NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:713
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cicitan Indah, Memanggil Seorang Pemburu Mendekat

.

.

“Er...?” Litly menyapa dirinya yang tengah berjalan melewati salah satu lorong di lantai tiga belas siang ini.

Mata hitamnya berkedip beberapa kali berusaha mengumpulkan nyawanya yang melayang-layang entah kenapa dengan kaki-kakinya tanpa sadar membawa kepada ke sini.

“Kenapa kamu ada di sini Er?” tanya sahabatnya itu lagi berjalan mendekat dengan membawa beberapa dokumen di tangannya.

Dia masih belum menjawab pertanyaan sang Litly, karena kan dirinya sendiri masih belum sepenuhnya paham akan sekitarnya.

Litly sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Revander.

“Er...?” panggil sang gadis itu lagi.

“Eh... Li!!!” pekiknya pelan membuat orang-orang di sana menatap kepada kedua gadis itu.

“Er... kamu baik-baik saja? Dan kamu belum menjawab pertanyaan aku, kenapa kamu ada di sini?” tanya Litly mengulang pertanyaannya kembali dengan lebih lembut.

Dia tahu, jika terkadang gadis berambut hitam di hadapannya ini, bisa-bisa tenggelam dalam pemikirannya sendiri, tanpa dirinya itu sendiri sadari.

“Ehhh... itu....? aku juga tidak tahu,..... kenapa aku bisa berada di sini?” kini Revander telah berhasil sadar akan keberadaannya.

Tampak di sana beberapa orang yang tengah duduk di pinggir lorong itu pada kursi berkulit hitam yang telah di sediakan. Pria-Wanita muda dan dewasa, raut wajah mereka terlihat begitu tegang dan juga berharap-harap cemas.

Litly yang juga sendari tadi memerhatikan sahabatnya itu, kini juga mengikuti pandangan mata hitam milik Revander. “Ah... itu.... mereka adalah orang-orang yang akan di wawancara hari ini Er.”

Kini iris hitam itu terfokus kembali kepada Litly. “Wawancara?”

Litly mengangguk pelan, menunjukkan dokumen-dokumen yang dia pegang kepadanya. “Yup..... wawancara untuk orang yang akan menepati divisa informatika.”

Ooohh?

Dirinya tidak tahu jika Evangrandene tengah membuka lowongan kerja.

“Aku.... tidak tahu jika, perusahaan ini sedang membuka pekerjaan?”

Litly tersenyum ceria, “Ahh... karena memang sedang tidak Er. Ini adalah berkas-berkas dari orang yang sudah lama mengirimkan resume mereka ke sini, sekitar dua bulan yang lalu.”

Oh....

“Dan kamu tahu, karena..yaa.... karena ini perusahaan besar, tentu saja orang akan langsung mencoba keberuntungan mereka begitu jalan itu ada bukan?”

Ah...

Ya...

Itu adalah hal yang wajar bukan?

Langsung mencoba kepada jalan besar yang lebih lebar untuk mencapai tujuan hidup, walaupun begitu banyak halangan-rintangan yang ada?

Bukankah dirimu juga seperti itu?

Yup....

“Mereka.... terlihat begitu sangat gugup....” Litly kembali tertawa mendengarkan gumaman polos dari sahabatnya ini.

Dia tahu...

Oh... dia sangat tahu jika, Revander selalu bercelatuk random, saat mata hitam indah miliknya itu melihat sesuatu yang menarik untuk sang empunya.

Matanya yang hitam bak malam, gelap dan dalam.

Namun jujur dan penuh ketulusan.

.

Dan juga rasa sedih yang luar biasa.

.

“Apakah Tuan Evangrandene sedang sibuk Er?” tanya Litly pelan, tetap tersenyum lembut kepada sahabatnya itu.

Mendengarkan pertanyaan sang sahabatnya, Revander sedikit memiringkan kepalanya dengan tatapan bingung. “Flauza... sedang sibuk dengan Tuan Tobito dan Kak Elena hari ini, jadi aku tidak tahu harus melakukan apa di sana” jawab Revander dengan santai, tidak menyadari kepada wajah orang-orang yang mendengar jawabannya itu terteguh kaget, bingung dan juga bertanya.

Namun....

Tentu saja Litly sudah lebih tahu dengan hal ini.

Bukan hanya dia , bahkan itu sudah menjadi sebuah rahasia umum di gedung ini, jika gadis di hadapannya ini, ‘adalah seorang yang spesial’ yang di sukai oleh Tuan Evangrandene.

Walaupun mereka tidak tahu apa......

Namun mereka tidak cukup bodoh untuk mencoba membuat hal ini menjadi sebuah keributan, yang bisa saja membuat sosok Tuan mereka akan merasa tidak senang.

Walaupun tanpa keributan, bisikan-bisikan dari mereka masih terdengar jelas, bahkan ada yang tidak mengenakkan sama sekali untuk di dengar tentang hal ini.

Litly menghela nafas.

Dia tahu, seorang Revander Syahril di hadapannya ini, bukanlah seorang murahan seperti yang mereka katakan itu.

Litly sangat tahu itu.

Bahkan dalam kondisi kesusahan saja, jika dirinya tidak di tanya dan di paksa terang-terangan.

Gadis itu memilih diam, kesusahan, menangis, ataupun terluka sendirian dalam diam.

Dia begitu tahu itu.....

Karena dia telah melihat itu dengan mata kepalanya sendiri.

“Jika kamu memiliki sebuah waktu lengang....” Litly kembali tersenyum. “Bagaimana kamu ikut bersamaku, buat mewawancarai beberapa orang-orang ini?”

“Ehhh....?” iris hitam itu kembali berkedip cepat dan kebingungan. “me-mewawancarai?” lalu sang gadis bersurai hitam itu langsung menjadi gugup.

Litly berusaha sekuat mungkin menahan rasa tawa dan kasihan dari Revander di hadapannya ini.

.

“Ayolah Er...~ kamu kan adalah orang yang pandai menilai seseorang, lalu juga bukankah kamu tahu beberapa hal tentang pemrograman? Itu sudah cukup kok...”

“L-Li.... apakah ini benar-benar tidak apa-apa?” ucap Revander yang masih gugup tak yakin jika ini adalah hal yang baik bagi dirinya, untuk mengikut campuri sebuah pekerjaan yang bukan ranahnya.

“Tidak apa, Tidak apa.... ini hanya wawancara perkenalan, kita hanya perlu bertanya hal-hal dasar tentang mereka kok....”

Tapi.....

Bukankan wawancara seperti ini, begitu sangat penting untuk orang-orang seperti mereka?

Litly memegang tangannya dengan lembut, lalu menariknya dengan pelan.

“Ayo....” ucap sahabatnya itu tetap dengan senyum cerianya berjalan pada orang-orang yang dia tahu jika, mereka melihat dan tentu saja mendengar percakapan mereka di lorong ini.

Saat kedua gadis itu berhenti, dan berdiri di hadapan orang-orang itu. Ketegangan pada wajah-wajah mereka semakin kental.

Uhhh......

Dia....

Dia..... merasa kasihan dengan mereka.

Dia dapat merasakan kegugupan, dan takut mereka dari wajah-wajah yang berusaha tampak tenang di depan dirinya itu.

“Tuan Febria Kurniawan?” sekarang terdengar Litly tengah memanggil nama seseorang dari orang-orang tersebut. “Tuan Febria Kurniawan, silakan masuk ke ruangan interview di sebelah kanan ini.” Lanjut Litly dengan ramah sembari salah satu tangan bebas miliknya menunjukkan ruangan yang tak jauh dari sana.

Tak lama pula, Revander melihat seorang pria muda, mungkin sebaya akan dirinya dan Litly. Berdiri dari salah satu kursi hitam di lorong lantai tiga belas itu.

Pria muda yang memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda dari Litly, sekitar seratus enam puluh delapan sampai seratus tujuh puluhan, rambut hitam kecokelatan, kulit sawo matang khas orang lokal.

Penampilannya cukup rapi.

Tapi wajah pria muda itu terkesan sedikit acuh-tak acuh. Atau mungkin dia hanya berusaha terlihat tenang di luar untuk menutupi rasa tegang dan gugupnya?

UUUUhhhh......

Dan kenapa pula dia harus menilai-nilai orang lain seperti itu pula?

“Li....” kini Revander memanggil sahabatnya setengah berbisik. “Kamu yakin ini tidak papa? Aku benar-benar gak tahu apa-apa!”

Litly kembali tersenyum, dan kembali menari tangannya lembut ke arah ruangan yang di maksud beberapa waktu yang lalu. “tenang saja Er...” lalu kedua gadis itu berjalan dalam tenang para ruangan itu di susul pria muda bernama Febri Kurniawan itu.

.

Wawancara ini terasa lebih santai, jauh dari prasangka yang dia kira. Bahkan antara Litly dan pria muda itu tampak tercipta sebuah aliran pembicaraan yang cukup saling bersambungan satu sama lain.

Ya.....

Dia melihat sahabatnya itu terus membawa percakapan itu terarah namun berbobot dan berhasil mendapatkan poin-poin penting dalam mengetahui dari sisi pria muda itu, sungguh luar biasa.......

Hebat dan profesional.

Pertanyaan Litly bukan seperti pertanyaan yang biasa dia dengar dari para HRD-HRD yang pernah dia dengar pada umumnya.

“Baiklah Tuan Febria, terima kasih telah menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai tentang diri Anda. Dan sekarang, kita akan memasuki pertanyaan karena yang sedikit lebih serius, apakah Anda siap?”

“Tentu saja Ibu Litly, saya siap dengan pertanyaan selanjutnya” jawab pria muda itu dengan tenang.

Lalu tak lama Litly sedikit menoleh ke arah dirinya yang terduduk pada sebuah kursi yang tak jauh dari meja kerja Litly di ruangan ini.

“Nona Revander, apakah tidak keberatan, untuk memberikan beberapa pertanyaan kepada Tuan Febri di sini mengenai pemrograman?”

Uuuhhhh.....

Dia tahu jika tidak seharusnya Litly menggunakan nama panggilan yang biasanya dia gunakan kepada dirinya di tengah suasana serius pekerjaan, namun tetap saja dirinya begitu tidak nyaman mendengar sahabatnya memanggil dirinya sendiri dengan panggilan ‘Nona.’ Dengan begitu formal.

Uuuhhh....

Sang gadis berambut hitam panjang itu kini dia bangkit dan perlahan berjalan mendekati kedua orang di meja sana. Walaupun dirinya sendiri tidak yakin dengan apa yang harus dia tanyakan kepada pria muda itu.

Tapi.....

Iris hitamnya masih menatap lurus dan tenang kepada keduanya.

Dari wawancara yang dia dengar itu, dia tahu pria itu berumur dua puluh enam tahun ini, lulusan dari kampus swasta ternama yang terkenal dalam bidang teknologi dan informatikanya, lalu pernah pria muda ini juga memiliki sebuah pengalaman kerja sekitar tiga tahun pada perusahaan kecil di bidang pembuatan website.

Uuuhhhh.....

Sebuah karier yang begitu cemerlang.

Tidak seperti dirimu yang bahkan sampai sekarang tidak tahu siapa, dan apa dirimu di sini.

Uuuuuhh.....

Dia melirik kembali kepada Litly untuk memastikan sesuatu lagi kepada sahabatnya itu, namun gadis itu hanya tersenyum sebagai jawabannya.

“Itu....” dengan pelan dia mulai membuka mulutnya. “Jika boleh, bisakah Tuan Febria menuliskan be-berapa variabel koding.... untuk pencarian data karyawan di sebuah web?” ucapnya dengan pelan dan gugup, tidak tahu jika pertanyaan ini terlalu mudah atau sulit untuk pria muda di hadapannya itu.”

“Ah... baiklah Nona Revander.” Namun sang pria muda itu hanya terlihat tenang dengan pertanyaannya ini. Litly memberikan sebuah kertas HVS dan juga sebuah pulpen hitam kepada pria muda itu, dan tampak mulai menulis sesuatu di sana.

Perlu waktu sekitar lima menit lewat untuk menyelesaikan pertanyaan dari Nona berambut hitam panjang itu, dan Febria segera mendorong pelan kertas jawabannya sedikit ke depan tanda dirinya telah menyelesaikan jawabannya.

Litly menerimanya dalam diam dengan membacanya sejenak, sebelum memberikan lembaran itu kepada Revander yang masih diam juga di sampingnya.

“Bagaimana Nona Revander?”

Pemilik iris hitam itu masih terdiam, sejenak membaca jawaban dari Febria, meneliti setiap tulis tangan yang sedikit berantakan itu dalam diam dan dalam.

“ummmm....” sang gadis menurunkan pelan lembaran jawabannya itu, melirik sang pria muda, dan melirik Litly.

Apa yang harus dia lakukan?

Apa yang harus dia katakan?

Litly hanya tersenyum kepada Revander. ”Jika ada sesuatu yang menurutmu tidak pas, kamu dapat mengatakannya secara langsung Nona Revander.”

Uuuhhh....

“Itu..... T-Tuan Febria, kamu membuat koding ini hanya menggunakan chat box sebagai pencarian yang menunjukkan secara langsung hasilnya tanpa perlu aksi  terlebih dahulu?” tanya Revander, tanpa bisa menahan rasa gugup yang luar biasa, begitu takut akan dia melakukan kesalahan.

Atau terasa terlihat bodoh di depan kedua orang ini.

Ada apa dengan pemikiran bodohmu itu Revander!

UUhhhh....

“menurut saya dengan melakukan live search, ini akan membuat pencarian yang di lakukan orang-orang akan lebih cepat, mengingat, banyaknya data karyawan yang di punya pada perusahaan sebesar Evangrandene Company. Jadi saya hanya membuat variabel penting Nama, serta Jabatan mereka saja di masukkan dalam pencarian.”

Uuuhhh....

Pria ini pintar juga.

“K-kamu mungkin benar, tentang itu.... tapi, bukankan hanya nama dan jabatan akan tetap membuat sebagian orang yang masih tidak saling mengenal akan tetap kebingungan?” balas Revander meletakkan lembaran kertas itu kembali ke meja Litly, lalu dengan pelan dia mengambil pulpen itu, dan mulai menulis-tulis pada kertas itu dalam diam tetapi juga tetap gugup.

Tak lama Revander pun selesai dengan jawabannya yang tampak lebih sempurna.

“mungkin menambahkan beberapa aksi pada pencarian ini, akan mempermuda proses hasil yang lebih lengkap.” Kali ini Revander menuliskan beberapa koding untuk menambahkan aksi tombol, dengan hasil pencarian menggunakan gambar, nama dan jabatan sebagai tambahannya. “kupikir, kalau kamu tambahkan aksi tombol, lalu tampilkan hasil dengan gambar wajah karyawan... itu bisa membantu mereka yang baru atau lupa nama, agar lebih cepat mengenali orang yang dicari...

Kedua Litly dan Febria terdiam melihat jawaban dan solusi dari gadis itu buat.

Dengan Litly tersenyum begitu puas dengan kenyataan yang tidak berubah dari Sang Revander Syharil itu.

Dan ketenangan Febria yang sedikit luntur di karena kan kesalahan kecil yang dia lakukan, tanpa dia sadari pula.

Hening terjadi di ruangan itu cukup lama, sampai sebuah ketukan pintu ruangan menyadarkan orang-orang di dalamnya. Pintu itu pun terbuka menampilkan dua orang laki-laki lainnya yang mereka kenali.”

Tentu saja kedatangan keduanya membuat Litly sesegera mungkin bangkit dari kursi di balik mejanya itu dan segera membungkukkan tubuhnya memberikan hormat kepada kedua orang tersebut.

“Mister Evangrandene, Mister Svadive” ucap Litly.

Sang pria muda itu juga tidak luput dari rasa terkejut yang luar biasa saat melihat kedua pria penting dari perusahaan besar ini, dengan melakukan gerakan yang sama seperti Litly membungkukkan badannya memberi hormat kepada keduanya itu.

Sedangkan sang gadis berambut hitam itu?

Dia hanya mengedipkan matanya, juga dalam rasa keterkejutannya yang luar biasa besar. Namun tentu saja dia tidak membungkukkan badan seperti kedua lainnya itu. Dia hanya diam sembari tetap memegang lembaran kertas HVS itu dalam tangannya.

Uuuuuhhhhh.....

“F-Flauza?” gumam Revander, membuka pembicaraan di dalam ruangan itu. “Ada apa Flauza?” tanyanya lagi.

Flauza Evangrandene, pria tinggi berambut cokelat itu melangka masuk ke dalam ruangan Litly dengan elegan, dan aura intimidasinya walaupun pria itu tersenyum lebar saat mata pria itu menangkap sosok Revander di sana.

“Reva.... aku mencarimu, kemana-mana  dan mendapatkan kabar, jika kamu sedang bermain di sini.” Jawab Flauza santai seakan orang-orang yang ada di sekeliling mereka itu tidak ada sama sekali. Melangkah dan terus melangkah sampai pria itu berhenti begitu dekat di hadapan Revander.

Flauza melihat Revander dalam diam dari atas hingga ke bawah, seakan memastikan sesuatu dari sang gadis itu. “Apakah kamu sudah puas bermainnya?” tanya Flauza lembut lagi masih tetap tersenyum.

“Uuuhh.... maaf sepertinya aku lupa waktu” jawab Revander pelan dan dia dapat merasakan wajahnya yang tiba-tiba saja terasa memanas tanpa dia ketahui apa alasannya.

“Hmmm...” Flauza bergumam pelan, menggenggam pelan tangannya dan menarik tubuh Revander lebih dekat kepada pria itu. “Let’s go back Rev.” Lanjutnya tanpa perduli orang lain di sana.

“Ehh.... Eh.... tapi-tapi... Litly.... dan Tuan Febria....”

Langkah Flauza berhenti sejenak saat mendengar ucapan sang gadis, melirik sekilas tanpa berkata apapun.

Huh?

“Ahhh.... Tentu saja Nona Revander.... Terima kasih atas ujian kecil yang telah kamu berikan untuk Tuan Febria” dengan cepat Litly menegakkan tubuhnya, mengucapkan itu kepada Revander, seakan mengatakan ‘jika ini bukanlah sebuah maslah’ masih dengan senyum ceria sahabatnya itu.

Tapi Revander tahu, Litly mulai panik keadaan yang tiba-tiba saja berubah di ruangan ini.

“Y-ya... Li... terima kasih juga atas waktumu, d-dan untukmu Tuan Febria, semoga kamu berhasil untuk di terima di sini...” lanjut sang gadis yang masih di tarik lembut oleh pria berambut cokelat itu dengan pelan, untuk keluar dari ruangan ini.

Tobito yang masih dengan setia berdiri menahan pintu ruangan itu tetap terbuka, Flauza dan Revander keluar dari ruangan itu, dalam diam.

.

Tidak perlu waktu yang lama untuk mereka sampai ke ruangan pribadi milik Tuan Evangrandene di lantai lima belas itu.

Dan seperti biasa pula, di setiap kali keduanya itu terlihat bersama, semua mata orang-orang akan secara otomatis langsung menoleh kepada mereka, berusaha melihat apa dan sedang apa hal yang mereka lakukan.

Tobito kembali membukakan pintu kayu saat mereka sampai di ruangan pribadi Sang Tuan, dan dengan cepat pula Flauza lagi menari Revander untuk segera masuk kedalam tempatnya itu, memberikan sedikit lirikan yang hanya di mengerti oleh Tobito seorang sebelum pria pirang itu menutup pintu kayu itu dengan pelan.

Meninggalkan keduanya dalam ruangan bernuansa kecokelatan itu dalam kondisi hening.

Ya....

Setelah sampai di sana keduanya masih belum berbicara apa pun, atau dirinya lah yang tidak tahu harus berbicara apa kepada Flauza.

Flauza melepaskan genggaman tangannya dari sang gadis lalu berbalik menatapnya dengan senyuman khas miliknya itu.

Sedangkan Revander sendiri.....

Masih diam, namun kini pandangannya juga membalas ke arah Flauza, dengan tampak lebih tenang dan tidak segugup saat dia melakukan wawancara di ruangan Litly beberapa menit yang lalu.

“Revander.... My Revander....” gumam Flauza tiba-tiba saja. “kamu belum membalas apa pun dari pertanyaan yang ku berikan kepadamu”

Ehh...?

“pertanyaan yang mana?” tanya sang gadis menatap bingung namun masih lurus kepada Flauza.

Mendengarkan hal itu, dengan cepat Flauza mengangkat sang gadis dengan begitu mudahnya sehingga kini Revander terlihat sejajar oleh pria tinggi berambut kecokelatan itu. “HEY!!!” tentu saja gerakan itu di sambut dengan sebuah pekikan dari sang gadis berambut hitam itu.

Flauza kembali berbalik, dan melangkah lebih dalam di ruangan pribadinya bertujuan pada sofa mewah di ruangan ini.

“pertanyaan tentang apakah kamu sudah puas untuk bermainnya hari ini?” ulang Flauza lebih lembut lagi, namun entah kenapa Revander bisa merasakan jika pria itu sedang menekan setiap kata yang dia ucapkan.

Ahhh.....

“Maafkan aku Flauza.... aku sungguh tidak sadar dengan waktu, saat di ruangan Litly melakukan wawancara itu tadi. Uuhhh.... maafkan aku” balas gadis itu berhati-hati pula dengan perkataannya.

“Hmmmm... melakukan wawancara kepada seorang pria asing?”

Eh...?

Flauza mendudukkan dirinya di sofa mewah itu dengan gerakan begitu lembut, seakan pria itu takut dirinya akan terluka ataupun terjatuh dari gendongan pria itu.

“My Revander.... apakah kamu menyukai pria yang kamu panggil ‘Tuan Febria’ itu?” kini Flauza tengah setengah bersujud di hadapan Revander yang terduduk di sofa mewah ruangan ini.

Wajah tampan pria itu masih memancarkan senyuman yang kini terasa seperti terbakar akan sesuatu setelah perkataan terakhirnya itu.

Huh?

Ada apa sebenarnya yang tengah terjadi saat ini?

Dia tidak tahu....

Dia tidak mengerti pula....

“Eh?” Revander sedikit memiringkan kepalanya menatap lurus dengan pandangan bingung kepada sang pria itu. “menyukai....menyukai dari cara dia memperkenalkan dirinya saat di wawancara tahu...---“

“tidak, itu tidaklah hal yang ku maksudkan.” Potong Flauza sedikit cepat untuk ukuran orang yang biasanya tenang seperti pria ini. “Menyukai, menyukai fisik atau apapun dari ‘Tuan Febria’ ini”

Lama Revander terdiam mendengar perkataan pria itu, membalas tatapan kedua iris cokelat madu yang menggoda pada wajah tampan pemilik Evangrandene Company ini.

Iris cokelat yang entah kenapa tampak membara untuk hari ini walaupun bibir di wajah pria itu masih tersenyum seperti biasa.

Sampai akhirnya....

OOO

Dia tersadar akan sesuatu.

Sesuatu yang benar-benar dirinya tidak sangka-sangka bisa dia lihat dengan mata kepala miliknya sendiri.

.

.

.

Seorang Flauza Evangrandene.....

Tengah mengalami perasaan cemburu terhadap dirinya....

Atau.....

Sebuah rasa ancaman karena dia merasakan seseorang mungkin saja akan mencuri mainan baru miliknya?

Atau.....

Dia merasakan guncangan kecil saat melihat salah satu sayap burung kecil yang selama ini sekuat mungkin dia kurung mulai terlepas dari rantainya?

.

.

.

“My Revander.... jangan pernah untuk memanggil siapa pun lagi dengan panggilan ‘Tuan’ atau semacamnya.” Flauza kembali berbicara, suara beratnya tetap lembut namun ada rasa dingin menusuk yang begitu kuat di sana. “Mereka bukanlah atasanmu, karena kamu tidak pantas berada di bawah mereka. Mereka tidak pantas mendapat panggilan hormat darimu, karena kamulah yang harus mereka hormati.”

Kini Flauza meletakkan dagunya pada paha sang gadis dengan lembut sembari menutup lembut kedua kelopak matanya.

“Ohh... My Revander, kamu tidak perlu menundukkan dirimu selama lagi, kamu hanya perlu ada dan akan ku buat mereka tunduk padamu” bisik lirih dari pria itu seakan itu adalah sebuah janji.

Atau mungkin sebuah ancaman yang nyata?

1
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!