut mertuanya itu akan marah. Apalagi jika Ayah Muhtaz tahu, jika Raihan akan melakukan kekerasan kepada dirinya, sudah pasti suaminya itu akan habis di marahi. Dan Alya tidak mungkin setega itu melihat Raihan kesakitan.
Sampai kemudian, Alya meraih jemari tangan Bunda Zahra, sembari tersenyum kepadanya dengan begitu manis.
"Terimakasih banyak Bunda sudah mau mendengarkan ceritaku. Dan terimakasih pula, atas nasihat yang telah Bunda berikan kepada Alya. Itu sungguh membuat aku cukup tenang, tapi maaf Bunda. Alya belum bisa bercerita banyak akan masalah Alya dan Mas Raihan kepada Bunda, tapi dengan ucapan Bunda barusan, itu cukup menegangkan Alya." Wanita itu menatap Bunda Zahra dengan begitu dalam, seperti tatapan seorang anak kepada ibunya.
Bunda Zahra tersenyum dan memeluk tubuh Alya. "Sama-sama sayang, Bunda juga senang bisa membantumu. Apapun yang terjadi, kamu harus kuat ya, Alya? Bunda tidak bermaksud untuk membela Raihan ataupun kamu, Bunda tetap meyayangi kamu tanpa membedakan kalian. Dan Bunda harap, kamu dan Raihan bisa menangapi masalah rumah tangga kalian dengan baik ya?" katanya dengan mengelus lembut pundak Alya.
"Iya Bunda. Alya akan ingat kata Bunda!" balas Alya dengan menerima perlakuan baik dari mertuanya itu.
***
Setelah selesai berbincang dengan Bunda Zahra dan menenangkan dirinya yang cukup kecewa, atas perlakuan Raihan yang tidak kunjung menyadari kesalahannya, dan malah berbuat nekat kepada dirinya. Alya pun akhirnya cukup tenang, setelah mendengar nasihat dari Bunda Zahra.
Dan kini Alya kembali ke kamarnya dan melihat Raihan yang tengah berdiri di balkon kamar, dengan wajah yang nampak begitu frustasi. Entah itu karena dirinya, atau karena wanita yang di lihatnya sewaktu di kantor.
Untuk saat ini, Alya melupakan rasa sakitnya. Ia mulai berjalan mendekati Raihan dan berdiri di sampingnya.
"Benar kata Bunda, aku tidak bisa terlalu lama marah kepada Mas Raihan, karena dalam agama pun bermarahan lebih dari tiga hari itu tidaklah baik. Dan sekarang aku telah mendiamkan Mas Raihan selama dua hari, aku harus mencoba untuk melupakan egoku sejenak untuk mendengarkan penjelasan dari Mas Raihan," ucap Alya di dalam hatinya begitu berada di samping Raihan.
Raihan yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangan, kerena terlalu banyak memikirkan masalah, membuatnya cukup terbebani dan tidak bisa tenang.
"Mas, maaf aku terlalu lama mendiamkanmu," ucap Alya menatap ke depan.
Sontak saja hal itu langsung membuat Raihan menatap ke samping kanannya. Dan kedua matanya langsung berbinar, begitu melihat sang istri berada di samping dirinya.
"Sayang, maafkan Mas." Raihan langsung memeluk tubuh Alya tanpa ragu, dengan begitu erat walupun tidak ada respon dari Alya.
Sampai pelukan itu terurai, Alya pun menatap begitu serius kepada Raihan. "Coba jelaskan semuanya, Mas! Aku berhak untuk tahu," ucapnya dengan penuh tuntutan.
"Iya sayang, Mas akan jelaskan semuanya. Tapi kamu janji sama Mas ya? Jangan marah sama Mas lagi," kata Raihan sembari memegang kedua tangan Alya, serta sedikit memohon..
"Tergantung nanti," jawab Alya dengan begitu acuh.
Karena tidak ingin istrinya berlama-lama marah kepadanya, Raihan pun memutuskan untuk langsung menjelaskan semuanya kepada sang istri.
"Maafkan Mas, sayang. Wanita yang kamu lihat di kantor itu bukan siapa-siapa Mas kok, dia hanya teman kuliah Mas sewaktu di Spanyol. Waktu itu kamu salah paham sayang, Mas tidak mungkin menyakiti hatimu," ujar Raihan dengan menjelaskan.
"Oh, teman apa pacar? Kelihatanya kalian begitu akrab, sampai panggil sayang-sayangan," sahut Alya yang masih bersikap cuek.
"Loh bukan begitu sayang, itu dia salah bilang," sahut Raihan yang terlihat begitu gelagapan.
"Jangan bohong Mas! Alya lihat kok semuanya. Mas tidak perlu menyembunyikan hubungan Mas dengan wanita itu lagi. Dan Alya sudah siap kok dengar semuanya," ucap Alya yang mulai mengintimidasi Raihan agar tidak berbohong.
Raihan pun menghembuskan nafasnya kasar, mencoba untuk menjelaskan kepada sang istri akan apa yang sebenarnya terjadi, antara dirinya dengan Silvi.
"Dia mantan kekasih Mas," jawab Raihan dengan begitu berat.
.
.
.