NovelToon NovelToon
Di Jual Untuk Sang CEO

Di Jual Untuk Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: RaHida

Aliza terpaksa harus menikah dengan seorang Tuan Muda yang terkenal kejam dan dingin demi melunasi hutang-hutang ibunya. Dapatkah Aliza bertahan dan merebut hati Tuan Muda, atau sebaliknya Aliza akan hidup menderita di bawah kurungan Tuan Muda belum lagi dengan ibu mertua dan ipar yang toxic. Saksikan ceritanya hanya di Novelton

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaHida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 # Bertemu Klien

Pagi itu, Aliza berdiri di teras rumah besar itu, menatap mobil hitam yang dikendarai tuan muda Nadeo menjauh hingga hilang di tikungan. Hatinya masih terasa hangat mengingat ucapan suaminya semalam yang membelanya di hadapan Nyonya Claudya.

Begitu mobil benar-benar tak terlihat, ia menarik napas panjang, lalu membuka aplikasi di ponselnya. Dengan cepat, ia memesan ojek online untuk mengantarnya. Sepagi itu ia sudah berencana ke butik, tempat yang kini menjadi salah satu titik terang kehidupannya di balik semua tekanan rumah tangga.

Sesampainya di butik, pintu kaca otomatis terbuka. Aroma wangi khas kain baru dan parfum ruangan menyambutnya. Kayla, sahabat sekaligus tangan kanan yang selalu setia mendukungnya, segera menghampiri dengan wajah antusias.

“Liza!” sapa Kayla sambil menggenggam tangannya. “Hari ini kita kedatangan klien penting. Dia ingin mengadakan kerja sama besar dengan butik kita.”

Aliza berkedip kaget, tak menyangka berita sebesar itu akan datang begitu mendadak.

“Kerja sama besar?” ulangnya pelan.

Kayla mengangguk cepat, senyumannya makin lebar. “Iya, tapi ada syaratnya. Dia ingin langsung bertemu dengan owner butik ini. Berarti kamu, Liza.”

Aliza terdiam sejenak. Ada rasa gugup yang menyeruak, tapi juga semangat kecil yang tumbuh di dalam hatinya.

“Dimana dan kapan?” tanyanya akhirnya, mencoba menguasai diri.

“Di restoran XX, jam sepuluh pagi ini,” jawab Kayla mantap.

Aliza menelan ludah, jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Pukul sepuluh berarti hanya tinggal beberapa jam lagi. Ia sadar, ini mungkin kesempatan emas untuk membuktikan pada banyak orang—termasuk dirinya sendiri—bahwa ia mampu berdiri dan bersuara, bukan hanya sekadar ‘istri’ di rumah megah itu.

Restoran XX sudah dipenuhi cahaya hangat ketika Aliza melangkah masuk. Aroma kopi dan roti panggang berpadu dengan suasana elegan, membuatnya semakin gugup. Ia sempat merapikan penampilannya di depan kaca, lalu berjalan menuju meja yang sudah dipesan.

Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi sudah duduk di sana. Dari senyum ramahnya, Aliza bisa menebak inilah klien yang dimaksud.

“Selamat pagi, Nona Aliza,” sapanya sopan sambil berdiri dan menjabat tangannya. “Saya Pak Adrian. Senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan owner butik yang sedang ramai dibicarakan itu.”

Aliza tersenyum gugup, tapi mencoba tetap percaya diri. “Selamat pagi, Pak Adrian. Senang bisa bertemu dengan Anda juga. Terima kasih sudah meluangkan waktu.”

Percakapan pun dimulai. Aliza menjelaskan konsep butiknya, bagaimana setiap desain yang ia buat bukan hanya soal busana, tetapi juga cara untuk memberikan rasa percaya diri bagi setiap perempuan yang memakainya. Matanya berbinar saat berbicara, tangannya sesekali bergerak menekankan poin-poin penting.

Pak Adrian mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk kagum. Semakin lama, wajahnya tampak benar-benar terkesan.

“Luar biasa, Nona Aliza,” katanya akhirnya, meletakkan cangkir kopinya. “Terus terang, awalnya saya hanya berniat melihat-lihat. Tapi setelah mendengar visi dan passion Anda, saya yakin butik Anda punya masa depan besar. Saya ingin menjalin kerja sama jangka panjang dengan Anda.”

Aliza terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia tak menyangka apresiasi sebesar itu akan datang. “Terima kasih banyak, Pak. Saya tidak akan mengecewakan Anda,” ucapnya dengan suara bergetar, namun penuh keyakinan.

Pak Adrian tersenyum. “Saya percaya. Dan saya sangat senang akhirnya bisa bekerja sama dengan seseorang yang tidak hanya berbakat, tapi juga punya hati dalam setiap karyanya.”

Aliza menunduk, berusaha menyembunyikan senyum yang tak bisa ia tahan. Dalam hati ia tahu, hari ini bukan hanya tentang sebuah kerja sama bisnis—tapi juga tentang dirinya yang mulai menemukan arti dari perjuangan dan keberanian.

Saat Aliza dan Pak Adrian masih asyik berbincang, membahas konsep busana dan peluang kerja sama, seseorang dari kejauhan memperhatikan mereka. Nyonya Cantika, dengan gaun mewahnya yang serba mencolok, melangkah masuk ke restoran itu. Matanya langsung menangkap sosok Aliza yang sedang duduk berhadapan dengan seorang pria paruh baya.

Keningnya berkerut, lalu bibirnya melengkung licik. “Itu bukannya perempuan kampungan… istri Nadeo?” bisiknya pada sahabatnya yang ikut menemaninya. “Aku lihat dia sedang bermesraan dengan lelaki lain.”

Tatapan Cantika tajam, penuh sinis, seperti predator yang baru menemukan mangsa. Ia meraih gelas jus di hadapannya, lalu menyesap pelan dengan senyum penuh rencana. “Ini kesempatan emas. Aku akan mempermalukan dia… sekaligus mempermalukan Nadeo di depan semua orang.”

Ia tertawa kecil, lirih namun menusuk, membuat orang di sebelahnya ikut berdebar mendengar nada liciknya.

Nyonya Cantika berhenti beberapa langkah dari meja Aliza. Ia memperhatikan momen saat Aliza dan Pak Adrian tertawa kecil karena obrolan mereka begitu mengalir. Dengan cepat, Cantika mengangkat ponselnya dari balik tas mewahnya, menunggu sudut yang pas. Dari angle tertentu, foto yang ia ambil seolah memperlihatkan Aliza dan Pak Adrian sedang duduk terlalu dekat—bahkan seakan-akan mereka berciuman.

Klik! Foto itu tersimpan.

Senyum licik menghiasi wajah Cantika. Ia segera membuka aplikasi WhatsApp, memilih kontak seseorang yang selama ini jadi ‘alat’ andalannya. Jari-jemarinya bergerak cepat di layar.

Cantika: Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan dengan foto ini.

Pesan itu terkirim bersama foto Aliza dan Pak Adrian yang telah dipelintir sedemikian rupa.

Tak lama, tanda centang dua berubah biru. Balasan pun muncul singkat, penuh arti.

??? : Baik, Nyonya. Saya akan pastikan semua orang tahu.

Cantika menutup ponselnya, bibirnya menyunggingkan senyum penuh kemenangan. “Kali ini, Aliza tidak akan bisa berkutik. Dan Nadeo…” gumamnya sambil melirik ke arah jendela restoran, “akan menanggung malu besar.”

Itu akibat dari bermain-main dengan seorang Cantika,” ucapnya lirih, penuh kesombongan.

Baginya, Aliza hanyalah pion kecil yang tak pantas berdiri sejajar dengannya. Dengan satu foto, ia yakin bisa menghancurkan harga diri Aliza sekaligus menjatuhkan Nadeo di mata semua orang.

Ia melangkah keluar dengan anggun, meninggalkan restoran, sementara Aliza sama sekali tak menyadari bahwa hidupnya baru saja dijebak dalam pusaran fitnah yang berbahaya.

1
partini
baca jadi ingat novel tahun 2019 daniah sama tuan saga ,, good story Thor 👍👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!