"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERSIAPAN PINDAH
Jam sudah menunjuk kan pukul 5 sore, dan biasanya di jam seperti itu avel akan datang ke rumah tetangganya untuk mengajak dikara main badminton di taman belakang.
"Kak kala, kak kala main badminton yuk!." Suara avel mulai terdengar, dan bi enduy yang mendengarnya langsung menghampiri bocah menggemas kan itu.
"Eh den avel, mau ngajak non kara main ya?."
"Iya bi, kak kala nya ada kan? Soalnya papa baru aja beliin avel raket baru, jadi avel langsung ke sini buat ajakin kak kala main." Avel begitu bersemangat, sebab beberapa hari ini mereka sudah jarang main bersama, dan itu karna dikara yang masih sibuk dengan persiapan sekolahnya.
Bi enduy meringis, sebab saat ini dikara belum pulang.
"Aduh, maaf ya den. Non kara nya ngga ada di rumah, dia lagi pergi buat nganterin beberapa barang ke apartemen."
Mendengar itu bahu avel langsung merosot, wajah yang bersemangat tadi langsung hilang dan di ganti kan dengan wajah sedih.
"Bi, kak kala beneran ya mau pindah dari sini?."
"Iya den, bibi udah tanya dan kata non kara dia emang mau pindah besok, pas pulang sekolah langsung ke apartemen."
Kedua sudut bibir avel menukik ke bawah, matanya mulai berkaca kaca.
"Avel mau pulang dulu ya bi, nanti kalau kak kala udah pulang tolong bilang buat datang ke rumah avel. Avel mau kasih sesuatu buat kak kala, ya bi?."
"Iya den, nanti bibi kasih tau."
Sesudah mengatakan itu, avel langsung berlari ke arah rumahnya.
Bruk...
"Avel.."
Amara langsung sigap menghampiri putranya yang tersandung kakinya sendiri, lalu mengendong bocah itu yang sudah menangis begitu keras.
Aryan dan lengkara yang sedang bermain catur, bahkan ayang yang menyiram bunga langsung ikut menghampirinya.
"Ya ampun nak, kenapa lari lari sih?. Kan jatuh, mana yang sakit? Kamu ngga luka kan."
Avel masih menangis dengan keras, bocah itu tampak enggan untuk menjawab.
"Dia kenapa ma, kok bisa bisanya langsung nangis kenceng gini."
"Dia kesandung, padahal biasanya ngga kayak gini juga nangisnya."
"Ma, kak kala mau pindah!." Adunya dengan tangis yang semakin kencang.
Semua orang yang melihat itu saling pandang, bukannya mengadu setelah apa yang yang ia alami dan rasakan setelah tersandung, avel justru malah memberitahu dikara yang akan pindah.
"Pindah ke mana? Kan kara nya ada rumah, dia ngga akan ke mana mana."
"Avel beneran ma, kak kala benar benar mau pindah. Tadi pas avel ke rumahnya buat ajakin main badminton, kata bi enduy kak kala nya ngga ada. Kak kala nya pergi anterin barang ke apartemen, dan besok pas pulang sekolah kak kala ngga pulang ke sini lagi."
Tak lama dari itu suara bel pintu terdengar, Dan ayang pun melangkah untuk melihat siapa ya datang sore ini.
"Eh kara, ayo masuk!." Dikara pun masuk, setelah tadi bi enduy mengatakan jika avel datang mencarinya.
Melihat siapa yang datang, avel buru buru turun dari gendongan sang mama lalu berlari ke arah dikara yang belum 5 meter menjauh dari pintu masuk.
"Kak kala kenapa mau pindah, kak kala kenapa buru buru pindahnya. Kenapa ngga ngasih tau avel dulu dari jauh, biar avel ngga kaget." Dikara tersenyum, ia tak menyangka jika keputusannya ini akan membuat avel bersedih.
Padahal sebelumnya avel sudah mengiyakan keputusannya itu, namun memang tidak memberitahu kapan tepatnya akan pindah.
"Ya ampun, kok malah nangis kayak gini sih?. Lagian kak kara nya kan pindah ke apartemen yang ngga begitu jauh, masih dekat kok dari sekolahnya avel. Jadi nanti kalau kamu mau, avel boleh main ke apart, bisa nginep juga kalau di bolehin."
Tangis avel mulai mereda, membuat aryan dan amara menggeleng melihatnya.
"Beneran ngga jauh? Bukan kayak rumahnya eyang kan?, avel ngga mau kalau kak kala nya pergi. Kan selama ini cuma kak kala yang ngerti avel, cuma kak kala yang ngga bosen main sama avel." Dikara kembali membawa tubuh bocah itu ke dalam pelukannya.
"Ngga, nanti besok besok kakak ajakin deh main ke sana. Kebetulan di lantai atas ada kolam berenangnya, nanti kita berenang bareng habis itu jalan jalan deh ke taman."
Setelah mendapat kan pengertian dari avel, sekaligus menemani bocah itu untuk tidur. Dikara pun hendak pulang, namun amara menahannya untuk makan malam bersama di sana.
"Ngga usah repot repot kayak gini dong tan, aku bisa makan di rumah kok. Bi enduy pasti udah masak, jadi aku pulang aja ya?." Dikara sedikit melirik ke arah lengkara yang sedari tadi terus saja menatapnya, dalam hati lengkara pasti sedang memperingatinya untuk tidak lagi menjadi akrab dengan keluarganya.
"Di sini aja, tante juga mau ngobrol setelah ini. Jadi makan di sini aja ya, kan avel juga minta kamu buat nginep."
Mendengar itu, dikara pun pasrah. Pasalnya ia lupa jika tadi avel sudah memintanya untuk menginap malam ini, dan tentu saja dikara tidak bisa menolak.