NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:618
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 18 Ingin Menyerah?

Tanvir berdecak untuk kesekian kalinya pagi ini seraya memerhatikan layar ponsel. Sekali lagi Tanvir mencoba menghubungi nomor yang sama, tapi tetap tidak ada jawaban. Akhirnya Tanvir melangkah menuju motornya.

“Bang Tanvir tungguin!” Ziya memasang sepatunya sambil berdiri demi mengejar Tanvir yang sudah menyalakan motornya. Gadis itu bahkan hampir terjatuh karena terburu-buru menuruni tangga di teras rumah.

Belum selesai Ziya duduk di boncengan motor Tanvir, motor itu sudah melaju meninggalkan pelataran rumah. Hampir saja Ziya terjungkal jika dia tak buru-buru berpegangan pada jaket Tanvir.

Bukannya membelokkan motornya ke arah sekolah, Tanvir mengarahkan motornya menuju perumahan elite. Perasaannya tak tenang sejak semalam, maka Tanvir harus memastikan semua baik-baik saja.

Tanvir menghentikan motornya di depan gerbang dan memencet bel. Tak lama muncul seseorang dari balik pagar tinggi itu. Melihat Tanvir yang datang, satpam itu langsung membukakan gerbang untuk Tanvir.

Ziya yang masih terdiam di boncengan Tanvir berdecak takjub melihat bangunan lantai dua yang tampak mewah dan luas di hadapannya. “Bang! Ini rumah siapa sih?” tanya Ziya sambil mengikuti langkah Tanvir menuju pintu utama.

“Nanti kamu juga bakal tau.” Tanvir memencet bel di samping pintu dan menunggu. Tak lama, seorang wanita paruh baya keluar.

“Loh, Den Tanvir! Ada apa pagi-pagi ke sini?” tanya Bi Edah melihat Tanvir yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Netra Bi Edah juga beralih pada gadis di samping Tanvir—Ziya.

“Dari semalam saya hubungin Dzaka tapi gak pernah diangkat, Bi. Dzakanya mana?” Pertanyaan Tanvir membuat Bi Edah terdiam. Kejadian kemarin malam melintas di pikirannya kembali membuat raut wajahnya berubah muram.

Namun, Bi Edah juga merasa aneh saat Dzaka sama sekali tak keluar dari kamar pagi ini. “Dari tadi Den Dzaka juga gak keluar kamar, Den. Mending Den Tanvir langsung naik aja.” Bi Edah mempersilakan Tanvir dan Ziya masuk.

Ziya akhirnya tahu bahwa ini adalah rumah Dzaka. Melihat sikap Dzaka yang sederhana, Ziya tidak pernah membayangkan bahwa Dzaka sekaya ini. Melihat perabotan rumahnya saja Ziya tahu semuanya terlihat mahal.

“Ka! Ini gue! Bukain pintunya dong!” Tanvir mengetuk pintu kamar Dzaka seraya terus memanggil sang empunya. Namun, sama sekali tidak ada jawaban dari dalam. Perasaan Tanvir mulai tak nyaman saat tangannya terus mengetuk pintu itu dengan keras.

“Bi! Minta kunci cadangan kamarnya Dzaka dong!” teriak Tanvir dari lantai atas seraya terus mengetuk kamar Dzaka. Tak lama, Bi Edah muncul dengan kunci cadangan yang diminta Tanvir.

Saat kunci itu dipaksa masuk, terdengar dentingan sesuatu yang jatuh ke lantai. Tanvir membuka pintu dan terpaku melihat tubuh Dzaka tergeletak di atas lantai, dekat meja belajarnya.

“Ka! Ka! Bangun woi!” Tanvir menepuk pipi Dzaka, tapi tak ada respon. Bahkan pipi Dzaka terasa panas. Saat Tanvir menyentuh tangan Dzaka, tangan itu dingin. Tanpa aba-aba, Tanvir mengangkat tubuh Dzaka dan membawanya turun.

“Bi! Tolong panggilin Paman Janu buat ngantar Dzaka ke rumah sakit!” Tanvir berhati-hati melangkah menuruni tangga. Ziya mengikuti abangnya dalam diam dan rasa khawatir yang juga melingkupinya.

“Kamu telepon Qeela sekarang buat jemput! Abang mau nganter Dzaka ke rumah sakit dulu!” Tanvir mengenakan helmnya dan menyalakan mesin motor. “Maaf, ya, abang ninggalin kamu gitu aja.” Tanvir mengusap lembut kepala Ziya dan bergerak menjauh.

Ziya terdiam melihat Tanvir dan mobil yang membawa Dzaka menjauh. Dia tak bisa merengek pada Tanvir untuk ikut karena Ziya sadar bahwa kehadirannya di sana juga tak diperlukan.

Ziya mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Qeela—sepupunya. “Qee! Tolong jemput aku di Perumahan Edelweiss No.18, ya. Makasih sebelumnya.” Setelah mendengar jawaban Qeela, Ziya beranjak menuju gerbang dan berdiri di tepi jalan menunggu Qeela.

“Ziya!” Panggilan itu membuat Ziya menoleh dengan keterkejutan yang sangat jelas di wajahnya. Bahkan Ziya sedikit mundur dengan deru napas yang mulai memburu. Entah mengapa mendengar suara itu saja sudah membuat tubuh Ziya gemetar.

“S-Syifa?!”

...----------------...

Dzaka perlahan membuka matanya. Cahaya terang menusuk penglihatannya, sehingga Dzaka memejamkan matanya kembali. Dengan perlahan, Dzaka bisa menyesuaikan cahaya yang memasuki penglihatannya.

Saat Dzaka mencoba duduk, kepalanya terasa sangat pusing. Dzaka terkejut merasakan keningnya yang panas, begitu pula napasnya. Bibir Dzaka terasa kering dan tubuhnya juga lemas.

Baru saja Dzaka berniat mengistirahatkan tubuhnya kembali, pintu ruangan rawatnya dibuka dengan keras. Melihat siapa yang datang, netra Dzaka membola. Dzaka bisa merasakan aura mencekam itu dengan sangat jelas.

“Sudah bosan hidup rupanya!” sinis sosok itu membuat Dzaka menunduk dalam. Suara berat itu berhasil membuat tubuh Dzaka gemetar.

Tiba-tiba tubuh Dzaka sudah terangkat. Baju rumah sakit Dzaka ditarik begitu kencang, hingga Dzaka merasa tercekik. Tenggorokannya yang sedari awal terasa sakit dibuat semakin sakit. Dzaka terbatuk berkali-kali karena pasokan oksigen di paru-parunya menipis.

“Kemarin pulang malam! Sekarang sakit! Besok apalagi yang akan kamu lakukan, hah?! Apa kamu benar-benar sudah bosan hidup?!” Dzaka tak bisa menjawab pertanyaan itu sama sekali. Dia masih sibuk menghirup oksigen untuk mengurangi sesaknya.

Tubuh Dzaka dihempas begitu keras, hingga Dzaka hampir saja terguling dan jatuh dari brankar jika seseorang tidak menahan tubuhnya. Dzaka menetralkan ritme jantungnya yang menggila.

“Apa sudah cukup, Tuan Emir?!” Suara itu membuat Dzaka menoleh cepat. Paman Adi berdiri di depan tubuh Dzaka—menghalangi Dzaka dari jangkauan Tuan Emir.

Tuan Emir menggeram marah melihat Paman Adi menantangnya seperti itu. “Apa yang kamu lakukan, Adi?! Apa kamu sudah bosan bekerja dengan saya?!” geram Tuan Emir pada Paman Adi yang menampilkan seulas senyum tipis di wajahnya.

“Silakan saja memecat saya, Tuan. Anda lebih tau betapa butuhnya Anda terhadap keberadaan saya.” Paman Adi menatap remeh Tuan Emir yang menatap nyalang padanya.

Merasa tak bisa membalas ucapan Paman Adi, Tuan Emir menendang kursi di hadapannya hingga terpental jauh. Seseorang muncul dari balik pintu dengan amplop coklat yang segera diberikannya pada Tuan Emir.

Tuan Emir langsung mendekati Dzaka dan menyerahkan amplop itu. Dengan gemetar tangan Dzaka berhasil menggapai amplop itu dan membuka isinya. Rasa pusing di kepala Dzaka semakin menjadi melihat deretan angka di kertas yang ada di hadapannya.

Soal ulangan matematika peminatan yang harus Dzaka kerjakan dalam kondisi seperti ini. Untuk sejenak, Dzaka memberanikan diri menghela napas berat. Rasanya tubuh Dzaka terlalu lelah untuk duduk. Apalagi harus mengerjakan soal-soal ini.

“Kerjakan soal ini! Ingat! Tidak boleh ada satu pun kesalahan dalam jawabanmu! Jika kamu ingin mencoba mengusik kebaikan hati saya kepadamu, silakan saja! Saya bersedia membuatmu semakin menderita untuk tetap memenuhi keinginan saya!” Tuan Emir langsung keluar dari ruangan Dzaka, menyisakan Dzaka dan Paman Adi di sana.

“Tuan Muda tidak perlu melakukannya! Saya akan bi—” Ucapan Paman Adi terhenti dengan gelengan pelan dari Dzaka. Bahkan Dzaka memaksakan lengkungan tipis di wajahnya untuk menenangkan Paman Adi.

“Dzaka bisa kok, Paman. Paman balik kerja aja. Dzaka bakal menyelesaikan ulangan ini dengan baik.” Ucapan itu seperti perintah mutlak bagi Paman Adi, sehingga lelaki paruh baya itu mengangguk dan beranjak keluar.

Dzaka menghela napas berkali-kali untuk menghilangkan sesak dan nyeri di hatinya. Demi menghindari sesuatu yang menggenang di sudut matanya jatuh, Dzaka menengadah dan mencoba menerbitkan sebuah senyuman.

Setelahnya Dzaka meletakkan kertas soal itu di atas meja dan menggapai pena dengan gemetar. Saat Dzaka menunduk, kepalanya sangat sakit. Belum lagi cairan yang mengalir dari hidungnya yang mengganggu.

Namun, Dzaka tetap berusaha mengerjakan soal-soal itu dengan pelan. Sebelah tangannya sibuk menulis, sedangkan sebelah lagi sibuk mengusap cairan yang mengalir dari hidungnya. Sudah banyak tisu yang teronggok di sudut meja selama Dzaka mengerjakan soal-soal itu.

Butuh waktu satu setengah jam Dzaka bergelut dengan soal ulangan hingga ia benar-benar menyelesaikannya. Saat Dzaka selesai menuliskan jawaban terakhir, cairan berwarna merah jatuh di atas lembar jawabannya.

Dengan sigap Dzaka mengusap hidungnya dengan tisu. Kepala Dzaka terasa sangat sakit sekarang. Tubuhnya juga terasa kaku dan persendiannya ngilu. Pandangan Dzaka mengabur seiring dengan tubuhnya yang mulai melemah.

“Ka! Dzaka!” Dzaka mencoba membuka matanya demi melihat sosok yang barusan memanggilnya. Senyuman itu tiba-tiba saja terbit di wajah pucat nya yang kotor oleh darah. Kehadiran Raffa membuatnya lega.

“Kayaknya ... gue ... mau ... nyerah ..., Fa.” Setelahnya tubuh Dzaka terkulai lemas. Raffa langsung memencet tombol di dinding untuk memanggil perawat.

“Siapa yang udah bikin lo kayak gini, Ka?!” Raffa menggeram marah melihat ketidakberdayaan Dzaka di hadapannya. Lalu netra tajamnya melihat lembar jawaban ulangan matematika Dzaka.

"Kakek lo keterlaluan, Ka!"

1
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!