NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Tetangga Tampan

Mengejar Cinta Tetangga Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Murni / Romansa / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Story Yuu

Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?

*
*
*

Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.

MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.

Untuk menyemangati Author menulis.

Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Anak Broken Home

Axel menelan ludah, menatap lekat pada Kiara. Wajahnya sembab oleh tangis, lututnya lecet, dan rambutnya kusut berantakan.

“Ayo pulang,” ajaknya seraya meraih pergelangan tangan Kiara.

Dengan cepat Kiara menepis tangan Axel, “Aku bisa sendiri,” ujarnya sambil menuruni tangga dengan perlahan.

Axel hanya menatap gadis yang menolak ulurannya. Kiara berjalan tertatih, namun kakinya yang terluka malah tersandung sesuatu hingga ia jatuh tersungkur.

“Akh!...” desisnya kesakitan.

Axel buru-buru menghampiri, ia berjongkok memeriksa keadaan gadis itu. “Kamu nggak apa-apa?” tanyanya khawatir.

Tak menjawab, Kiara malah menangis tersedu. “Kenapa kamu datang? Jangan pedulikan aku!” teriaknya sambil terus menghalau tangan Axel yang berusaha membantunya bangkit.

Axel terdiam sejenak, menatap gadis yang tantrum di hadapannya. Kemudian mengulurkan tangan lagi untuk menenangkannya, namun dengan cepat Kiara menepisnya.

“Ara…”

“Aku sudah menghindarimu sebisaku, kalau kamu merasa muak tinggalkan saja aku!” cetusnya menatap tajam Axel, tangisnya pecah saat itu.

Axel tertegun sebentar, ia tertunduk, ucapan Kiara lalu kalimat kasarnya tadi siang berputar di kepalanya. Dadanya terasa sesak melihat gadis yang ia sakiti dengan kata-kata menangis keras di hadapannya.

Kiara masih bersimpuh sambil terisak. “Aku hanya ingin berteman denganmu seperti dulu. Tapi kamu menganggapku menempel… membuatmu muak,” ucapnya terbata di sela tangis.

Axel mengusap pipi Kiara meski gadis itu terus berusaha menolaknya.

“Kamu boleh memakiku nanti, sekarang ayo pulang dulu. Ibumu khawatir,” ucap Axel dengan hati-hati.

Kiara mengangkat wajahnya perlahan, sorot matanya tajam menatap laki-laki yang menyakiti hatinya. “Entah kamu atau orang tuaku, kalian hanya menganggapku gadis yang bodoh.”

“Ara… kenapa kamu berpikir seperti itu, kamu nggak tau gimana khawatirnya semua orang saat kamu tiba-tiba menghilang?!” ujar Axel sedikit meninggikan suaranya.

“Lalu apa kalian tau perasaanku? Di bohongi karena bodoh, di anggap lelucon dan di permalukan di depan banyak orang?!” bentak Kiara dengan lantang, amarahnya sudah tak terkendali. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Axel terbelalak mendengar ucapan Kiara. Ia kemudian mendekat, lalu… plak! Dengan keras ia menampar pipinya sendiri.

Kiara terperangah, menatap Axel dengan bingung.

“Begini,” ucap Axel serak, menggenggam tangan Kiara. “Kalau aku memang menyakitimu, tampar aku. Kalau aku keterlaluan, pukul aku.”

Kiara menelan ludah, tak percaya Axel melakukan itu di hadapannya.

“Ayo pulang, kamu bisa menghukumku sepuasmu di rumah nanti,” ujar Axel dengan lembut, berusaha menenangkan Kiara.

Kiara semakin mengeraskan tangisannya, sementara Axel hanya bisa menghela napas lalu duduk terdiam disamping Kiara.

Setelah pertengkaran panjang, Kiara akhirnya merasa lega. Kekesalan yang membuncah sudah tumpah bersama air matanya. Dengan langkah berat, ia akhirnya berdiri dan menyeret tubuhnya pulang.

Axel mencoba mengulurkan tangan untuk menuntunnya, tapi Kiara menepis halus lalu terus berjalan tertatih. Kakinya yang terluka membuat langkahnya sedikit pincang.

Axel hanya bisa menghela napas. Ia menenteng tas Kiara dan mengikuti dari belakang dengan langkah pelan. Sepanjang jalan, tak ada kata yang terucap. Kiara masih dengan wajah sembab dan cemberut, sementara Axel berjalan kikuk, berulang kali memijat tengkuknya, bingung harus berkata apa.

Mendadak Axel terhenti melihat sebuah toserba, “Ara…” panggilnya menghentikan langkah Kiara.

Gadis itu hanya berhenti tanpa menoleh, Axel buru-buru mendekatinya. 

“Ayo beli minuman sebentar,” ujar Axel mengajak Kiara ke toserba.

“Aku nggak haus,” jawab Kiara singkat.

“Aku, aku yang haus,” ucap Axel langsung menarik lengan Kiara untuk duduk di teras toserba.

Dengan wajah malas Kiara akhirnya mengikuti keinginan Axel.

Sementara Axel masuk untuk membeli minuman, Kiara duduk sendirian di bangku. Ia menatap lututnya yang terluka, “Kenapa kamu terus terluka?” protesnya pada diri sendiri, melihat beberapa bekas goresan di kakinya.

Tak lama, Axel keluar membawa dua botol minuman, salep dan plester luka. Kiara menatapnya sejenak, lalu tertunduk lagi.

“Ini, minum dulu,” ucap Axel sambil menyodorkan sebotol minuman.

Kiara menerimanya tanpa menatap pria itu, “Makasih.”

Kemudian Axel berjongkok tanpa sepatah kata. Dengan tenang ia merobek bungkus kapas, lalu mulai membersihkan luka di lutut Kiara. Reflek Kiara menepis tangannya, tapi Axel menatapnya tajam seolah memberi perintah untuk patuh tanpa suara. Akhirnya Kiara diam, pasrah, dan membiarkan pria itu mengobatinya.

“Kenapa kakimu terus terluka?” tanya Axel pelan, tangannya terus bergerak mengoleskan salep.

“Aku selalu terluka setiap kali mengejarmu,” jawab Kiara sambil menatap lekat pria yang merawatnya.

Tangan Axel sontak terhenti, ia tertegun. “Tidak ada yang memintamu untuk mengejarku,” sahut Axel seraya terus fokus mengobati lutut gadis itu.

Kiara menyeringai pahit, “Axel, sepertinya kamu yang bodoh. Bukan aku.”

Axel mendongak menatap lekat wajah gadis itu, “Ara…”

“Sudahlah, lupakan,” ucap Kiara memalingkan wajahnya.

Tring! Suara ponsel Axel mengejutkan keduanya. Axel buru-buru merogoh kantong dan mengangkat telepon.

“Iya, Ma. Ara udah sama Axel, bilang ke tante Desy suruh tenang,” ujarnya kepada ibunya di telepon. Kemudian menutupnya.

Axel berbalik, menatap gadis yang tampak termangu dengan wajah cemberut di depan toserba. Ia lalu duduk di sebelahnya.

“Tante Desy sudah memberitahuku, alasanmu menangis tadi pagi,” ucapnya.

Kiara menoleh pelan, “Bunda tau?”

Axel mengangguk, “Ara, mereka berencana memberitahu kamu malam ini.”

Kiara menundukkan wajahnya. “Buat apa? Pendapatku tidak penting bagi mereka.”

“Aku tau, rasanya seperti kita tak berharga bagi mereka. Tapi Ra, setidaknya orang tuamu pergi untuk tugas mulia,” ujar Axel menatap kosong ke depan.

Kiara mengangkat wajahnya, menoleh menatap pria disampingnya.

Axel melanjutkan kalimatnya dengan suara getir. “Kita dipaksa untuk patuh, tanpa diskusi mereka memutuskan jalan mereka sendiri, padahal kita sebagai anak juga terlibat di hidup mereka. Kita juga turut menanggung dampaknya.”

“Axel… aku nggak bermaksud,” potong Kiara, perasaannya gusar.

Axel menatapnya, “Santai aja, lagipula kamu sudah tau segalanya, tentang keluargaku.”

Kiara menggigit bibirnya, merasa tak enak, serba salah.

“Kenapa? Kamu menatapku kasihan?” tanya Axel yang menyadari Kiara terus memandangnya dengan iba.

Kiara membulatkan matanya, “Hah?! Bukan,” bantahnya menggelengkan kepala dengan cepat.

Axel tersenyum tipis, sebelum melanjutkan ucapannya, suaranya bergetar saat berkata. “Aku nggak perlu dikasihani. Aku tumbuh dengan baik meski keluargaku berantakan.” Ia menarik napas dalam, lalu menoleh pada Kiara.

“Aku bukannya ingin membandingkan perasaanmu denganku, aku cuma merasa kamu bisa jadi lebih kuat dariku,” ucapnya lembut, mencoba meyakinkan Kiara. “Jadi, anggap aja keluargamu kayak Incredibles. Orang tuamu adalah pahlawan berseragam, dan kamu bisa jadi Violet, Dash, bahkan Jack-Jack sekaligus. Pada akhirnya, kamu akan tumbuh menjadi anak yang kuat.”

Kiara mendadak terkekeh, “Violet? Kamu senang kalau aku bisa menghilang?”

“Kamu tahu… bukan itu maksudku,” sahut Axel sambil menggeleng cepat.

Kiara mengangguk pelan, “Kamu benar, aku nggak bisa menghalangi jalan mereka. Banyak orang yang butuh bantuan Ayah dan Bunda.”

Axel tersenyum tipis, “Kamu jadi dewasa dalam sedetik,” ucapnya sambil mengelus rambut Kiara. “Ayo pulang.”

Kiara tercekat, matanya membulat. Dia mengelus rambutku? batinnya.

Axel lalu berjongkok menyodorkan punggungnya, “Naiklah,” ucapnya singkat.

“Aku bisa jalan,” ujar Kiara menolaknya.

Axel menoleh dan menatapnya tajam. 

“I-iya, oke. nggak usah melotot,” balas Kiara seraya memeluk bahu Axel.

...****************...

Bersambung...

Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...

Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.

Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰

1
Anna
alahh modus ee si Axel ..
Anna
cerita nya fress, alur nya simple sukaa pollll ..
Yuu: makasih kakak sudah mampir🥰🥰
total 1 replies
Fausta Vova
thor, bisa ga yah up tiap hari???
🤣
ak pasti menunggunya thor
Fausta Vova
jangan ribet-ribet thor
otakku baru bangun nih
Yuu: Terimakasih sudah mampir, 🥰
total 1 replies
Duane
Gila, endingnya bikin terharu.
Yuu: Terimakasih ka. nantikan update selanjutnya ya🥰
total 1 replies
Maris
Plot yang rumit tapi berhasil diungkap dengan cerdas.
Yuu: Terimakasih 🥰🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!