Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERGI
Aku ceraikan kamu dengan talak satu. Sebuah kalimat yang menyayat hati, bahkan Sakti sampai mengepalkan tangan erat, terbawa suasana pada moment ini. Kaisar meloloskan kata cerai untuk Iswa dengan suara bergetar, setelah diskusi panjang dengan mama dan papa.
Beliau tidak memaksa Iswa bertahan kalau kesalahan Kaisar cukup fatal, kalau memang mereka jodoh tentu akan ada jalan mereka bersatu kembali. Biarlah mereka introspeksi dulu, mendewasakan diri, terlebih untuk Kaisar segera menyelesaikan masalahnya dengan sang mantan pacar, Adel.
Kaisar hanya duduk sembari melihat Iswa saja. Gadis itu masih di kamarnya menyelesaikan sholat dhuhur dan setelah ini akan pamit keluar dari rumah. "Aku pamit ya Kak," ujar Iswa kemudian, sembari memegang koper ia menyempatkan melihat Kaisar.
Pria itu hanya mengangguk saja, dan tidak memberikan pelukan terakhir atau pesan untuk Iswa, sampai Iswa di bawah pun Kaisar tak membuntutinya.
"Pa, Iswa pamit! Maaf ya Pa, Iswa belum bisa menjadi menantu yang baik untuk papa. Papa jaga kesehatan, sehat selalu ya, Pa!" ucap Iswa sembari menyodorkan tangan untuk salim. Papa memeluk Iswa, beliau menangis, karena terlalu memaksakan perjodohan ini sehingga melukai Iswa.
"Ma, Iswa pamit!" giliran kepada mama mertuanya, meski 3 bulan pernikahan, Iswa tak pernah diajak omong, tapi mama mertuanya tetap menyuruh Kaisar berbuat baik pada Iswa. Beliau pun langsung memeluk Iswa.
"Jaga diri baik-baik, kamu perempuan hebat!" ucap mama, Iswa menangis tak tertahan bahkan memeluk mama mertuanya erat. Sudah setahun ia tak merasakan pelukan seorang ibu, sekali merasakan pelukan ibu mertua di saat Iswa sudah menjadi mantan menantu.
"Ayo aku antar, motor kamu biar dibawa Pak Satpam," ujar Sakti yang tak mau melihat Iswa pamit dengan air mata padanya. Sakti mengambil koper dan ransel Iswa menuju mobilnya. Sedangkan Iswa pamit pada Mbak ART yang selalu baik padanya.
Begitu masuk mobil, Iswa menangis sesenggukan. Sakti membiarkan saja, tak berniat mengajak bicara, dan mengemudikan mobil begitu saja menuju rumah Iswa, ia sendiri menahan tangis. Iswa gadis baik, dan Sakti pun sudah menganggap dia sebagai adik.
"Makasih, ya Kak Sakti," ucap Iswa yang sudah mulai reda tangisannya. Sakti hanya mengangguk saja. "Maaf sudah merepotkan Kak Sakti."
"Gak pa-pa. Kalau ada apa-apa telepon, Wa. Jangan blokir nomor kita, kamu udah aku anggap adik sendiri."
Iswa mengangguk dan sekali lagi mengucapkan terimakasih. Sakti pun membantu Iswa membawa koper dan ranselnya masuk ke rumahnya. Meski tidak terlalu kotor tetap saja debu berserakan apalagi tiga bulan tak berpenghuni.
Motor pun langsung diantar, sehingga sudah tidak ada barang Iswa di rumah Kaisar. Sakti pun pamit, dan menepuk pundak Iswa, mengisyaratkan pada gadis itu untuk jaga diri baik-baik. Selepas kepergian Sakti, Iswa menangis sendiri. Harapan dia akan memiliki keluarga baru, nyatanya ia tak mendapatkan juga. Memang ditakdirkan untuk hidup sendiri.
Sakti juga langsung pulang, ia ingin tahu keadaan sang adik. Kamarnya sedikit terbuka ternyata Kaisar hanya duduk di tepi ranjang, diam dan mengamati area kamarnya. "Udah ikhlaskan saja, kan kalian juga gak cinta, gampang move onnya lah!" Sakti berusaha menghibur sang adik, matanya tampak merah, pasti tadi sempat menangis juga.
"Memang belum cinta, tapi rasanya gak enak banget ditinggal Iswa. Di sofa itu dia biasanya mengerjakan tugas, atau nonton drama China, di sofa itu dia memilih tidur, gak mau seranjang sama aku. Di samping sofa itu letak kopernya yang berisi barang-barangnya, ia tak mau memakai lemariku khawatir aku gak suka kalau bercampur dengan barangnya." Sakti mendengarkan saja, meski mereka belum mencintai tapi efek ijab qabul dalam hidup mereka masih ada. Rasa memiliki sebagai suami istri pasti memiliki tempat tersendiri di dalam hati Kaisar atau pun Iswa. Apalagi mereka sempat berbaikan dan ada moment intim di antara keduanya, pasti kenangan itu susah dilupakan juga.
"Efek hubungan halal memang sedalam ini ya Bang? Aku putus sama Adel saja gak sesedih ini, padahal aku juga pernah mencintainya. Aku sayang sama Iswa, Bang!" ujar Kaisar pada akhirnya menangis juga di hadapan Sakti. Bahkan tak malu sesenggukkan pada sang kakak.
"Sabar, Kai!" ucap Sakti sembari menepuk lengan Kaisar, memberi kekuatan.
"Padahal aku udah berencana akan mengungkapkan perasaan sayangku ke dia habis ujian skripsi, tapi belum sempat mengutarakan, aku malah menceraikan dia." Kaisar terus menangis, rasanya menyesal sekali harus berkunjung ke rumah sakit untuk Adel.
"Andai aku bisa cuek kayak Abang ke Mbak Andin, mungkin aku gak kehilangan Iswa. Aku bodoh banget. Harusnya aku biarkan saja Adel masuk rumah sakit, kenapa juga harus peduli, malah aku melukai hati Iswa."
"Udah, semua ada pelajaran hidup. Dari peristiwa ini kamu bisa belajar, fokus pernikahan itu hanya pada suami dan istri saja, gak perlu melihat orang lain."
"Iya, Bang!"
"Sedih boleh, Kai. Tapi tak usah berlarut-larut. Doakan Iswa kuat hidup sendiri, kalau memang kamu masih mengharap dia menjadi istri kamu, maka berubahlah. Abang yakin, Iswa juga tidak akan mudah membuka hatinya buat pria lain. Maka ubahlah dirimu untuk menarik perhatian Iswa lagi. Kamu masih mengharap dia jadi istri kamu gak?"
"Masihlah, bahkan aku sudah menyiapkan pengaman buat malam pertama," masih saja Kaisar bisa konyol di tengah moment sedih ini.
"Jadi kalian belum pernah malam pertama?" tanya Sakti kaget. Pikirnya setelah kepergok ciuman dulu, mereka sudah melakukan keintiman layaknya suami istri.
"Belum. Rugi ya?" Sakti menonyor kening sang adik.
"Baguslah. Artinya Iswa tidak membawa benih kamu, gak bisa membayangkan kalau Iswa hamil anak kamu, bisa-bisa kamu gila ditinggal dia."
"Ck, tau kayak gini aku hamili sekalian, Bang. Biar dia gak bisa jauh dari aku!"
"Kayak bisa hamilin anak orang aja," ledek Sakti.
Benar kata orang ya, seseorang terasa berarti saat sudah meninggalkan kita. Kaisar merasa kosong saja, kamar yang biasanya diisi mereka berdua mendadak terasa sepi sekali. Biasanya terdengar Iswa cekikikan melihat drama China kini gak ada. Melihat wastafel kamar mandi biasanya ada barang-barang Iswa sekarang sudah gak ada. Kaisar kembali merenung.
"Aku bisa gak ya hidup tanpa kamu, Wa? Belum sehari saja aku kangen dengan tingkahmu di dalam kamar ini. Mulai malam ini aku gak memeluk tubuh kurus kamu, gak bisa cium bibir manis kamu. Ah Wa, kamu sudah mengisi separuh jiwaku tapi terpaksa aku lepaskan. Maaf ya, Wa. Suamimu kemarin adalah pria bodoh. Aku tetap berharap kamu akan menjadi istriku nanti, Wa. Di waktu yang tepat dengan pribadi yang lebih baik."
Aku Sayang Kamu, Wa.
hemmmm wa kamu jg terlalu gampang memberi kesempatan fokus dulu ke diri sendiri dulu biar mapan segala hadehhh
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah