NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Pengkhianatan

​Istana Shadowfall berguncang seolah-olah sedang digenggam oleh tangan raksasa yang marah. Debu berjatuhan dari langit-langit koridor saat Kaelen, Elara, dan Vorian berlari menuruni tangga batu menuju lantai dasar.

​"Apa sebenarnya Behemoth itu?" teriak Elara di sela-sela napasnya, berusaha mengimbangi langkah panjang Kaelen.

​"Mimpi buruk kakek buyutku," jawab Kaelen tanpa menoleh. Wajahnya yang tadi tenang karena pengaruh ramuan kini mulai menunjukkan tanda-tanda ketegangan lagi. "Seekor Rock-Eater. Binatang purba yang kulitnya terbuat dari lapisan berlian hitam. Dia kebal terhadap sihir api dan es. Satu-satunya cara mengalahkannya adalah menghancurkan inti jantungnya secara fisik."

​"Dan Vane melepaskannya," geram Vorian. "Dia benar-benar sudah gila. Dia bersedia meruntuhkan istana ini di atas kepalanya sendiri asalkan Raja ikut terkubur."

​Mereka sampai di Aula Besar—tempat pesta baru saja berlangsung.

​Pemandangannya kacau balau. Para bangsawan yang tadi berdansa dengan anggun kini berlarian seperti tikus yang terperangkap. Meja-meja banquet terbalik, makanan berserakan. Jeritan histeris memenuhi udara.

​Dan di tengah ruangan, lantai marmer meledak ke atas.

​Sebuah cakar raksasa, sebesar kereta kuda, muncul dari dalam tanah, menghancurkan pilar penyangga utama. Monster itu merangkak naik dari penjara bawah tanah.

​Behemoth.

​Bentuknya menyerupai kura-kura raksasa yang digabungkan dengan badak, namun seluruh tubuhnya dilapisi kristal hitam yang tajam. Matanya buta, tidak ada bola mata, hanya lubang hidung besar yang mengendus udara, mencari mangsa berdasarkan getaran.

​"ROAAAARR!"

​Aumannya membuat kaca-kaca jendela yang tersisa pecah berkeping-keping.

​"Vorian! Evakuasi para bangsawan!" perintah Kaelen. Dia mencabut pedang hitam dari sarung pinggang Vorian—karena dia sendiri tidak membawa senjata ke pesta. "Aku akan menahannya."

​"Kau tidak bisa melawannya sendirian dalam kondisimu!" seru Elara, menarik lengan Kaelen. "Obat biusnya masih bekerja, kan? Itu artinya kau tidak bisa merasakan sakit jika kau terluka parah! Kau bisa mati kehabisan darah tanpa sadar!"

​"Justru itu keuntungannya, Elara," Kaelen menatapnya sekilas, senyum tipis yang nekat tersungging di bibirnya. "Aku bisa bertarung tanpa batas rasa sakit. Mundurlah."

​Kaelen melompat maju, menerjang ke arah monster itu.

​Pertarungan itu brutal dan tidak seimbang. Kaelen bergerak secepat kilat, menebaskan pedangnya ke kaki monster itu. Trang! Suara logam beradu dengan berlian terdengar nyaring. Pedang biasa itu retak. Kulit Behemoth terlalu keras.

​Monster itu mengibaskan ekornya yang berduri. Kaelen melompat menghindar, tapi ekor itu menghantam pilar batu di belakangnya hingga hancur lebur. Puing-puing batu menimpa Kaelen, menguburnya sesaat.

​"KAELEN!" jerit Elara.

​Dia melihat sekeliling, mencari senjata. Mencari apa saja. Matanya menangkap tong-tong anggur yang terguling.

​Anggur. Alkohol. Api.

​Elara berlari ke arah Vorian yang sedang mendorong sekelompok bangsawan gemuk ke pintu keluar.

​"Vorian! Obor!" teriak Elara.

​Vorian mengerti maksudnya dalam sekejap. Dia melemparkan obor api biru dari dinding ke arah Elara.

​Elara menangkapnya. Dia berlari ke arah monster itu, tepat saat monster itu hendak menginjak tumpukan puing tempat Kaelen terkubur.

​"Hei, Jelek!" teriak Elara.

​Dia menendang sebuah tong anggur ke arah wajah monster itu. Tong itu pecah, menyiramkan cairan merah beralkohol tinggi ke kepala Behemoth.

​Elara melemparkan obornya.

​WOOSH!

​Api biru menyambar alkohol, membakar kepala monster itu. Behemoth itu meraung, bukan karena sakit—kulitnya tahan api—tapi karena bingung dan kaget. Dia membatalkan serangannya pada Kaelen dan berbalik mengejar sumber gangguan: Elara.

​"Lari, Nona!" teriak Vorian.

​Elara berlari zig-zag di antara reruntuhan meja, monster raksasa itu mengejarnya, menghancurkan segala sesuatu yang dilaluinya.

​Tiba-tiba, dari balik tumpukan puing, Kaelen meledak keluar.

​Wajahnya berdarah, jubah pestanya robek, tapi matanya menyala dengan fokus yang menakutkan. Dia melihat Elara dalam bahaya, dan sesuatu dalam dirinya patah.

​Dia tidak menggunakan pedang retak itu lagi.

Dia menggunakan tangan kanannya. Tangan monsternya.

​Kaelen melompat ke punggung Behemoth. Dia mencengkeram leher kristal monster itu dengan tangan batunya.

​"Hancur," bisik Kaelen.

​Dia menyalurkan seluruh energi kutukan Void-nya ke dalam cengkeraman itu. Bukan untuk membatu, tapi untuk meledakkan. Energi hitam pekat mengalir dari tangan Kaelen, merambat masuk ke celah-celah kristal kulit monster itu.

​KRAK... BOOOOM!

​Leher Behemoth meledak dari dalam. Pecahan kristal hitam berhamburan seperti hujan peluru. Monster raksasa itu ambruk ke lantai dengan suara dentuman yang menggetarkan seluruh istana, mati seketika.

​Kaelen terlempar dari punggung monster itu, jatuh berguling di lantai marmer. Dia terbaring diam, napasnya tersengal.

​Elara berlari menghampirinya, menjatuhkan diri di sampingnya.

​"Kaelen! Kaelen!"

​Kaelen membuka mata. Dia tersenyum lemah. Darah mengalir dari pelipisnya, tapi dia tampak puas.

​"Sudah kubilang... aku akan melindungimu," bisiknya.

​Namun, momen kemenangan itu tidak bertahan lama.

​"ITU DIA! PENYIHIR ITU!"

​Suara teriakan wanita memecah keheningan pasca-pertempuran.

​Elara dan Kaelen menoleh. Di pintu masuk aula yang setengah hancur, para bangsawan yang belum sempat dievakuasi kini berkumpul kembali. Tapi mereka tidak melihat ke arah Kaelen. Mereka menunjuk ke arah Elara.

​Seorang pria—Baron Thorne, salah satu sekutu dekat Duke Vane—melangkah maju. Di tangannya, dia memegang sebuah benda.

​Itu adalah sekop kecil milik Elara. Sekop yang tertinggal di rumah kaca. Tapi sekop itu kini berlumuran cairan hitam aneh dan dililit akar berduri.

​"Kami menemukannya di dekat segel bawah tanah!" teriak Baron Thorne, suaranya penuh kepalsuan yang meyakinkan. "Gadis ini! Dia menggunakan sihir buminya untuk melemahkan segel Behemoth! Dia yang memanggil monster itu untuk membunuh kita semua!"

​"Apa?" Elara ternganga. "Itu bohong! Saya bahkan tidak tahu di mana segel itu!"

​"Jangan menyangkal, Penyihir!" seru Lady Seraphina. "Kami melihatmu tadi! Kau mengendalikan api biru itu! Kau menggunakan sihir liar di dalam istana suci!"

​Kerumunan mulai riuh. Ketakutan yang mereka rasakan tadi berubah menjadi kemarahan massa yang butuh pelampiasan. Dan Elara—orang asing dari desa, penyihir tak dikenal—adalah kambing hitam yang sempurna.

​"Tangkap dia!"

"Dia mata-mata Vane!"

"Bakar dia!"

​"DIAM!"

​Kaelen mencoba bangun, tapi kakinya goyah. Efek ramuan Numbskull mulai beradu dengan kelelahan fisiknya, membuatnya lumpuh sementara.

​"Dia... dia menyelamatkan kalian..." kata Kaelen, suaranya lemah tapi tajam. "Siapa pun yang menyentuhnya... akan mati di tanganku."

​Tapi Baron Thorne tersenyum licik. Dia tahu Kaelen sedang lemah.

​"Yang Mulia Raja telah diguna-guna!" seru Baron Thorne. "Lihat dia! Dia tidak bisa berpikir jernih! Gadis ini telah meracuni pikirannya dengan sihir pemikat! Kita harus menyelamatkan Raja dari pengaruh penyihir ini!"

​Itu adalah kudeta. Kudeta halus yang dilakukan tepat di depan mata. Dengan dalih "menyelamatkan Raja", mereka ingin menyingkirkan Elara.

​Lusinan prajurit istana—yang loyalitasnya ternyata sudah dibeli oleh Vane—melangkah maju, mengarahkan tombak mereka ke arah Elara dan Kaelen.

​Vorian melompat ke depan Kaelen, pedangnya terhunus. Tapi dia hanya satu orang melawan lima puluh.

​"Yang Mulia," bisik Vorian tanpa menoleh. "Kita kalah jumlah. Jika kita melawan sekarang, mereka akan membunuh Nona Elara di tempat dengan alasan 'bela diri'. Dan mereka mungkin akan melukai Anda juga."

​Kaelen menggeram, mencoba memanggil sihir durinya, tapi tubuhnya kosong. Dia hanya bisa menatap nanar pada tombak-tombak yang mengurung mereka.

​Elara melihat situasi itu. Dia melihat Kaelen yang berdarah dan nyaris pingsan. Dia melihat Vorian yang siap mati konyol. Dan dia melihat kebencian di mata para bangsawan.

​Jika Kaelen mencoba melindunginya sekarang, perang saudara akan pecah detik ini juga. Dan Kaelen akan kalah. Vane akan menang.

​Elara menarik napas panjang. Dia melepaskan tangan Kaelen.

​"Elara, jangan," bisik Kaelen, menyadari apa yang akan dilakukan gadis itu. Matanya memohon. "Jangan lakukan ini."

​Elara berdiri tegak. Dia menatap Baron Thorne dengan dagu terangkat tinggi, sisa-sisa martabat Ratu yang belum pernah dia miliki.

​"Saya menyerah," kata Elara lantang.

​Kerumunan terdiam.

​"Saya akan ikut dengan kalian secara sukarela," lanjut Elara. "Dengan satu syarat: Biarkan Raja mendapatkan perawatan medis segera. Jika dia terluka sedikit saja karena kelalaian kalian, saya bersumpah... saya akan meledakkan penjara kalian dari dalam."

​Baron Thorne tampak ragu sejenak, lalu dia mengangguk memberi isyarat pada para prajurit. "Borgol dia. Bawa ke Menara Sunyi."

​Dua prajurit kasar mencengkeram lengan Elara, memaksanya berlutut untuk diborgol dengan besi anti-sihir.

​"TIDAK! LEPASKAN DIA!" Kaelen meraung, mencoba merangkak maju. Air mata frustrasi mengalir di wajahnya.

​Elara menoleh untuk terakhir kalinya. Dia tersenyum, senyum yang sangat sedih tapi menenangkan.

​"Sembuhlah, Kaelen," bisiknya tanpa suara. "Aku akan menunggumu."

​Para prajurit menyeret Elara pergi, membawanya keluar dari aula yang hancur, melewati kerumunan bangsawan yang mencemooh dan meludahinya.

​Kaelen hanya bisa menonton, tubuhnya lumpuh, hatinya hancur berkeping-keping.

​Dia melihat wanita yang dicintainya dibawa pergi ke penjara yang sama tempat ibunya dulu meninggal.

​Dan di tengah ketidakberdayaan itu, sesuatu di dalam diri Kaelen patah untuk selamanya. Bukan tulangnya. Bukan pikirannya.

​Tapi sisa-sisa belas kasihannya.

​Saat Vorian membantunya berdiri, mata Kaelen kering. Merah di mata kanannya tidak lagi menyala liar, tapi membara tenang dan gelap seperti inti bumi.

​"Vorian," kata Kaelen dingin. Suaranya kosong, tanpa emosi, lebih menakutkan dari teriakan mana pun.

​"Ya, Yang Mulia?"

​"Catat nama setiap orang yang meneriakkan 'tangkap dia' di ruangan ini."

​Kaelen menatap pintu tempat Elara menghilang.

​"Karena saat aku kembali kuat nanti... mereka semua akan berharap Behemoth itu memakan mereka malam ini."

BERSAMBUNG....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!