Seorang janda bekerja di proyek, lingkungan di proyek banyak tantangan dan godaannya, apakah dia bisa menghadapi tantangan dan godaannya? Silahkan baca cerita ini😀😀😀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(17) Pemakaman
Mawar hadir di pemakaman Heru dengan hati yang berat dan penuh luka. Di tengah kerumunan yang berkumpul untuk mengantarkan Heru ke peristirahatan terakhirnya, Mawar berdiri terpaku, menahan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Rasanya sakit sekali merelakan orang yang sangat dicintai pergi selamanya, seperti ada bagian dari dirinya yang ikut terkubur bersama jenazah Heru. Setiap detik terasa lambat, dan suara-suara di sekelilingnya seperti redup karena kesedihan yang begitu dalam menyelimuti jiwa Mawar.
Ketika jenazah Heru mulai diturunkan ke liang lahat, Mawar merasakan beban yang amat berat di dadanya. Bayangan Heru yang ceria, penuh perhatian, dan kasih sayang tiba-tiba terasa jauh dan tak tersentuh lagi. Ini momen yang paling sulit baginya—mengikhlaskan kepergian sosok yang selama ini menjadi sandaran hati dan kekuatan hidupnya. Tangannya menggenggam erat bunga yang akan diletakkan di atas pusara, seolah ingin menahan semuanya agar Heru tidak benar-benar pergi.
Melihat tanah perlahan menutup peti, Mawar merasa seolah seluruh harapan dan impiannya ikut terkubur di sana. Tapi ia tahu, meski Heru sudah tiada secara fisik, cinta dan kenangan mereka akan tetap hidup dalam hati. Setiap senyum, tawa, dan kata-kata manis Heru akan terus menjadi penguat di hari-hari yang akan datang. Meski penuh duka, Mawar berjanji akan menjaga warisan cinta itu, menjaga keluarga kecil mereka dengan segenap kekuatan yang tersisa.
Rasa sakit merelakan Heru bukan sekadar kehilangan fisik, tapi juga kehilangan masa depan yang sudah mereka rencanakan bersama. Namun, Mawar tahu bahwa hidup harus terus berjalan, dan Heru pasti ingin melihatnya kuat dan tegar. Dengan hati yang penuh air mata, ia mengucapkan doa untuk kesembuhan jiwa Heru, berharap agar kekasihnya itu mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.
Pemakaman itu bukan hanya tentang mengucapkan selamat tinggal, tapi juga tentang merayakan cinta dan kehidupan Heru yang pernah memberi makna besar. Mawar tetap berdiri di sana, meski hatinya remuk, karena ia tahu betapa berartinya setiap detik bersama Heru. Sakitnya melepaskan memang menusuk, tapi ia percaya suatu hari nanti mereka akan bertemu kembali, tanpa duka dan perpisahan.
Mawar menatap langit sambil berbisik, "Semoga kamu tenang di sana, Heru. Aku akan selalu mengenangmu, mencintaimu, dan menjaga janji kita."
Mawar berdiri di pemakaman Heru dengan hati penuh duka dan kekosongan. Di antara kerumunan orang yang berduka, matanya tiba-tiba tertuju pada sosok yang sangat mirip dengan Heru. Wajahnya, postur tubuh, bahkan cara berjalan orang itu membuat Mawar terpaku. "Apakah itu saudara kembarnya?" pikir Mawar dalam hati, merasa campur aduk antara haru, penasaran, dan sedikit harapan.
Orang itu berdiri agak jauh, mengenakan pakaian sederhana, menunduk penuh hormat sambil sesekali melihat ke arah peti Heru. Mawar merasakan getaran aneh, seolah ada hubungan tak kasat mata yang mengaitkan sosok itu dengan Heru. Namun, Mawar juga sadar bahwa selama ini Heru tak pernah bercerita tentang saudara kembar atau keluarga lain yang mirip dengannya. Jadi, siapa sebenarnya pria itu?
Pikiran Mawar melayang, membayangkan kemungkinan bahwa Heru punya saudara kembar yang selama ini tersembunyi atau tak pernah diceritakan. Atau mungkin cuma seseorang yang kebetulan sangat mirip. Tapi hatinya ingin percaya kalau sosok itu punya kaitan khusus dengan Heru, mungkin sebagai pelipur lara di tengah kehilangan yang sangat menyakitkan.
Kerumunan mulai berkurang, dan orang yang mirip Heru itu perlahan mendekati Mawar. Dalam diam, Mawar menatapnya, mencoba mencari petunjuk atau tanda yang bisa menjelaskan siapa dia. Meski hati masih penuh duka, Mawar merasa ada kedamaian aneh saat melihat sosok itu, seolah Heru masih hadir lewat wujud lain.
Bagi Mawar, sosok itu bukan hanya bayangan yang mirip, tapi pengingat kuat bahwa cinta dan kenangan tentang Heru tak akan pernah hilang begitu saja. Apakah pria itu saudara kembar atau bukan, yang pasti kehadirannya membawa warna baru dalam proses berduka Mawar, membantu jiwanya yang terluka perlahan menemukan ketenangan.
Sebelum pulang dari pemakaman Heru, Mawar merasakan hampa yang begitu mendalam. Jalanan yang biasa dilewati terasa sunyi dan kosong, seolah refleksi dari perasaannya saat ini. Di sepanjang perjalanan, pikirannya terus berputar, membayangkan momen-momen bersama Heru yang kini hanya bisa dikenang. Betapa beratnya melepaskan seseorang yang selama ini menjadi bagian hidupnya.
Setibanya di rumah, Mawar duduk terpaku, menatap sekeliling yang dulu penuh kehangatan namun kini terasa dingin dan sunyi. Kehilangan Heru bukan hanya meninggalkan ruang fisik yang kosong, tapi juga membuat jiwanya seperti terbelah. Segala rencana dan impian yang pernah mereka rajut bersama kini harus ia jalani sendirian. Rasa kehilangan itu membuatnya sulit bernapas, seolah bagian dari dirinya ikut terkubur bersama Heru.
Mawar mencoba menguatkan diri untuk Ammar dan Ririn, tapi ada kalanya kesedihan itu datang menyerang tanpa ampun. Di malam hari, ketika rumah sunyi, air matanya mengalir tanpa bisa dibendung. Rindu yang membuncah terkadang membuatnya merasa terpuruk, tapi Mawar tahu harus bangkit demi keluarganya. Ia percaya bahwa Heru ingin melihatnya tetap tegar meski hatinya sedang rapuh.
Di tengah kesepian itu, Mawar mulai menyadari bahwa meski fisik Heru telah tiada, cintanya tetap hidup dalam kenangan dan doa. Ia berjanji akan selalu mengenang Heru, menjaga segala hal baik yang pernah mereka bagikan. Rasa kosong yang kini menguasai hati Mawar perlahan berubah menjadi kekuatan, sebuah pengingat bahwa cinta sejati tak berhenti hanya karena perpisahan.
Foto keluarga yang dulu sering mereka lihat bersama kini menjadi saksi bisu betapa besar cinta yang pernah ada. Mawar menatap foto itu sambil berbisik, "Heru, aku akan selalu menjaga kenangan ini dan membawa cinta kita dalam setiap langkahku."
Merelakan Heru bukanlah hal yang mudah bagi Mawar. Meski hati tahu bahwa kepergian Heru tak bisa diubah, rasa kehilangan menyakitkan seperti tusukan yang terus menggores jiwa. Setiap sudut rumah masih penuh dengan jejak Heru—suara tawanya, cara ia memandang Mawar, bahkan aroma tubuhnya yang nyaman. Bayangannya selalu hadir, membuat setiap hari terasa berat.
Mawar terus berjuang menghadapi kenyataan pahit itu. Rasa kosong dan hampa mengganjal di dada, seakan sebagian hidupnya ikut pergi bersama Heru. Ia tahu, merelakan berarti melepaskan tidak hanya fisik tapi juga harapan dan mimpi yang pernah mereka rajut bersama. Tapi bicara soal mengikhlaskan, Mawar masih terjebak dalam penyesalan dan kerinduan yang tiada henti.
Di tengah kesedihan, Mawar sering menanyakan pada dirinya sendiri bagaimana caranya menerima kenyataan ini tanpa patah semangat. Merelakan ternyata bukan soal melupakan, melainkan menyimpan cinta itu dengan lapang dada, walau rasa sakit masih sering menghantui. Mawar belajar bahwa merelakan butuh waktu, dan di setiap langkahnya, dia harus bersabar sambil terus menyayangi kenangan-kenangan indah bersama Heru.
Pesan terakhir Heru yang tak pernah menyesal mengenal Mawar menjadi penguat di hati. Itu seperti cahaya kecil yang menuntun Mawar agar tetap kuat meski dunia terasa gelap. Dia tahu Heru ingin melihatnya bahagia dan terus melanjutkan hidup, tapi realitanya, mengosongkan hati dari kehadiran Heru adalah perjuangan terberat yang harus dia jalani.