NovelToon NovelToon
Mystic Guard : Hari Kebangkitan Ibu Iblis Jahanam

Mystic Guard : Hari Kebangkitan Ibu Iblis Jahanam

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Misteri / Horror Thriller-Horror / Roh Supernatural
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Sebuah desa terpencil di Jawa Tengah berubah menjadi ladang teror setelah tambang batu bara ilegal tanpa sengaja membebaskan roh jahat yang telah tersegel berabad-abad. Nyai Rante Mayit, seorang dukun kelam yang dulu dibunuh karena praktik korban bayi, bangkit kembali sebagai makhluk setengah manusia, setengah iblis. Dengan kekuatan untuk mengendalikan roh-roh terperangkap, ia menebar kutukan dan mengancam menyatukan dunia manusia dengan alam arwah dalam kekacauan abadi.

Dikirim untuk menghentikan bencana supranatural ini, Mystic Guard—tim pahlawan dengan keterikatan mistis—harus menghadapi bukan hanya teror makhluk gaib dan jiwa-jiwa gentayangan, tetapi juga dosa masa lalu mereka sendiri. Dalam kegelapan tambang, batas antara kenyataan dan dunia gaib makin kabur.

Pertarungan mereka bukan sekadar soal menang atau kalah—melainkan soal siapa yang sanggup menghadapi dirinya sendiri… sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Raja Genderuwo

Akar-akar busuk merambat seperti ular kelaparan. Langit malam menghitam sempurna, tak menyisakan bintang. Dari sela kabut merah pekat, muncul gerombolan makhluk astral—tulang-tulang yang merangkak, kepala manusia yang melayang tanpa tubuh, sosok-sosok kabur berselimut asap hitam pekat yang menangis sambil tertawa. Kelima Pawang Tanah Merah berdiri dalam barisan, memanggil kekuatan dari tanah yang terkutuk ini.

Mereka muncul serempak. Sasmita, Taki, Yama, Asvara, dan HellHowl—berdiri membentuk lingkaran dengan Ningsih di tengahnya. Semua saling membelakangi, posisi bertahan, mata penuh siaga.

Taki di sisi timur, pena emasnya berputar perlahan di udara, menuliskan mantra melayang yang menyala dalam bahasa yang tak dikenal. Napasnya tenang, mata tertutup sesaat. “Jangan biarkan ada yang menyentuh garis tengah,” ucapnya pendek.

Sasmita di sisi selatan, trench coat merah maroonnya robek sebagian, namun ia tetap berdiri tegak, Kujang Siluman di tangan, dan mata yang tajam seperti pemburu hantu sejati. “Mereka ini bukan manusia... dan bukan hantu biasa juga.”

Yama di sisi barat, mengeluarkan dua botol kimia, lalu menyuntikkan cairan ke lehernya. Tubuhnya gemetar, otot-otot lengan membengkak, bulu halus tumbuh, kuku berubah menjadi cakar logam tajam. Dia meraung pelan, separuh manusia, separuh werewolf.

Asvara di sisi utara, rambut hijaunya berkibar, jubahnya terbuka penuh seperti kelopak bunga mistis. Kedua tangannya menyatu dalam mudra sihir, akar-akar sihir menjalar di udara, membentuk tameng dari energi hutan.

HellHowl, si pria gitaris misterius, berdiri tepat di belakang Ningsih, memetik gitarnya sekali. Nada melengking tajam menusuk telinga makhluk astral yang mendekat. Api biru menyala dari senarnya. “Kalau ini konser neraka, mari kita bikin penontonnya trauma seumur hidup.”

Kamera seolah berputar mengelilingi mereka. Kabut berputar, bayangan melompat dari arah yang berbeda. Lima arah penjuru mata angin, lima penjaga yang belum pernah bertemu, namun kini dipaksa bertarung sebagai satu barisan.

Ningsih memandangi mereka dari tengah. Matanya membasah. “Kenapa... kenapa mereka melindungiku? Mereka bahkan belum mengenalku. Tapi kenapa rasanya seperti... aku pernah menunggu momen ini sepanjang hidupku?”

Serangan dimulai.

Makhluk-makhluk astral melompat bersamaan.

Taki menulis mantra di udara, menciptakan dinding energi berbentuk kertas kuning emas yang membakar tiap roh yang menyentuhnya. “Qalimat al-haqq!”

Sasmita menebas cepat dengan kujangnya, menari di antara entitas tak berbentuk. Ia mencium bau kematian dan menyayatnya tanpa ampun. Darah hitam beterbangan.

Yama melompat dan mencakar seekor genderuwo yang hendak menjangkau Ningsih. Dia melempar satu botol ke tanah—ledakan kabut asam menghancurkan segerombolan mayat hidup jadi abu. “Ini bukan biologi. Ini... perang neraka!”

Asvara berputar, kedua tangannya menggambar lingkaran sihir. Akar-akar membentuk tombak dan menembus kepala hantu perempuan berambut api. “Aku Asvara... penjaga hutan leluhur. Kalian bukan tamu di tanah ini!”

HellHowl menggesek gitarnya dengan brutal, suara distorsi menggema seperti auman dari jurang neraka. Gelombang sonik menumbangkan puluhan makhluk sekaligus. “Scream louder, bastards!”

Pertempuran berlangsung sengit. Kamera berputar lagi—semua bergerak harmonis, walau belum pernah berlatih bersama. Mereka membaca gerakan satu sama lain seolah ini sudah ditakdirkan.

Ningsih terhuyung, jatuh berlutut, berteriak melihat seekor makhluk hitam tinggi berlidah merah menyeringai padanya. Tapi sebelum makhluk itu sempat menjamahnya, Sasmita muncul, mengangkatnya ke belakang punggungnya.

“Asal lo nggak mati duluan, kita bakal selamatin garis keturunan lo!” kata Sasmita tegas.

“Kenapa kalian... melindungi aku...?” lirih Ningsih.

Yama menyeringai dari sisi lain, dengan darah monster menetes di wajahnya. “Karena lo udah jadi pusat badai ini, Ningsih. Kita nggak bisa mundur.”

Asvara mengangguk. “Kalau kau tumbang, yang lain akan jadi neraka abadi.”

Taki berkata pelan namun tegas, “Tuhan mempertemukan kita bukan kebetulan. Kini kita satu lingkaran.”

HellHowl menoleh setengah. “Namaku HellHowl, dan ini... konser pembantaian.”

Mereka berdiri kembali membentuk formasi.

Di kejauhan, kelima Pawang Tanah Merah mengangkat tangan mereka, memanggil entitas yang lebih besar. Bayangan sebesar bukit muncul dari balik kabut.

“Ini baru awal...” kata Ningsih dalam hatinya, menatap kelima pelindungnya. “Dan entah kenapa... aku merasa tak lagi sendirian.”

Dari barisan lima Pawang Tanah Merah itu, tangan-tangan mereka membentuk segel aneh, mulut komat-kamit membacakan mantra dalam bahasa yang tak pernah didengar oleh siapa pun di dunia ini. Tanah retak. Darah menetes dari langit.

Lalu...

Terdengar suara gamelan.

Pelan. Mengerikan. Mengalun tak beraturan seperti dimainkan oleh tangan-tangan busuk dari liang kubur. Gong dipukul keras dalam tempo kacau. Saron berdering dengan nada minor yang menusuk jantung. Kendang berdentum seperti dentang nisan.

Lalu—jeritan.

Satu suara perempuan. Kuat. Serak. Seolah datang dari tubuh yang telah mati namun dipaksa bernyanyi lagi. Suara itu menggema dari segala penjuru, menggetarkan tulang sumsum, menghancurkan kaca-kaca rumah, dan...

WHOOOSH!

Angin memutar seperti topan neraka. Pepohonan tercabut dari akarnya, rumah-rumah reyot beterbangan, dinding beton pun bergeser. Bayi menangis. Anjing-anjing menggonggong. Awan terbuka menampakkan pusaran merah darah.

Ningsih berteriak saat tubuhnya hampir terangkat angin. Tubuhnya ringan, rambutnya berkibar liar. Namun akar-akar sihir Asvara menyambarnya tepat waktu, mengikat pergelangan kaki dan pinggangnya, menahannya di tanah.

Asvara sendiri menahan tubuh dengan tongkatnya yang kini tertanam ke tanah. Matanya menyala hijau terang, keringat menetes dari pelipisnya. “Ini... ini bukan entitas biasa...!”

Dari rekahan bumi yang kini terbuka bagai liang raksasa, muncul dua tangan besar penuh bulu kasar dan luka bakar. Tanah gemetar. Asap merah kehitaman mengepul. Suara gamelan makin keras, makin cepat, makin gila.

Lalu dia muncul.

Bondowoso.

Tinggi hampir sepuluh meter. Kulitnya hitam kelam, penuh retakan seperti lava yang beku. Gigi-giginya besar dan tak rapi, menonjol keluar dari rahang atas dan bawah. Matanya merah menyala seperti dua bara api. Rambut gimbal panjang menjuntai hingga perutnya. Di dadanya tergantung kalung dari kepala manusia.

Suara napasnya seperti dengusan sapi disembelih.

Begitu ia membuka mulutnya, ribuan lalat keluar beterbangan, membawa bau busuk mayat yang terjebak berabad-abad.

“BONDOWOSO...” seru kelima Pawang Merah dalam satu suara. Mereka berlutut bersamaan, kepala menyentuh tanah.

HellHowl menurunkan gitarnya perlahan. “Oke. That... is one ugly motherfu—”

“Jangan bilang,” sela Sasmita cepat.

Yama meludah ke samping, lalu mendesis. “Kita harus hadapi itu?”

“Bukan hanya itu...” ujar Taki pelan, menatap formasi sihir yang muncul di langit, bentuk pentagram kabut merah di antara awan.

Asvara merapatkan posisinya, akarnya makin banyak melilit tubuh Ningsih seperti kepompong hidup.

“Dia pemanggil... Raja dari dunia bawah tanah. Dewa kegelapan lokal... bukan sekadar makhluk astral. Ini... Bondowoso. Raja para Genderuwo. Kita semua... bisa mati malam ini.”

Semua berdiri lebih rapat.

Ningsih, yang setengah tubuhnya terikat akar, melihat siluet kelima pelindungnya di depan sana, satu per satu menyiapkan posisi bertahan. Matanya gemetar, hatinya berdebar. Namun suara dalam dirinya, untuk pertama kalinya... berbicara.

“Aku tidak boleh jadi beban. Aku harus temukan apa arti semua ini... sebelum semuanya habis.”

Bondowoso menatap mereka, lalu membuka mulut.

“AKU... SUDAH LAMA... LAPAR.”

1
EsTehPanas SENJA
ayo ningsih! kamu ga sendirian ✊🏻
EsTehPanas SENJA
ayo ningsih! bangkit! mas mu udah jadi korban kayanya ...😳 jangan sia siakan dia ning! ✊🏻
EsTehPanas SENJA
kenapa namanya berbau bau J. ada taki ada yama 😳🤭
EsTehPanas SENJA
the vault ini macam x files fbi gitu? atau Men in Black 🤭😁
Saepudin Nurahim: The Vaul itu Organisasi Rahasia yang di bawah pemerintah, kalau mau lebih tau tentang the vault, kakak bisa baca di novel The Closer, sama Agent Liana. masih satu Universe. nyambung
total 1 replies
EsTehPanas SENJA
wwwih setan AKAP ehh lintas Pulau malah ini 😱😳
Saepudin Nurahim: makasih sudah mampir kak 🙏
total 1 replies
awesome moment
awal baca yg horor n
Saepudin Nurahim: terimakasih support nya kak
total 1 replies
Ahmat Zabur
campuran mitologi dan super hero di kemas rapi,, serasa masuk kedalam alur cerita nya,, salam merinding buat penulis
Ahmat Zabur
ngeri yaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!