Fitnah Kejam Mantan Suami
"Ma, Pa ... Aku menyukai seseorang," Bunga Adelia, atau biasa di panggil Bunga membuka suara.
Sekarang, mereka lagi menyantap makan malam.
"Benarkah?" tanya Vivi Victoria dengan mata berbinar.
Vivi merupakan orang tua angkat Bunga.
Ya, Vivi dan suaminya yang bernama Andrian Alexander memutuskan mengadopsi seorang anak, ketika dokter menyatakan jika rahim Vivi bermasalah.
Dan karena hal itulah, Vivi di nyatakan tidak bisa hamil, apalagi melahirkan.
Semula Vivi, menyuruh suaminya atau Andrian untuk menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, Andrian menolak mentah-mentah perintah istrinya.
Bukan karena tak sayang ataupun cinta. Melainkan, karena cinta yang terlalu besar lah, Andrian tidak sanggup membuat Vivi terluka. Ia gak mau, wanita yang di cintainya menangis diatas kebahagiannya.
Dan karena itulah, keduanya memutuskan mengadopsi Bunga.
Bunga di adopsi langsung dari kedua orang tuanya yang kurang mampu.
Flashback ...
Saat itu, mereka yang lagi melakukan perjalanan keluar kota, di bawah derasnya hujan. Mata Vivi tak sengaja melihat orang yang lagi kesusahan.
Vivi melihat, seorang bapak yang mendorong sepeda motor bututnya dengan kedua balita yang duduk anteng di atasnya. Sedangkan seorang ibu, memengangi perutnya, dan tangannya sebelahnya di pengangi oleh seorang anak remaja lainnya.
"Ibu, bapak ... Maaf, mau kemana? Kenapa gak berteduh dulu?" tanya Vivi membuka jendela mobilnya.
"Ini, istri saya mau melahirkan bu ... Dan sekarang, sepeda motor saya mogok," sahut lelaki yang badannya sudah basah kuyup.
"Mas," Vivi melirik suaminya yang berada di sampingnya.
Seolah paham, maksud dari sang istri. Andrian mengangguk-anggukan kepalanya.
"Naik, pak, bu ..." ujar Vivi membuka pintu mobilnya.
Dia menyuruh Andrian untuk duduk di depan, di samping sopir.
Terpaksa, Andrian menuruti keinginan istrinya.
"Gak usah malu-malu, naik aja ... Sepeda motornya di titip di warung dulu, nanti biar orang saya yang antar ke bengkel," papar Vivi lagi, melihat keraguan di mata itu.
Karena tidak ada pilihan lain, sang suami menuntun istrinya untuk duduk di samping Vivi, sedangkan ia dan ketiga anaknya yang lain, duduk di barisan belakang Vivi.
Tak lupa, anak yang pertama juga menenteng tas yang udah di lapisi plastik untuk di bawa masuk.
"Mang, ke klinik terdekat ya," perintah Vivi.
"Ja-jangan ... Ke rumah sakit aja, kami ada bpjs kok," larang ibu hamil, di samping Vivi.
Tentu saja, lelaki yang di panggil mamang itu, tidak menghiraukan larangan dari ibu tersebut. Karena baginya, apa yang dikatakan Vivi merupakan perintah.
Pasangan suami istri itu, ragu untuk turun kala mobil berhenti di klinik yang menurut mereka sangat mewah.
Tentu saja, ketakutan utama mereka ialah tidak punya uang yang cukup.
"Biar kami yang bayar," ujar Vivi seraya memegangi perut wanita itu.
Karena melihat penampilan Vivi dan Andrian yang bukan dari kalangan orang sembarangan. Pihak rumah sakit, langsung menerima keluarga pasien dengan baik.
Mereka bahkan, menyuruh wanita itu untuk segera mengantikan bajunya ke baju pasien.
"Sayang, mas mau ambil baju ganti untuk si bapak dulu ya," ujar Andrian, kasihan menatap si bapak dengan pakaiannya yang sudah basah.
Kebetulan, si mamang lagi ke toilet. Alhasil, Andrian mengambilnya sendiri.
Baru setelahnya, dia menyuruh bapak tadi untuk mengganti pakaian, untuk menemani sang istri berjuang.
"Mas, bentar ya ... Kata bidan tadi, udah pembukaan lengkap, aku mau menunggunya, mau lihat," mohon Vivi menatap Andrian penuh harap.
"Tapi, kamu butuh istirahat sayang," Andrian mengelus kepala istrinya.
"Mengerti lah," sekarang mata Vivi malah berkaca-kaca.
Andrian menghela napas, kemudian mengangguk setuju.
Vivi, Andrian dan ketiga anak yang tadi menunggu di kursi tunggu, yang telah disediakan.
Tentu saja, ketiganya sudah berganti pakaian.
Pakaian yang di beli oleh mamang, atas perintah nyonya-nya.
Satu jam kemudian, suara tangis bayi terdengar begitu keras dari ruang persalinan.
Vivi langsung berdiri, tubuhnya gemetar, ikut merasa bahagia. Padahal, yang melahirkan wanita lain, serta tidak punya ikatan darah dengannya. Namun, kebahagian juga ikut dirasakannya.
"Bu, istri saya mau ketemu, maaf merepotkan," suaminya keluar hanya untuk memanggil Vivi.
Andrian mengangguk, membiarkan Vivi masuk ke dalam.
Tadi, dalam perjalanan ke klinik. Vivi, sempat minta izin untuk mengelus perut itu. Tak hanya itu, Vivi juga ingin merasakan bagaimana rasanya menggendong bayi merah, yang baru lahir.
Begitu masuk, mata Vivi menatap pemandangan yang begitu menyesakan dadanya. Disana, terlihat, bayi merah itu, sedang mencari-cari sumber kehidupan.
Reflek, Vivi memegangi payudaranya.
"Aku iri ..." batin Vivi.
"Bu, terima kasih karena telah menolong kami. Mungkin, jika tidak ada ibu, aku bisa melahirkan di jalanan," ungkap wanita itu, dengan lemah. "Tolong, berikannya nama, karena dengan begitu, aku akan selalu mengingat kebaikan anda,"
Vivi menerima bayi, yang di serahkan untuknya. Kembali tubuh itu bergetar. Karena bisa merasakan, sesuatu yang mustahil terjadi padanya.
"Bunga, aku beri namanya Bunga. Bunga Adelia," ujar Vivi dengan suara yang bergetar.
Setelah mendengar nama anaknya, wanita yang di ketahui bernama Reni itu, tubuhnya bergetar hebat.
Perawat yang ada disana, langsung menyuruh Vivi dan suami dari Reni untuk keluar.
Masih dengan mengendong bunga, Vivi menatap pintu yang tertutup itu dengan hati berdebar.
Apalagi, beberapa orang lainnya yang berprofesi sebagai dokter juga ikut masuk sambil berlari. Bahkan, suami Reni tidak sempat menanyakan tentang apa yang terjadi disana.
Satu jam kemudian, dokter keluar dengan wajah lesu. Dia mengatakan sesuatu yang membuat suami Reni dan anaknya yang remaja berteriak histeris.
Reni dinyatakan meninggal dunia, setelah pendarahan hebat.
"Ini salah ku, salah ku ... Aku yang gagal jadi suami, aku gagal," racau suami Reni memukul-mukuli dadanya.
Andrian yang melihat itu, memeluk suami Reni, agar lelaki itu menghentikan kelakuannya.
Sekarang, tak hanya suami Reni dan anak pertamanya yang menangis. Tapi, ketiga anak lainnya juga melakukan hal yang sama. Bahkan, bayi yang masih dalam gendongan Vivi ikut merasakan kesedihan yang mendalam.
Seolah-olah tahu, jika dunianya telah tiada. Wanita, yang belum sempat di panggilnya sudah lebih dulu, meninggalkannya untuk selamanya.
Vivi menimbang-nimbang Bunga dalam gendongannya. Dia juga merangkul kedua balita, dengan tangan sebelahnya.
"Reni, maafkan aku ... Maafkan aku, yang telah gagal menjagamu, maafkan aku," suami Reni tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri.
Andrian menyuruh sopirnya, untuk mengurus segala sesuatu termasuk bayaran agar mayat segera bisa di bawa pulang.
Vivi membawa masuk anak-anak Reni ke dalam.
Disana, wajah Reni masih seperti tadi, sama seperti senyuman yang di lihat Vivi untuk terakhir kalinya. Begitu tenang, dan indah.
Bedanya, wajah dan tubuh itu terlihat sangat pucat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Anyelir
tidak apa vivi, menjadi seorang ibu tidak harus mengandung dan melahirkan sendiri. melalui anak adopsi pun kau akan sudah menjadi seorang ibu. mental dan kesiapanmu menjadi ibulah yang menjadikanmu seorang ibu yang sesungguhnya
2025-10-20
0
☠🦋⃟⃟𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
kasihan sekali bunga, bhkn blm sempat melihat wajah ibu nya dengan jelas/Sob//Sob/
2025-10-06
1
nowitsrain
Satu banding sejuta banget lelaki begini...
2025-10-07
1