NovelToon NovelToon
BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

BOUND BY A NAME, NOT BY BLOOD

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:750
Nilai: 5
Nama Author: Lina Hwang

Xandrian Elvaro, pria berusia 30 tahun, dikenal sebagai pewaris dingin dan kejam dari keluarga Elvaro Group. Sepeninggal ayahnya, ia dihadapkan pada permintaan terakhir yang mengejutkan: menikahi adik tirinya sendiri, Nadiara Elvano, demi menyelamatkan reputasi keluarga dari skandal berdarah.

Nadiara, 20 tahun, gadis rapuh yang terpaksa kembali dari London karena surat wasiat itu. Ia menyimpan luka masa lalu bukan hanya karena ditinggal ibunya, tetapi karena Xandrian sendiri pernah menolaknya mentah-mentah saat ia masih remaja.

Pernikahan mereka dingin, dipenuhi benteng emosi yang rapuh. Tapi kebersamaan memaksa mereka membuka luka demi luka, hingga ketertarikan tak terbendung meledak dalam hubungan yang salah namun mengikat. Ketika cinta mulai tumbuh dari keterpaksaan, rahasia kelam masa lalu mulai terkuak termasuk kenyataan bahwa Nadiara bukan hanya adik tiri biasa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Hwang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kamu Membuatku Gila

Beberapa hari setelah keputusan besar itu, Nadiara memutuskan kembali ke London untuk sementara waktu. Bukan untuk melarikan diri, bukan juga untuk menghindar dari kenyataan yang baru mereka sepakati, tapi untuk menyelesaikan apa yang pernah ia mulai studinya, hidup lamanya, tanggung jawab yang selama ini tertunda.

“Aku hanya pergi sebentar,” katanya pada Xandrian malam sebelum keberangkatannya. “Kamu butuh waktu untuk merapikan semuanya. Aku juga.”

Xandrian tak bisa menyangkal. Walau hatinya berat, ia mengangguk. “Kita akan jadi nyata. Tapi sebelum itu… kita perlu bersih dari masa lalu.”

Nadiara tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Tapi ketika ia naik ke pesawat, ia tahu kepergiannya bukan tanpa luka. Ia meninggalkan hatinya di rumah itu. Di dada Xandrian.

Dan benar saja, sejak Nadiara pergi, dunia Xandrian terasa tak lagi utuh.

Setiap sudut rumah seakan kehilangan warna. Sofa tempat mereka tertawa kini terasa seperti sekadar perabot bisu. Cangkir kopi yang biasa dibagi berdua kini hanya menyesakkan dada saat ia menyeduhnya sendiri. Bahkan tempat tidurnya yang luas terasa seperti jurang tak berdasar, terlalu sepi untuk satu orang.

Xandrian mencoba menyibukkan diri. Rapat demi rapat ia jalani dengan wajah datar. Ia menandatangani berkas-berkas dengan tangan yang bergetar kecil. Tapi setiap kali ada jeda, pikirannya melayang ke satu nama Nadiara.

Ia menghindari media sosial. Ia tak berani membuka galeri foto di ponselnya. Tapi malam itu, saat hujan turun deras dan bunyi petir menggetarkan jendela ruang kerjanya, ia menyerah.

Dengan tangan gemetar, ia membuka folder foto yang telah ia beri nama: “Dia”.

Foto pertama yang muncul adalah Nadiara, sedang tertawa. Senyum lebar tanpa riasan, rambut acak karena angin. Senyum yang polos, yang tulus. Senyum yang tak pernah bisa ia lupakan sejak hari pertama mereka bertemu.

Ia menatapnya lama, lalu menekan nomor cepat yang telah hafal di luar kepala.

"Halo?"

Suara itu membuat hatinya mencelos. Ia bisa membayangkan Nadiara sedang duduk di kamar kecil di London, mengenakan sweater tebal, rambut diikat seadanya.

“Aku gila tanpamu,” kata Xandrian tanpa basa-basi. “Aku pikir aku bisa bertahan seminggu. Tapi aku bahkan tidak bisa tidur malam pertama.”

Di ujung sana, Nadiara diam. Hanya suara napasnya yang terdengar, sedikit tercekat.

“Kamu membuatku gila, Nadiara. Kamu mengacaukan hidupku… dan aku suka itu. Aku suka kekacauan yang kamu bawa. Karena untuk pertama kalinya, hidupku tidak terasa kosong.”

Beberapa detik sunyi, sebelum suara Nadiara terdengar pelan. “Aku juga kangen.”

Xandrian memejamkan mata, menggenggam ponselnya erat. “Pulanglah. Atau aku akan menyusulmu. Dan kalau aku menyusul, aku akan menciummu di bandara, di depan semua orang. Aku akan bilang pada dunia bahwa aku mencintai wanita yang dulu kupanggil adik.”

Di ujung telepon, Nadiara tertawa kecil. Tapi tawanya disusul suara serak yang tertahan.

"Jangan buat aku menangis di pesawat" katanya lirih.

“Tangis itu milikku juga” bisik Xandrian. “Aku akan menampungnya, seperti aku ingin menampung seluruh lukamu. Dan mencintaimu, sepenuhnya. Bukan lagi sebagai rahasia. Tapi sebagai terang yang kutunjukkan pada dunia.”

Telepon berakhir dengan diam yang menggantung, tapi bukan diam yang kosong. Itu adalah diam yang penuh janji, yang menenangkan badai dalam hati mereka berdua.

Beberapa hari kemudian, pesawat dari London mendarat di Jakarta. Langit sore menggantung muram, awan gelap menyelimuti bandara. Tapi di dalam ruang kedatangan, Xandrian berdiri tegak, mengenakan jas hitam dan syal abu-abu yang pernah dipinjam Nadiara suatu malam yang dingin.

Ia menanti. Hatinya berdebar begitu keras, hingga nyaris menenggelamkan suara pengumuman.

Dan kemudian, sosok itu muncul dari balik pintu kaca.

Nadiara.

Langkahnya pelan, tapi matanya menyala. Tak ada ragu. Tak ada takut. Ia mendorong troli koper tanpa berhenti, pandangannya hanya terarah pada satu orang di ujung ruangan.

Xandrian tidak peduli lagi pada orang-orang yang menoleh, pada kamera ponsel yang mungkin diam-diam merekam. Ia berjalan cepat menghampiri Nadiara.

Tanpa kata, tanpa aba-aba, ia menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukan. Erat. Dalam. Seolah mencoba meleburkan seluruh jarak yang sempat ada di antara mereka.

Dan di sanalah, di tengah keramaian bandara, di bawah sorot mata orang-orang yang terkejut, Xandrian mencium Nadiara. Bukan ciuman rahasia, bukan ciuman terlarang, tapi ciuman milik dua orang yang akhirnya berani mencintai tanpa batas.

“Aku di sini” bisik Nadiara saat mereka berpisah sedikit, napas mereka masih memburu.

“Aku tahu” jawab Xandrian. “Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi.”

Sorotan media muncul beberapa jam kemudian. Foto-foto mereka berpelukan tersebar di media sosial, tagar tentang “CEO muda cium wanita misterius di bandara” menjadi trending. Tapi untuk pertama kalinya, Xandrian tidak memikirkan dampaknya. Ia bahkan mengirimkan foto itu sendiri ke tim humasnya.

“Buat rilis pers” katanya. “Hari ini, aku akan memperkenalkan wanita yang akan berdiri di sampingku. Bukan sekadar sebagai kekasih. Tapi sebagai pilihan hidupku.”

Dan benar saja. Keesokan harinya, dunia tahu bahwa cinta itu nyata.

Bahwa mereka memilih gila, karena hanya dengan kegilaan itulah cinta bisa bertahan di dunia yang terlalu waras.

Cinta sejati memang gila.

Tapi gila yang membuat hidup jadi masuk akal.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!