Ketika cinta berubah menjadi luka, dan keluarga sendiri menjadi pengkhianat. Dela kehilangan segalanya di hari yang seharusnya menjadi miliknya cinta, kepercayaan, bahkan harga diri.
Namun dalam keputusasaan, Tuhan mempertemukannya dengan sosok misterius yang kelak menjadi penyelamat sekaligus takdir barunya. Tapi apakah Dela siap membuka hati lagi, ketika dunia justru menuduhnya melakukan dosa yang tak pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Nyumbang 5 Juta
Setelah dari toko baju, Arsen mengajak Dela untuk ke toko berlian. Dulu sewaktu menikah Arsen tidak memberikan seserahan yang layak untuk Dela, sehingga kini Arsen berniat untuk menggantinya.
"Sayang, kita ke toko berlian yuk," ajak Arsen, yang membuat mata Dela membola. Belanja baju saja sudah habis hampir 5 jutaan, tapi suaminya masih mau mengajaknya ke toko berlian.
"Hah gak usahlah Mas. Baju-baju itu saja sudah mahal ngapain lagi pakai ke toko berlian segala. Harga berlian itu sangat mahal," ujar Dela.
"Sayang, dulu aku menikahimu tidak membawa seserahan, jadi sekarang aku mau membelikan berlian untuk kamu sebagai gantinya."
Dela semakin bingung, melihat suaminya yang terlihat banyak uang. Pikir Dela, bisa dapat uang dari mana suaminya mau membelikan ini dan itu.
"Tapi, kamu bisa dapat uang sebanyak itu dari mana Mas?" Tanya Dela yang sudah mulai curiga.
"Ya dari kerja dong masa dari mana," jawab Arsen.
"Tapi memang sebanyak itu gaji kuli bangunan?" Tanya Dela lagi.
"Gaji kuli bangunan?" Bukannya menjawab, Arsen malah balik bertanya, dan Dela hanya menganggukkan kepalanya.
"Aku mana tau gaji kuli bangunan sih Sayang," jawabnya yang membuat Dela kaget. Pikir Dela, bagaimana bisa suaminya tidak tau gaji kuli bangunan, sementara suaminya itu kerjanya sebagai kuli bangunan.
"Hah kamu itu aneh banget sih Mas. Kuli bangunan kok gak tau gajinya sendiri."
"Hah memangnya aku pernah bilang kalau aku kerjanya sebagai kuli bangunan?" Tanya Arsen.
"Ah sudahlah. Ayo kita jalan lagi saja."
Arsen jadi merasa bingung mau bilang soal pekerjaannya yang sesungguhnya kepada istrinya. Arsen takut saja kalau istrinya malah tidak percaya. Sehingga Arsen hanya membiarkan istrinya berasumsi sendiri.
"Lebih baik kita pulang saja yuk Mas. Aku takut kalau Ibu bakal ngomel-ngomel kalau kita gak pulang-pulang," Dela malah mengajak suaminya pulang.
"Loh kok malah ngajakin pulang sih Sayang. Baru juga beli baju."
"Gak apa-apa Mas. Kita pulang saja aku takut Ibu bakal marah dan bicara yang tidak enak didengar."
"Oke kita akan pulang, tapi setidaknya kita makan dulu yuk. Aku lapar ini," ajak Arsen yang sejak pagi tadi memang belum makan.
"Boleh Mas kita mau makan di mana?" Tanya Dela.
"Kamu ikut aku saja," Arsen langsung menarik tangan istrinya ke sebuah restoran Jepang yang berada di dalam Mall itu.
Dela yang diajak makan di restoran merasa kaget, karena seumur-umur baru kali itu Dela masuk ke restoran. Tadinya Dela kira suaminya akan mengajaknya makan bakso atau di warung pinggir jalan.
"Kamu serius mengajakku makan di sini Mas?" Tanya Dela.
"Iya, kamu harus cobain makanan Jepang di sini. Rasanya sangat enak," jawabnya.
Yang Dela permasalahkan itu bukan soal enak atau tidaknya tapi soal uangnya. Wajar jika Dela berhitung soal uang, karena sejak kecil Dela harus berhemat demi memenuhi tuntutan dari Ibunya.
"Gak usah protes kamu silakan duduk. Biar aku pesankan menunya," ujar Arsen ketika tau istrinya akan protes, sehingga Dela hanya bisa diam dan menuruti apa kata suaminya. Pikir Dela, tidak mungkin suaminya mengajaknya makan di tempat elit kalau tidak bisa bayar.
Kini Dela malah semakin bingung dengan pekerjaan suaminya, karena tadi secara tidak langsung suaminya bilang bukan pekerja kuli bangunan.
Mata Dela langsung berbinar kala semua makanan yang suaminya pesan sudah dihidangkan di atas meja. Ada sukiyaki, ramen, dan sushi. Biasanya Dela hanya melihat semua jenis makanan itu di televisi, tapi kini terhidang nyata di depan matanya.
"Ayo Sayang dimakan," ujar Arsen, sehingga Dela mulai memakan makanan itu.
Makanan itu terasa sangat lezat di lidahnya, karena tipe lidah Dela itu ternyata lidah kota yang suka sama makanan kekinian. Sudah sejak lama Dela ingin memakan makanan itu, tapi apalah daya mengingat dompetnya yang tipis. Kini rasa penasaran Dela sudah terbayarkan, tapi masih ada makanan lagi yang membuat Dela penasaran ingin mencobanya yaitu pizza. Makanan itu sudah sering wira-wiri di televisi sehingga Dela ingin sekali mencicipinya.
"Ini enak banget Mas. Mienya beda sama mie instan yang ada di rumah," ujarnya yang membuat Arsen terkekeh. Ya jelas beda ramen sama mie instan yang ada di rumah.
Tika pulang dengan tampang yang begitu kesal. Dirinya merasa begitu iri karena melihat kakaknya bisa belanja barang mahal, sedangkan dirinya malah tidak bisa membayar barang belanjaan.
"Ih nyebelin banget sih. Memalukan bagaimana bisa aku gak sadar kalau isi saldo tinggal 500 ribu. Pantas aja gak bisa buat bayar," ujar Tika yang mengomel-ngomel sendiri.
Tika yang sesuka hati pergi ke salon, beli skincare dan belanja yang lain-lain tidak sadar jika isi saldo kartu ATM-nya sudah limit.
Sedangkan Rena yang melihat anak bungsunya pulang dengan keadaan yang kesal merasa aneh, karena seharusnya putrinya itu senang karena habis dari salon buat perawatan.
"Kamu ini kenapa Tika. Habis perawatan bukannya senang malah tampak kesal begitu?" Tanya Rena.
"Ini lagi Kakak kamu disuruh nganterin kue aja lama banget, seperti nganterin ke luar kota aja," lanjutnya.
"Ngapain Ibu nungguin Mbak Dela, orangnya aja tadi jalan ke Mall sama suaminya," beritahu Tika yang membuat mata Rena langsung membola.
"Apa jadi mereka berdua malah jalan ke Mall? Enak sekali mereka. Bukannya langsung pulang bantuin Ibu beres-beres malah keluyuran. Emangnya dia ke Mall mau ngapain sih, uang aja sulit kok pakai ke sana segala," omelnya. Habis membuat kue tadi, banyak perabotan dan dapur jadi kotor, sehingga Rena harus membersihkannya seorang diri.
"Iya masa iya dia ke Mall seperti gembel begitu gak malu apa," timpal Eka yang kebetulan sudah pulang. Kehamilan trimester pertamanya membuatnya gampang lelah, sehingga Eka minta izin buat pulang lebih awal.
"Tau tuh mereka malah menghamburkan uangnya hanya beli baju-baju mahal di sana. Tadi Tika gak sengaja bertemu dengan mereka di toko baju, apa Mbak Eka dan Ibu tau? Mbak Dela itu membeli baju-baju mahal sama suaminya, aku kira dia gak akan sanggup buat bayar tapi malah di luar dugaan. Malah aku sendiri yang tidak bisa bayar bajuku Bu. Gara-gara kartuku yang limit sumpah! Tika malu banget tadi," adunya yang semakin membuat Rena semakin kesal.
Sementara Eka yang mendengar adiknya gak bisa bayar barang belanjaannya, tidak bisa membayangkan betapa malunya tadi adiknya.
"Ya ampun malu-maluin banget sih kamu. Masa wanita karir sepertimu gak bisa bayar barang belanja?" Cibir Eka.
"Dasar sontoloyo, giliran Ibu tagih buat nyumbang di pernikahan kamu bilangnya gak ada duit. Emang benar-benar itu ya Kakak kamu. Awas saja nanti kalau dia pulang. Seharusnya tadi kamu minta bantuan sama Kakak kamu buat bayarin belanjaan kamu dulu biar gak malu," ujar Rena.
"Apanya, orang dia aja langsung pergi selesai membayar belanjaannya," ujar Tika dengan tampang cemberut.
"Baru punya duit sedikit aja malah dipakai buat foya-foya. Seharusnya sebagai Kakak, Mbak Dela itu lebih memikirkan adiknya yang mau nikah. Bukan uangnya buat beli barang yang tidak penting," ujar Tika, yang masih teringat dengan rasa malunya tadi.
"Iya kalau aku harap maklum ya Tika. Soalnya aku itu juga mau butuh duit banyak buat biaya lahiran, sehingga tidak bisa bantu banyak," seru Eka.
"Kalau itu Ibu sudah paham Ka. Jadi gak masalah," ujar Ibunya.
"Awas saja nanti kalau dia gak bisa nyumbang 5 juta di acara nikahan Tika."
"Seharusnya bisa tuh Mbak Dela nyumbang 5 juta, tadi aja dia beli baju hampir habis 5 juta." Semakin melotot itu mata Rena kala mendengar Dela belanja habis begitu banyak.
"Ya Tuhan Ibu gak tau lagi bagaimana pikiran Kakak kamu. Seharusnya punya uang itu ditabung, bukan malah untuk berfoya-foya begitu. Tinggal saja masih numpang, baru punya duit sedikit aja sudah buat beli yang tidak penting."
Rena itu benar-benar lucu, kalau anaknya yang lain belanja gak diomelin, tapi kalau Dela yang belanja langsung ngomel-ngomel.
Tidak lama Dela dan Arsen sudah pulang, dengan membawa oleh-oleh untuk Ibunya, berharap Ibunya itu gak ngomel-ngomel. Bagaimanapun juga, Dela pulang dengan membawa oleh-oleh pertanda bahwa dirinya masih mengingat Ibunya di rumah.
"Assalamualaikum,"
"Tuh orangnya sudah pulang," ujar Tika dengan memutar bola matanya malas.
"Bagus ya kamu disuruh nganterin kue malah keluyuran gak jelas. Bukannya langsung pulang bantuin Ibu beberes dapur," omel Rena.
"Ada orang salam itu dijawab dulu Bu. Bukan malah ngomel-ngomel," peringat Dela.
"Waalaikum salam."
"Iya Dela minta maaf Bu. Tadi kan bikin kuenya juga sudah hampir selesai jadi kami jalan-jalan sebentar seharusnya gak masalah. Selama ini Dela juga gak pernah jalan keluar Bu," ujar Dela.
"Ini ada oleh-oleh buat Ibu," Arsen langsung memberikan bungkusan makanan untuk Ibu mertuanya.
"Halah bilang aja itu makanan untuk nyogok supaya Ibu gak marah," seru Tika.
"Pintar banget caramu supaya gak dimarahin," imbuh Eka.
Sedangkan Rena yang dibawakan oleh-oleh langsung mengambilnya dari tangan Arsen. Dilihat dari paper bag-nya Rena tau jika yang menantunya bawa itu makanan mahal.
"Ini oleh-olehnya Ibu terima, tapi tetap saja Ibu akan marah sama kalian. Seharusnya kamu gak usah keluyuran begitu. Ibu mintain uang sumbangan buat acara nikahan adik kamu bilangnya keberatan, tapi kalau untuk shopping aja punya," ujar Rena.
"Iya, ya nanti Dela nyumbang 5 juta di acara nikahannya Tika puas!" Berhubung suaminya tidak masalah dengan permintaan dari Ibunya, sehingga Dela setuju untuk menyumbang 5 juta.
Dela merasa heran banget sama Ibunya, entah kenapa kalau dia yang suka sesuatu Ibunya seperti gak suka. Di mata Ibunya Dela merasa gak pernah benar.
"Seharusnya kamu itu bantuin adik kamu buat bayar belanjaannya tadi, dia sampai malu karena gak bisa bayar belanjaannya."
Mendengar perkataan dari Ibunya, Dela dan Arsen dibuat ingin tertawa. Sungguh Arsen dan Dela tidak tau tadi kalau Tika gak bisa bayar belanjaannya.
"Apa seorang Tika yang pekerja kantoran gak sanggup bayar belanjanya ya ampun! Memalukan sekali tadi aja sombong banget meremehkan aku, eh gak taunya dia sendiri yang gak bisa bayar," ejek Dela seraya tersenyum.
Tika yang mendapat ejekan dari kakaknya merasa tidak terima. "Senang banget ya kamu melihat aku malu di depan umum," hardik Tika dengan napas yang memburu menahan emosi.
"Yaelah kamu baru bisa belanja segitu aja udah sombong Del. Lagian percuma saja kamu pakai baju mahal kalau wajahnya buluk. Tetap saja akan kelihatan jelek," ejek Eka. Mungkin karena Ibunya yang selama ini selalu membelanya dan Tika, sehingga membuat keduanya amat berani sama Dela.
"Sudah cukup. Tadi kamu terlihat begitu sombong di hadapan kami, sehingga kami tidak menyangka kalau kamu gak bisa bayar belanjaan kamu. Lagian aku dan Dela juga sudah pergi duluan jadi gak melihat. Ayo Sayang kita ke kamar," karena gak mau ribut, Arsen langsung menarik tangan istrinya ke dalam kamar. Suaminya itu memang benar-benar keren, karena bisa membalas dengan kata-kata yang elegan, namun tajam.