Derita Ayu Ratapan Anak Tiri

Flashback Rudi

Bau sampah bercampur dengan kepulan asap pembakaran sampah bergulat merangsak paksa masuk indra penciuman siapapun yang ada di sekitar pemukiman kumuh di area TPA yang gak jauh dari kota metropolitan.

Gang sempit yang tak semestinya disebut teras menjadi satu akses untuk orang lalu lalang keluar masuk pemukiman itu. diantara jejalan bangunan kumuh yang rata-rata terbuat dari seng atau triplek terdapat salah satu hunian yang tak layak di sebut rumah, Gubuk itu tempat persis di samping rel kereta api dekat dengan TPA itu.

20 tahun lalu seorang anak lelaki kecil dengan pakaian kumal dan memiliki bekas luka di sekujur tubuhnya sambil menggendong karung selalu pergi ke tempat sampah untuk mengais sisa-sisa sampah yang bisa dijadikan barang bekas untuk dijual.

Rudi kecil lahir dari keluarga broken home yang sangat miskin, sejak kedua orang tuanya bercerai karena Dayat sang bapak yang seorang sopir menikah lagi dan lebih memilih pergi meninggalkan Dayat dan Murniati sang ibu.

Saat Rudi berusia 5 tahun hidup Rudi bertambah penuh penderitaan dan juga siksaan, tepatnya saat Murniati menikah kembali dengan Juned seorang preman pasar. Juned adalah sosok lelaki temperamental yang hampir setiap hari kerjanya mabuk, judi dan menyiksa Rudi kecil.

Memiliki istri seorang pelacur membuat Juned selalu dihinggapi perasaan cemburu yang membabi buta dan sifat paranoid yang bercampur dengan cinta buta membuat temperamennya selalu naik dan melampiaskan amarahnya kepada Rudi kecil.

Tiada hari tanpa siksaan untuk Rudi kecil tinggal bersama seorang pemabuk dan penjudi seperti Juned, belum lagi dia dipaksa untuk mencari uang dengan menjadi pemulung dan juga pengemis di jalanan.

Jika dalam satu hari Rudi tidak bisa menyetor rp100.000 dia akan mendapatkan siksaan dengan dipukul, dicambuk, di banting bahkan di cekik atau di sundut rokok. Rudi selalu diawasi oleh Juned dan anak buahnya saat bekerja.

Sementara Murniati tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya bisa mengelus dada melihat putra satu-satunya diperah dan diperlakukan seperti budak oleh Juned.

Trauma akut adalah awal penyakit kejiwaan Rudi akibat tekanan dan siksaan dari Juned. Setiap kali tertekan Rudi tidak mampu meratap atau mengeluarkan suara tangis tapi dia malah tertawa tak bisa berhenti sambil meneteskan air mata.

Hal ini terjadi saat Rudi beranjak remaja, tepatnya saat duduk di bangku kelas 2 SMP waktu itu Murniati divonis dokter menderita penyakit AIDS. pekerjaannya sebagai seorang penjaja *** rentan dengan penyakit yang dideritanya.

Sejak kejadian itu Rudi dan keluarganya dikucilkan oleh masyarakat setempat dan juga dibully. Usaha apapun yang keluarga itu jalannya selalu bangkrut hingga mau nggak mau Rudi mengikuti jejak Juned menjadi seorang preman.

Murniati hanya diam melihat perilaku brutal Juned pada putra semata wayangnya yang bisa dia lakukan adalah berusaha menyekolahkan Rudy agar kelak mendapat kehidupan yang lebih baik dan keluar dari lingkungan mereka.

Di sekolah Rudi di-bully karena kemiskinan dan juga penyakit AIDS yang diderita sang ibu, segala bentuk pelecehan dan kekerasan fisik atau verbal dia terima, hal yang menjadi tekadnya adalah menjadi orang sukses dengan harta berlimpah.

Selain kecerdasan otaknya ada keinginan untuk membalas dendam kepada orang-orang yang menyakitinya. Di tambah lagi pesan sang ibu yang hanya menekankan untuk menjadi kaya raya dengan segala cara.

Rudi remaja melalui hidupnya penuh dengan kekerasan dan penghinaan dia tidak bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar seakan semuanya bercampur jadi satu hanya untuk bisa bertahan hidup.

Tepat di usianya yang ke-17 tahun Rudi mewujudkan keinginannya sejak kecil yaitu ingin sekali menghabisi nyawa Juned. Dengan akal liciknya, Rudi membuat Juned terbunuh di tangannya tanpa meninggalkan jejak.

Menjelang pagi buta, sekitar pukul 12.30 malam Rudi mengajak Juned pergi keluar dengan melewati perlintasan kereta api dengan dalih kalau Rudi mempunyai uang yang dia sembunyikan di sekitar area perlintasan perlintasan kereta api.

Rudi berjalan di belakang Juned dengan sorot mata liarnya siap menerkam Rudi dari belakang.

"Di mana kau sembunyikan uang itu!" bentak Juned mulai kesal karena sudah 10 menit menyusuri perlintasan rel kereta api tapi tempat persembunyian uang itu belum juga ketemu.

"Di depan, sebentar lagi Pak," kembali Rudi berdalih.

"Sebentar lagi! sebentar lagi! Ini mah lama goblok!" sembur Juned mulai keluar temperamental nya.

"Nah, itu Pak tempatnya di lubang gorong-gorong," unjuk Rudi pura-pura bersemangat.

"Cepat kamu ambil uang itu!" perintah Juned tidak sabar.

Rudi mulai menggali batu yang menutupi gorong-gorong tak terlalu dalam lalu dia mengeluarkan sebuah kaleng.

"Ini pak uangnya," Rudi menyerahkan kaleng susu bayi itu pada Juned.

Begitu membuka plastik penutup kaleng netra Juned langsung berbinar melihat beberapa lembar uang ratusan ribu di dalam kaleng, Juned begitu serius menghitung sampai dia tidak menyadari kalau Rudi di belakangnya bersiap mengayunkan sebuah batu yang lumayan cukup besar.

BUKK

Satu pukulan batu tepat mengenai tengkuk Juned dan membuatnya jatuh tak sadarkan diri di atas kerikil yang ada di pinggir rel.

TEETTTTT

Bunyi klakson kereta api dari kejauhan terdengar di tandai dengan setitik cahaya lampu kereta. Rudi menyeret tubuh Juned yang dalam keadaan pingsan ke atas rel kereta dan meletakkan tubuh itu tepat di tengah-tengah rel.

Sorot mata penuh kebencian tampak sekali terlihat bercampur dengan senyum menyeringai di sudut bibir kanannya. sambil mengguyurkan cairan minuman beralkohol di seluruh wajah dan sebagian tubuhnya.

Jarak kereta makin mendekat, derunya membuat sisi rel ikut bergetar. Rudi cepat-cepat bersembunyi di gorong-gorong, dari tempat itu Rudi bisa memperhatikan dengan jelas tubuh Juned yang masih tergeletak pingsan di atas dan dalam hitungan detik roda besi kereta api melindas tubuh itu

Rudi merasa sangat bahagia sehingga dia berjalan mendekati tubuh Juned lalu dia menari-nari di samping tubuh Juned yang hancur berceceran di sepanjang rel sambil tertawa terbahak

Rudi terus berjalan sambil menari menyusuri rel dengan tertawa terbahak makin menjauh dari tempat itu. Sejak saat itu penyakit kejiwaan Rudi mulai tumbuh dalam jiwanya dan membuatnya menjadi seorang psikopat.

Sehari setelah kematian Juni Rudi menghilang tanpa jejak meninggalkan ibunya yang dalam keadaan sakit. 5 tahun berlalu Rudi kembali ke tempat itu untuk menjemput Murniati dengan penampilan dan keadaan yang berbeda. Dia sudah menjadi orang yang sukses karena kecerdasan otaknya dan bekerja di bank ternama di mana Aditya jadi atasannya.

Atas rekomendasi Aditya yang awalnya Rudi seorang kurir bank diangkat menjadi teller dan kemudian menanjak karirnya menjadi pembantu kepala cabang di bank itu setelah Rudi menyelesaikan pendidikan S2 nya di bidang perbankan yang didanai beasiswa perusahaan atas rekomendasi Aditya.