NovelToon NovelToon
Cinta Yang Sederhana

Cinta Yang Sederhana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Istri ideal / Slice of Life
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: De Shandivara

Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.

Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.

Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Pasta Lembek

Transduser berputar-putar mengelilingi permukaan perut Nadia. Jantungnya berdebar menanti apa kata dokter kandungan yang sedang memeriksanya.

Aditya berada di sampingnya, melihat pada layar gambaran gelap isi perut Nadia yang tidak ia pahami benar gambar abstrak yang bergerak-gerak di dalam layar itu.

“Bagaimana, Dok?” tanya Aditya setelah dokter dirasa sudah selesai melakukan memeriksaan, alis dokter itu mengerut sambil memasang stetoskop dan menekan perut Nadia menggunakan alat itu.

“Yang dirasa nyonya Nadia, apa, Tuan?” tanya dokter itu.

Aditya melirik pada Nadia, dia juga tidak tahu apa yang dirasakan Nadia.

“Apa yang kamu rasa, Nad?” tanya pria itu seketika sembari turut membetulkan pakaian Nadia sampai menutupi kembali ujung kakinya.

“Mual, A. Mual, muntah, pusing, lemas, dok. Sakit perut,” jawab Nadia.

Lalu, dokter itu menekan sisi perut Nadia.

“Yang sakitnya di sebelah sini? Apa jika saya tekan di sebalah sini akan terasa sakit,”

“Auh! Iya! Tepat di situ sakit sekali, Dok.” Nadia mengaduh bahkan mencengkeram lengan Aditya sebab dokter itu memberikan sedikit tekanan di bagian sisi perut Nadia agak ke atas.

“Maaf, Tuan, Nyonya. Saya tidak tahu jika ini kabar buruk atau baik untuk kalian, tetapi saat ini Nyonya Nadia tidak sedang hamil,” ujar dokter mereka.

Keduanya saling berpandangan dan terkejut.

“Tidak ada kantung bayi di dalam rahim, Anda. Jika Anda menginginkan kehamilan, maka bersabarlah atau bisa melakukan program. Karena saat ini Nyonya Nadia hanya sedang mengalami gerd. Kondisi gerd-nya cukup parah,” ujar dokternya.

“Apa, Dok? Jadi, Nadia gak lagi hamil?” tanya Aditya tidak percaya.

“Benar, belum ada janin.”

“Alhamdulillah ... eh, astaghfirullah,” kata Aditya yang bingung.

Entah harus merespons seperti apa, tetapi Aditya ingin menangis saat itu juga. Entah apa yang sedang dia rasa. Senang karena perempuan itu tidak hamil, atau malah sedih sebab tadi telah membentaknya cukup keras.

Nadia di sisinya hanya menunduk, seperti biasa dia akan lebih banyak diam dan tidak banyak berekspresi. Sampai keluar dari rumah sakit itu, Nadia masih diam dan berjalan menunduk.

Di dalam mobil, Aditya mengusap puncak kepala Nadia. Dia sebenarnya bahagia karena tidak ada tanda-tanda kehamilan pada istrinya gara-gara dibuahi oleh pria lain.

“Kata siapa kamu sedang hamil, Nad?”

“Teman,” jawab Nadia.

“Jadi, kamu bilang kamu lagi hamit itu kata teman?”

Nadia mengangguk.

“Ya Tuhan, Nad. Aku kira kamu beneran hamil. Aku tadi sampai- ...”

Nadia tersenyum kecut. “Untungnya aku gak hamil, ya, A?”

“Kalau aku hamil, Aa Adit pasti sudah benci banget. Tadi saja, Aa marahnya sampai sebegitunya.”

Aditya ingat, sangat ingat bagaimana dia berteriak kepada Nadia sebelumnya, sampai perempuan itu menutup telinganya.

“Nadia, tadi. Maaf, bukan maksud aku begitu.”

“Gak papa, A. Gak usah dijelasin, Nadia paham.”

Setelah kejadian hari itu, Nadia lebih banyak diam dan berbicara saat ditanya saja. Aditya mengerti apa yang sedang terjadi, perempuan itu sedang tidak mood.

“Nad, nanti malam mau makan malam di luar?”

Nadia mengangguk. Ya. cuma mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Makan apa, ya?"

“Terserah Aa saja.”

“Kamu maunya dimana?” ia bermaksud menanyakan tempat makan mana yang ingin Nadia kunjungi. Namun, jawaban yang diberikan lain.

“Di rumah saja, A.” Jawabnya meski dengan senyuman, tetapi senyuman itu lain seperti menyimpan kesedihana yang bisa Aditya rasakan.

“Jadi gak mau keluar malam ini?”

Nadia lagi-lagi mengangguk. Dia sibuk memindahkan satu per satu pakaiannya untuk di masukkan ke dalam mesin cuci.

“Kenapa kamu berbeda, Nad? Kamu masih marah?”

Nadia yang sedang menata pakaian kotor ke mesin cuci lantas menoleh dan menggeleng padanya.

Aditya mendekat, entah ia merasa sedih jika Nadia bersikap seperti itu. Biasanya perempuan itu lebih banyak bicara atau menawarkan sesuatu entah itu sarapan, makan siang, cemilan, hingga meminta ide menu makan malam.

“Nad, aku minta maaf jika aku ada menyinggung perasaanmu.”

“Aa Adit gak ada salah apa-apa, kok.”

“Kalau gak salah, kenapa kamu berbeda dari biasanya?”

“Nadia gak berbeda, A. Masih sama, apa yang beda?” jawab Nadia.

“Kamu berbeda.”

Nadia menggeleng pasrah. Dia menutup mesin cucinya.

Aditya lantas menahan tangan Nadia yang hendak pergi membawa keranjang kosong di tangannya.

“Kamu begini sebab aku marah-marah di dalam mobil itu kan? Jawab, Nad,” tanya Aditya.

Dia takkan melepaskan tangan Nadia sebelum perempuan itu mau menjawabnya lebih dulu.

Meski memberontak, Aditya takkan melepas.

"Jawab dulu kenapa kamu begini?"

“A Adit keberatan dengan pernikahan ini. Tidak seharusnya Aa menanggung hidup Nadia. Nadia paham kok, A,”  jawab Nadia tanpa menoleh pada Aditya.

Dia mengatakan dengan tenang meski hatinya terperas, ia langsung pergi masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam.

“Nadia. Bukan maksudku keberatan menanggung kamu, bukan itu. Buka pintunya, Nad.” Namun, Nadia hanya diam dan mendengarkan dari balik pintu.

“Nadia, soal aku yang marah padamu waktu itu, Nad. Aku minta maaf, Nad. Aku tidak bermaksud mengatakan itu.”

Sampai keesokan harinya, sudah cukup siang, tetapi Nadia tidak kunjung keluar dari kamarnya. Aditya sudah berada di depan kamar peremuan itu, satu detik lagi dia akan mengetuknya. Namun, Nadia lebih dulu keluar dari dalam kamar itu.

“Nad?”

Matanya begitu sembab, tetapi dia dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa, menatap Aditya dengan tenang.

“iya, kenapa A?”

“Aku minta maaf, tentang kemarin sungguh aku tidak bermaksud begitu. Aku ikhlas menikah denganmu karena memang kamu yang aku mau nikahi. Aku pernah berniat melamarmu sebelumnya. Kamu pasti ingat,” Aditya tiba-tiba diam.

Nadia masih terpaku di posisinya, dia diam sejenak. Lalu, perempuan itu menoleh.

“Sudah, itu saja?” tanya Nadia.

“Makan, kita belum makan dari semalam.”

“Ayok. Mau bikin apa?”

Nadia berjalan ke arah dapur. Dia melihat rak-rak makanan, beberapa makanan instan yang tersedia.

“Spaghetti mau, A? Yang praktis,”katanya.

Aditya mengangguk. Ia pikir, akan menggunakan bumbu saus instan juga, tetapi ia harus bersabar sampai tiga puluh menitan menunggu Nadia membuat saus bolognesenya.

“Tugasku ini saja, Nad?” Dengan percaya diri, dia mendapat tugas yang mudah dari Nadia untuk merebus pasta. Aditya petengtengan di depan kompor, sebelah tangannya memegang pencapit untuk mengaduk pasta.

“Ya, harus dimasak dengan benar, A. Idealnya 3 menit, tapi aku suka yang 5 menit, A. Lebih lembek,” jawab Nadia.

“5 menit? Ini sudah,” Aditya melongok ke ruang tengah, melihat jam di dinding.

Nadia mematikan kompornya, dia meletakkan lap dan mencuci tangannya. Ia melongok pada panci yang sedang memasak pasta.

“Sudah berapa lama dimasak?” tanya Nadia yang tidak memperhatikan kompor sebelahnya yang entah sejak kapan sudah menyala.

“20 menitan kayaknya,” jawab Aditya sambil garuk-garuk kepala.

“Ya Allah, lama banget, A? 3 menit saja cukup,” kata Nadia langsung mematikan kompor induksinya.

“Tadi mie-nya belum masuk semua, Nad.”

"Tapi, lihat, nih?" tanya Nadia mencapit pasta yang begitu lembek dan lentur tidak berbentuk.

"Gak bisa dimakan, dong?"

"Bisa, masih bisa." Nadia berkeliling, mencari alat yang bisa digunakan untuk mengambil pasta.

Dia mengambilnya bukan dengan capitan, tetapi menggunakan serok penggorengan.

Selalu ada cara untuk tidak membuang-buang makanan.

Ya, Alhasil, mereka makan spagheti lembek sebagai menu makan malam itu. Meski terlihat bukan seperti pasta, tetapi untunglah tertolong dengan saus lezat buatan Nadia.

“APPROVED! Bintang 5 buat saus bolognese-nya!” kata Aditya mengacungkan kedua jari jempolnya.

“Kalau pastanya?”

“Heurrh... Jangan ditanya, bintang 10. Dapat michelin star!” kata Aditya yang penuh mulutnya.

1
Niar Zahniar
novel selalu rumit thor
darsih
Nadia ayok suami nya nyusul ke kampung
Ayu
di tunggu up nya lagi yaa

semangat /Determined/
hello shandi: Makasih, Kak Ayu🥰
total 1 replies
darsih
aditilya ada2 aja takut SM kecoa
hello shandi: Hehehe....
total 1 replies
darsih
kasihan Aditya nada
darsih
Aditya kasihan bngt
hello shandi: Hehehe. Kata Nadia : rasain deh
total 1 replies
Ayu
kalau berhenti setidaknya bikin ending yang melegakan hati yah Thor /Ok/
ayuk Up lagiih hehee
Ayu
bagus kok , terusin up nya saya tunggu
hello shandi: makasih kak😊
total 1 replies
darsih
Claudia pinter bngt kmaren aja ninggalin Adit
darsih
pasti Claudia yg dteng tuh
darsih
s Bisma eror suami istri pelukan malah ngajaknribuk SM Aditia
darsih
aduh JD penasaran siapa ya
darsih
GC juga Aditia d sofa pun jadi
hello shandi: wkwkwk 😅😅
total 1 replies
Niar Zahniar
ampun deh si aditia, , dlu elham irit bicara imi aditia ngoceh aja kerja nya
hello shandi: iya kebalikannya nih
total 1 replies
darsih
wkwkwkwwkwk
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran
Indah Lestari
jgn2 kamu bkn is3 k2 Nad...bs jadi is3 k10 atw 20....
darsih
Aditya ternyata playboy Nadia baru tau kelakuan Aditya
darsih
Nadia. masih perawan Adit JD kudu sabar
darsih
modus s Aditia 😀😀
Agnes Gulo
semangat kk utk UP, nih cerita gak kalah seru dr kisah elham dan dita 😍
hello shandi: Hehehe, okey👍🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!