Sebelum baca sebaiknya baca novel aku yang berjudul, Love You Kak Kenan. soalnya cerita ini ada kaitannya dengan cerita tersebut.
🕊️🕊️🕊️
Kevano Aiden Alaska, adalah seorang pemuda yang kejam dan apa yang ia inginkan harus di turuti. Ia mencintai seorang gadis yang bernama Vania Keyla Clarissta.
Vania adalah seorang gadis yang sangat baik, akibat kebaikannya orang di sekitanya memanfaatkannya dan selalu menjadi bahan bullying di sekolahnya. Ia sangat takut kepada Aiden dan membenci sosok Aiden.
Raiden Azra Alaska, Raiden merupakan adik dari Aiden dan sifatnya berbanding terbalik dengan Aiden, Raiden sangat ceria dan ramah, ia juga mencintai Vania tetapi dalam diam dan tidak berani mengungkapkan perasaannya.
kalau kalian suka, baca langsung ajalah.
ig: fj_kk17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitriishn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Pelindung Seperti Adit
HAPPY HAPPY AJAAA~
Pagi yang cerah matahari mulai masuk melalu celah-celah gorden kamar Vania yang di hembuskan oleh angin, Vani terbangun saat silau cahaya mengenai matanya. Sejenak Vania terdiam sebelum matanya tertuju pada jam dinding kamarnya yang sudah pukul 06:50.
Vania melompat dari kasurnya menuju kamar mandi, "mandi gak ya? Kalau mandi nanti lama, tapi kalau gak mandi bau... Ahh yah udah gak usah mandi, kalau bau biarin." Putus Vania hanya mencuci wajah, kaki dan tangannya saja
Setalah keluar dari kamar mandi Vania menuju meja riasnya dan hanya menggunakan bedak Beby, tak lupa Vania menyisir asal rambutnya, tanpa banyak drama lagi Vania segera meninggalkan kamarnya bergegas pergi. Vania berlari terbirit-birit agar ia bisa mengejar bus sekolahnya, betapa beruntungnya Vani saat baru sampai di halte bus, bus tersebut masih stenbay. Vania segera masuk, barulah bus itu berangkat.
Vania melirik semua kursi yang berisi, tidak ada berseragam yang sama sepertinya, itu berarti hanya Vania saja yang bersekolah di sekolahnya.
Bus tersebut berhenti di depan sekolah Vania. Vania melirik jam tangannya yang sudah terlambat 10 menit yang lalu. Vani meminta kepada satpam sekolah agar beliau membuka gerbang untuknya. "Pak buka gerbangnya dong... Plis pak kali ini aja, aku cuman kali ini kok terlambat."
"Kamu lihat jam kamu dan segera pulang!" Tegas satpam itu begitu datar.
"T-api p-ak..." Vania sudah pucat pasih mendengar perkataan satpam tersebut.
"Pulang nak... Peraturan tetap peraturan." Ucap satpam tersebut dengan nada yang lembut dan penuh kesabaran.
Vania berbalik lemas setah mendengar ucapan satpam tersebut.
Saat kesedihannya Aiden berlari terbirit-birit menghampiri Vania dan berdiri tepat didepan sembari memegang lututnya kelelahan berlari. "Udah telat ya?" Tanyanya ngos-ngosan.
Vania mengangguk lesuh, dan melanjutkan langkahnya dari sebelah Aiden. "Lo mau kemana?" Tanya Aiden menahan tangan Vania.
"Pulang!"
"Gitu aja nyerah! Ikut gue deh kalau mau masuk." Ajak Aiden begitu percaya diri.
Vania menatap aneh Aiden dan menolak permintaannya, "gak deh kak aku udah malas." Ujar Vania.
"Cik ikut aja!" Tanpa aba-aba Aiden menarik paksa tangan Vania membawanya kearah tembok yang menjulang tinggi.
"Ngapain kesini?" Tanya Vania binggung melihat tembok itu.
"Manjat tembok ini aja baru bisa masuk."
"E-ggak kak aku gak mau, aku takut tinggi kak." Tolak Vania.
"Aelah itu aja takut!"
"Naik bahu gue Lo!" Paksa Aiden, tetapi Vania masih setia dalam pendirinya.
"Ayo?! Ngapain diam disitu?"
"Takut kak, nanti kalau kakak ngintip gimana?" Tanya Vania begitu polos.
"Gue gak se-mesum itu ya kocak." Kesal Aiden.
Vania mengumpulkan nekatnya dan naik ke atas punggung Aiden dengan takut takut.
Sampai di atas, dengan mudah Aiden melompat hingga duduk di sebelah Vania, Vania tidak berani menatap kebawah. "Kita di sini terus kak?" Tanya Vania.
"Yah engga lompat ke bawah lagi." Ujar Aiden tanpa aba-aba melompat.
Vania melihat perbuatan Aiden seketika panik dan cemas, "kak... Bantuin aku, a-ku gak bisaaa." Rengek Vania takut.
"Ayo Lo pasti bisa, kalau Lo jatuh pasti gue tangkap." Ucap Aiden memberi keyakinan.
Vania mengumpulkan keberaniannya dan segera melompat.
Hap...
Aiden berhasil menangkap Vania. "A-ku masih hidup kan?" Tanya Vania dengan polos.
"Gak! Lo udah mati! Pake nanya." Kesal Aiden.
Aiden menurunkan Vania dari gendongannya, "yakan takut kak."
"Iya bagus ya? Lompat tembok?" Tiba-tiba saja guru berdiri di belakang keduanya dan menjewer telinga mereka berdua.
Aiden dan juga Vania saling bertatap dengan wajah panik, "pak m-aafin kami." Ujar Vania.
"Bapak maafin kok! TAPI KALIAN BERDUA HORMAT BENDERA SEKARANG JUGA!!" Perintah guru tersebut dengan galak.
Keduanya berjalan kearah lapangan dan melakukan hukuman mereka dengan di awasi oleh guru dengan jarak yang lumayan jauh.
Vania menghormat dengan baik, sedangkan Aiden ogah-ogahan melakukan hukumannya, "kabur yuk?" Ajak Aiden menaik turunkan alisnya.
"Gak mau kak, ini semua salah kakak, nanti kalau mamah aku di panggil gimana?"
"Gak bakal itu! Orang kita cuman lompat tembok doang."
"Iya cuman lompat tembok, trus sekarang mau ajak aku kabur? Makin bahaya hukumnya. Kakak cowok harus bertanggung jawab." Ujar Vani mampu membuat Aiden terdiam seribu bahasa.
Untuk pertama kalinya seorang Aiden tidak lari saat di hukum.
Matahari mulai panas dan keringat Vania mulai bercucuran, hal itu membuat ia gelisah dan pusing. "Lo kenapa?" Tanya Aiden sembari menutupi silau matahari dari badan Vania.
"Gakpa--"
BRUHNG...
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, ia sudah tumbang di pelukkan Aiden. "Yaelah pake acara pingsan lagi! Lo tuh berat vanii, katanya gue gak bertanggung jawab tapi diri sendiri lemah." Kesal Aiden tetapi ia membawa Vania ke dalam UKS.
Sesampainya disana ia melihat dokter khusus untuk sekolahnya yang sedang bersantai ria. "Woi dokter bantuin dong! Main hape Mulu lu."
Dokter tersebut membantu Aiden, dan beliau segera memeriksa keadaan Vania.
Tak butuh waktu yang lama dokter itu selesai memeriksa keadaan Vania, "dia kenapa?" Tanya Aiden.
"Imun tubuh dia lemah dan itu akibatnya dia mudah pingsan juga dia tidak sarapan." Ujar dokter itu.
"Ohh yaudah keluar Lo sana, gue mau temani dia, sekalian beliin dia makan ya." perintah Aiden.
Ingin sekali dokter itu menyuntik matikan Aiden, tapi ia sadar Aiden anak dari Kenan dan Caca. Beliau pergi dan segera membelinya roti untuk Vania setalah itu ai kembali dan memberikannya pada Aiden.
Aiden menerima makanan itu dan menunggu Vania sadar.
Tak butuh waktu yang lama Vania membuka kelopak matanya dan melihat sekitanya yang kabur dan perlahan membaik.
"Lo udah sadar? Kirain udah mati!"
"Kak? Ramah banget mulutnya."
"Bercanda elah, gitu aja baperan! Nih Lo makan." Ujar Aiden memberikan roti yang di belikan oleh dokter tadi kepada Vania.
"Makasih kak."
"Gue seharusnya bilang makasih."
"Kenapa?"
"Ya karena Lo pingsan hukuman kita udah selesai." Ujar Aiden dibalas anggukan oleh Vania.
"Lo kenapa si Van?" Tanya Aiden mulai serius.
"Kenapa apanya kak?" Tanya Vania dengan binggung
"Kenapa Lo gak mau lawan penyakit Lo? Lo jangan terlalu lemah Vani, gue sebagai pacar lo kasihan dan hati gue sakit lihat Lo kayak gini."
Vania terdiam sejenak, "a-ku gak tau caranya kak, aku juga pengen sembuh dan ini juga bukan keinginan aku untuk jadi manusia berpenyakit."
Aiden mengerti, "kenapa Lo gak balas dendam sama ayah Lo aja?"
"Mau balas dendam? Bahkan sampai saat ini aku berusaha untuk mencari ayah aku kak, aku... Aku gak mau balas dendam tapi aku sayang ayah." Ujar Vania meneteskan air matanya.
"Sayang?" Aiden tertawa remeh, "Lo yang di perlakukan seperti ini masih sanggup bilang sayang sama ayah Lo?"
Vania mengangguk, "aku gak pernah dapat kasih sayang ayah, a-ku pengen rasain gimana memiliki sosok ayah."
Aiden mendengarkan dengan baik cerita Vania tanpa menjeda ucapannya tidak seperti biasanya.
"Kakak tau Denis? Film kartun itu kan?"
"Tau? Kenapa dengan dia?"
"Dia kan gak punya ayah, dan ibu Denis selalu cuek sama dia! Nah gitulah kehidupanku kak dia selalu berlindung sama Adit dan menganggap Adit sebagai kakaknya." Vania menceritakan cerita kartun itu dengan mata berkaca-kaca. "Aku gak ada tempat berlindung seperti Denis." Vania menghapus jejak air matanya tak suka.
Aiden membawa Vania kedalam pelukannya, "gue siap jadi pelindung buat Lo." Ucapnya mengelus rambut Vania dengan sayang.
"Tapi hiks kakak gak bekal ngerti sama hiks keadaan aku."
"Gue akan berusaha semampu gue Vani, gue gak akan sakiti dan gak akan biarin Lo tersakiti." Ujar Aiden.
Vania mendengar ucapan Aiden senang, tetapi ia tidak begitu yakin kepada Aiden yang sifatnya labil.