NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 17

Rasa khawatir menyelimuti mereka bertiga saat mengamati jejak kaki aneh itu. Ukurannya memang lebih besar dari jejak kaki manusia, namun tidak menyerupai beruang atau hewan buas lain yang biasanya mereka temui di hutan. Setiap jejak memiliki tiga jari yang panjang dan bercakar, dengan telapak yang tampak lebar dan sedikit bersisik.

"Menurutmu, makhluk apa yang meninggalkan jejak ini?" tanya Maya dengan nada cemas, melihat sekeliling hutan dengan waspada.

Raka menggelengkan kepalanya. "Aku belum pernah melihat jejak seperti ini sebelumnya. Tapi yang jelas, ini bukan jejak hewan biasa." Ia merasakan firasat buruk. Ada sesuatu yang kuno dan mungkin berbahaya tentang jejak-jejak ini.

Sinta berjongkok dan menyentuh salah satu jejak itu dengan ujung jarinya. "Jejaknya masih segar," katanya. "Makhluk ini pasti belum lama lewat sini." Ia melihat ke arah jejak-jejak itu mengarah, menuju ke utara, arah yang sama dengan tujuan mereka.

"Kita harus berhati-hati," kata Raka. "Makhluk ini mungkin berbahaya. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan dengan langkah yang lebih hati-hati dan mata yang awas mengamati sekeliling. Suara-suara hutan yang tadinya biasa kini terdengar lebih mengancam. Setiap desiran angin dan setiap patahan ranting membuat mereka berjaga-jaga.

Saat mereka berjalan menyusuri sebuah lembah yang dipenuhi dengan bebatuan besar, tiba-tiba mereka mendengar suara gemuruh pelan di kejauhan. Suara itu terdengar seperti batu yang menggelinding atau sesuatu yang berat bergerak di antara pepohonan.

Raka memberi isyarat agar mereka berhenti. Mereka bertiga bersembunyi di balik batu besar dan menguping dengan seksama. Suara gemuruh itu semakin mendekat, dan mereka bisa merasakan getaran samar-samar di tanah.

"Sepertinya ada sesuatu yang besar mendekat," bisik Sinta dengan nada khawatir.

Raka mengangguk setuju. Ia meraih Kitab Dewa Naga di tangannya, bersiap jika mereka harus menghadapi bahaya. Maya juga tampak tegang, tangannya menggenggam erat sepotong kayu yang cukup besar untuk digunakan sebagai senjata.

Beberapa saat kemudian, dari balik bebatuan muncul seekor makhluk yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Makhluk itu memiliki tubuh yang besar dan kekar, ditutupi dengan sisik berwarna cokelat gelap. Kepalanya menyerupai kadal raksasa dengan mata kuning menyala dan mulut penuh gigi-gigi tajam. Makhluk itu berjalan dengan dua kaki belakangnya yang kuat, meninggalkan jejak kaki yang sama dengan yang mereka lihat sebelumnya.

Makhluk itu tampak sedang mencari sesuatu, kepalanya bergerak ke sana kemari mencium bau di udara. Ketika makhluk itu melewati dekat tempat persembunyian mereka, Raka bisa melihat dengan jelas cakar-cakar panjang dan tajam di jari-jari kakinya.

Mereka bertiga menahan napas, berharap makhluk itu tidak menyadari keberadaan mereka. Untungnya, makhluk itu terus berjalan melewati mereka dan menghilang di antara bebatuan.

Setelah makhluk itu pergi cukup jauh, Raka menghela napas lega. "Itu pasti yang meninggalkan jejak kaki itu," bisiknya. "Kita harus sangat berhati-hati. Makhluk itu tampak berbahaya."

"Apa itu tadi, Raka?" tanya Maya dengan nada gemetar. "Aku belum pernah melihat makhluk seperti itu sebelumnya."

"Aku juga tidak tahu," jawab Raka. "Tapi sepertinya hutan ini menyimpan lebih banyak rahasia dan bahaya dari yang kita duga."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan dengan kewaspadaan yang lebih tinggi. Mereka berusaha menghindari tempat-tempat terbuka dan lebih memilih untuk berjalan di antara pepohonan dan semak-semak agar tidak mudah terlihat.

Saat matahari mulai terbenam dan hutan mulai diselimuti kegelapan, mereka menemukan sebuah celah di bawah akar pohon besar yang cukup untuk mereka bertiga beristirahat semalam. Mereka mengumpulkan beberapa ranting kering dan menyalakan api kecil untuk menghangatkan diri dan mengusir binatang buas.

Duduk di dekat api unggun, Raka mengeluarkan Kitab Dewa Naga dan mencoba mempelajarinya lagi. Ia membalik-balik halaman-halamannya, mencari petunjuk atau simbol yang mungkin relevan dengan makhluk yang baru mereka temui. Ia teringat pada gambar-gambar naga dengan berbagai bentuk di dalam kitab. Mungkin ada informasi tentang makhluk lain yang hidup di dunia ini selain naga.

Saat ia mengamati salah satu gambar naga yang tampak berbeda dari yang lain, dengan sisik yang lebih kasar dan duri-duri di sepanjang punggungnya, tiba-tiba ia merasakan getaran samar-samar di tanah. Suara gemuruh pelan yang mereka dengar sebelumnya kembali terdengar, kali ini lebih dekat.

Raka menatap Maya dan Sinta dengan cemas. "Kurasa kita tidak sendirian di sini," bisiknya. Suara gemuruh itu semakin mendekat, dan kegelapan hutan terasa semakin mengancam. Perjalanan mereka menuju kuil kuno tampaknya akan jauh lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan.

Rasa tegang langsung menyelimuti mereka. Raka dengan cepat memadamkan sisa-sisa api unggun dengan pasir, meninggalkan mereka dalam kegelapan hutan malam yang hanya diterangi oleh cahaya bulan samar-samar yang menembus celah-celah dedaunan. Suara gemuruh itu semakin dekat, dan kali ini mereka bisa mendengar suara gesekan sisik yang kasar di antara dedaunan.

"Itu pasti makhluk yang tadi," bisik Maya dengan nada gemetar, menggenggam erat lengan Raka.

"Kita harus bersembunyi," sahut Sinta dengan suara pelan namun mendesak. Ia menunjuk ke arah rumpun semak-semak yang sangat lebat di dekat mereka. "Cepat!"

Mereka bertiga bergerak dengan hati-hati dan bersembunyi di balik rumpun semak-semak yang berduri itu. Mereka berjongkok serendah mungkin, berusaha untuk tidak terlihat oleh apa pun yang sedang mendekat. Suara gemuruh dan gesekan sisik itu semakin lama semakin dekat, hingga akhirnya mereka bisa merasakan tanah bergetar di bawah mereka.

Tiba-tiba, sesosok bayangan besar bergerak melewati celah-celah semak-semak tidak jauh dari tempat mereka bersembunyi. Itu adalah makhluk yang sama yang mereka lihat sebelumnya, namun kali ini tampak lebih dekat dan lebih menakutkan dalam kegelapan malam. Ukurannya tampak lebih besar dari yang mereka perkirakan, dan mata kuningnya menyala terang dalam kegelapan, seolah-olah bisa melihat menembus bayangan.

Makhluk itu berhenti tepat di dekat tempat api unggun mereka padam. Ia mengendus-endus udara, kepalanya bergerak ke sana kemari, mencari jejak mereka. Raka, Maya, dan Sinta menahan napas, berharap makhluk itu tidak menyadari keberadaan mereka. Jantung Raka berdebar kencang di dadanya, ia bisa merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Makhluk itu mengeluarkan suara geraman rendah yang membuat bulu kuduk mereka berdiri. Suara itu terdengar seperti campuran antara raungan dan desisan, sangat mengerikan dan mengancam. Mereka bertiga semakin merapatkan diri, berharap kegelapan dan lebatnya semak-semak bisa menyembunyikan mereka.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, makhluk itu tampak kehilangan jejak mereka. Ia menggeram sekali lagi, lalu perlahan-lahan bergerak menjauh, suaranya semakin lama semakin menghilang di antara pepohonan.

Ketika mereka yakin makhluk itu sudah pergi cukup jauh, Raka memberi isyarat agar mereka keluar dari tempat persembunyian. Mereka bertiga keluar dari balik semak-semak dengan hati-hati, masih waspada terhadap kemungkinan bahaya lain.

"Itu sangat menakutkan," bisik Maya, suaranya masih bergetar. "Apa menurutmu ada lebih banyak dari mereka di hutan ini?"

"Mungkin saja," jawab Raka dengan nada khawatir. "Jejak kaki itu menunjukkan bahwa ada lebih dari satu makhluk seperti itu."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Sinta. "Kita tidak bisa terus bersembunyi seperti ini selamanya."

Raka berpikir sejenak. Mereka harus mencapai kuil kuno di pegunungan utara. Itu adalah satu-satunya harapan mereka untuk mendapatkan jawaban dan mungkin juga perlindungan. Tapi perjalanan ke sana tampaknya akan penuh dengan bahaya yang tak terduga.

"Kita harus tetap bergerak," kata Raka akhirnya. "Kita tidak bisa membiarkan rasa takut menguasai kita. Kita akan terus menuju utara, tapi kita harus lebih berhati-hati dari sebelumnya. Kita harus menghindari kontak dengan makhluk-makhluk itu sebisa mungkin."

Mereka bertiga setuju dengan rencana itu. Mereka tahu perjalanan mereka akan sulit, tetapi mereka tidak punya pilihan lain. Dengan tekad yang diperbarui, mereka melanjutkan perjalanan mereka dalam kegelapan malam, dipandu oleh cahaya bulan samar-samar dan harapan akan keselamatan di kuil kuno yang menanti di kejauhan. Mereka tahu bahwa hutan ini menyimpan banyak misteri dan bahaya, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak sendirian. Mereka memiliki satu sama lain, dan mereka memiliki Kitab Dewa Naga, sebuah artefak kuno yang mungkin menjadi kunci untuk mengalahkan kegelapan yang mengancam dunia mereka.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!