seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Satu bulan telah berlalu sejak Rynz, Chen Mo, dan Zhou Lan kembali dari ekspedisi berbahaya mereka.
Selama itu pula, Lembah Angin perlahan mulai berubah.
Bangunan yang dulu tampak usang, kini terlihat lebih hidup—beberapa bagian atap telah diperbaiki, taman depan dibersihkan, dan aroma masakan hangat selalu tercium dari dapur setiap malam. Semua ini berawal dari satu hal yang tak disangka-sangka oleh siapa pun:
Para penduduk desa di kaki lembah… mulai mengirimkan anak-anak mereka ke sekte.
Anak-anak itu tidak memiliki akar spiritual hebat.
Sebagian besar bahkan tidak pernah berlatih dasar kultivasi sama sekali.
Namun bagi mereka, nama “Rynz” adalah pahlawan. Seorang pemuda dengan lengan hitam penuh luka, yang tidak pernah menolak ketika diminta memperbaiki alat, membantu menarik kerbau dari lumpur, atau sekadar menggantikan tiang rumah yang patah.
Dan sekarang… mereka ingin anak-anak mereka belajar dari tempat yang sama dengan Rynz.
---
Pada suatu pagi, di pelataran depan sekte, Lu Ban berdiri menatap puluhan wajah muda. Usia mereka berkisar antara 10 hingga 15 tahun, pakaian mereka lusuh tapi mata mereka bersinar penuh harap.
Di belakangnya berdiri Rynz, Chen Mo, dan Li Jiu.
Lu Ban menatap Rynz sejenak, lalu mengangguk pelan.
"Kau menarik mereka ke sini, bahkan tanpa kau sadari."
Rynz menunduk sedikit. "Mereka hanya orang-orang biasa. Mereka tidak akan kuat di dunia ini."
"Benar," jawab Lu Ban. "Tapi tidak semua orang ditakdirkan jadi pahlawan besar.
Sebagian hanya ingin hidup tanpa dihina.
Dan tempat seperti itu… hanya bisa dibangun oleh orang yang tahu bagaimana rasanya dihina."
Rynz menatap anak-anak itu. Sebagian memandangnya penuh rasa ingin tahu, beberapa mengangguk kecil saat mata mereka bertemu. Di tengah-tengah keraguan dan kelemahan, ia bisa melihat sesuatu yang dulu juga dimilikinya: tekad kecil, yang belum tumbuh menjadi nyala.
Lu Ban mengangkat suara.
"Mulai hari ini, Sekte Lembah Angin akan membuka jalur baru—kelas rakyat.
Mereka yang tak memiliki akar tinggi, tapi memiliki kehendak untuk belajar, boleh tinggal dan berlatih di sini.
Dan kalian…"
Ia menoleh pada para murid senior,
"…akan jadi pembimbing mereka."
Di bengkel sederhana yang dibangun di sisi timur Sekte Lembah Angin—tepat di antara kebun herbal dan ruang latihan murid—Rynz berdiri di depan tungku tempa, kali ini bukan tungku biasa, tapi sebuah ruang batu yang ia perkuat sendiri dengan lapisan batu roh dan serbuk tanah padat agar tidak hancur saat api hitam digunakan.
Di sampingnya, bahan-bahan hasil ekspedisi terdahulu telah tersusun rapi:
Sisik Long Rhinarth, keras dan tahan panas, cocok sebagai batang utama.
Urat kristal tanduk, lentur namun menghantarkan energi dengan sangat baik, ideal untuk jalur aliran aura dalam senjata.
Dan pecahan inti roh, tak lagi utuh, tapi masih memancarkan sedikit denyut hidup—cukup untuk menjadi “jiwa” dari tombak.
Rynz menggulung lengan bajunya, lalu berdiri di tengah lingkaran batu.
Tangannya bergerak pelan ke udara, membentuk mudra sederhana.
Dalam diam, ia memusatkan kekuatan ke tangan kirinya.
Tattoo hitam di lengannya berdenyut, seperti membalas panggilan batin.
Lalu dari pori-pori telapak tangannya, keluar semburan api hitam—bukan ledakan panas liar seperti pertama kali, melainkan nyala yang lebih padat, tenang, dan terkendali.
Api itu menggulung masuk ke tungku.
Begitu bahan dimasukkan satu per satu, suara melelehnya bukan seperti besi biasa—melainkan seperti batu yang menangis.
Rynz mengerutkan kening.
“Kalau aku memaksakan suhu… bahan ini bisa jadi abu.”
Ia menahan tekanan api, mengatur intensitasnya seperti seorang pemahat mengukir batu giok.
Beberapa saat kemudian, bahan-bahan itu mulai mencair dan menyatu, membentuk batang tombak setengah jadi, dengan warna keperakan dan semburat merah gelap di bagian tengahnya.
Langkah berikutnya adalah menanam inti.
Rynz memegang pecahan roh itu dengan tangan kanan, lalu menempelkannya ke batang tombak. Api hitam menyelimuti keduanya, dan urat kristal perlahan membentuk jaringan, seperti nadi dan pembuluh dalam tubuh.
Wuuusshhh…
Suara nyala api mereda.
Rynz mencelupkan tombak ke dalam air herbal pendingin yang telah disiapkan. Asap tebal naik tinggi, menyebarkan aroma samar logam dan energi roh.
Saat tombak itu diangkat, tubuhnya bergetar ringan.
Panjang sekitar 180 cm, ramping, dan tampak menyatu antara alam dan kehendak.
Di tengah batangnya tampak satu jalur urat merah keunguan yang berdenyut perlahan.
Rynz tersenyum.
“Bukan hanya senjata… ini adalah tubuh hidup.”
Untuk pertama kalinya, ia berhasil menempa senjata dengan api hitam tanpa menghancurkan bahannya.
Tombak itu bukan hanya produk kekuatan, tapi juga simbol kendalinya atas api neraka di dalam tubuhnya.
Tangan Rynz masih hangat ketika ia menggenggam tombak barunya—Hong Tian.
Tombak itu tidak seperti senjata lain yang pernah ia lihat atau tempa. Ketika ia berjalan, batangnya seolah berdenyut lembut, mengikuti aliran energi di sekitarnya. Tombak itu hidup, seperti bernapas bersama pengguna.
Begitu selesai memeriksa stabilitas material dan jalur aliran energinya, Rynz langsung melompat turun dari bengkel dan berlari melewati lapangan rumput kecil, melewati kebun herbal, menuju ruang latihan tempat para murid tengah berlatih.
Zhou Lan, yang sedang menyusun ulang formasi dasar tombak, menoleh ketika mendengar suara langkah tergesa.
"Zhou Lan!"
Rynz menghampiri dan tanpa banyak bicara, menyerahkan tombak itu ke arah gadis tombak tersebut.
"Ini... Hong Tian. Aku buat dari bahan Long Rhinarth. Intinya, uratnya, bahkan sisiknya."
Suaranya agak terengah, tapi tatapannya berbinar.
Zhou Lan menyipitkan mata, lalu menerima tombak itu dengan dua tangan.
Begitu menggenggam batangnya, matanya langsung melebar.
"Ini... ini bukan senjata biasa. Aliran energinya sangat lembut, tapi ada tekanan kuat dari dalam."
Zhou Lan melangkah mundur, mencabut tombaknya dalam satu gerakan penuh.
Saat tubuh tombak berputar, aura keunguan samar muncul di sekelilingnya, lalu menghilang.
"Ringan, tapi padat. Panjangnya pas. Dan... entah kenapa, terasa seperti menyatu denganku."
Rynz berdiri tak jauh, matanya fokus penuh.
"Coba serang sesuatu. Aku ingin tahu, seberapa kuat senjata ini di tanganmu."
Zhou Lan mengangguk.
Ia melompat ke tengah lapangan latihan, mengarah pada salah satu pilar batu keras yang biasa digunakan untuk uji kekuatan.
Tubuhnya menunduk rendah, napas diatur.
Lalu… tombaknya melesat.
“Hyaaat!”
Suara angin meledak.
Ujung tombak menyentuh pilar batu… dan dalam sekejap—pilar itu terbelah dua.
Bukan hancur karena kekuatan kasar, tapi dibelah rapi dari dalam—seolah sesuatu menembusnya lalu membakar struktur batu itu dari dalam.
Ujung tombak menyisakan garis hangus hitam, dan serpihan batu berjatuhan dalam senyap.
Para murid yang berlatih di sekelilingnya langsung berhenti, menatap dengan wajah terkejut.
Chen Mo berdecak pelan.
"Itu... efek api hitam, ya?"
Rynz mengangguk perlahan.
"Sepertinya… Hong Tian tak hanya membawa kekuatan material, tapi juga sebagian dari jiwaku."
Zhou Lan memutar tubuh, wajahnya serius.
"Terima kasih, Rynz."
"Dengan senjata ini, aku tak akan kalah lagi."
"Hey... lalu bagaimana dengan ku, apakah kau sudah membuat armorku?"
Suara Chen Mo terdengar di belakang bengkel saat Rynz baru saja menyelesaikan pendinginan Hong Tian.
Rynz menoleh pelan, lalu menatap Chen Mo tanpa ekspresi.
Dia menghela napas… lalu menggelengkan kepalanya.
Chen Mo mengangkat alis. "Apa maksudmu… gagal lagi?"
Rynz mendekat, membuka gulungan kulit tempat bahan-bahan sisa disimpan—dan di dalamnya, hanya tersisa serpihan hitam arang, tidak berbentuk, tidak berguna.
"Semua bahan hancur saat mencoba kuasai suhu api hitam. Tanduk Long Rhinarth... tidak kuat."
Chen Mo mengangkat tangannya, memegangi wajah sendiri. "Astaga, ini bahan monster langka, Rynz!"
"Aku tahu."
"Tapi selama aku belum bisa menyatu sepenuhnya dengan api hitam, setiap tempaanku adalah perjudian."
Suara Rynz tenang, tapi dalam hatinya, ada sedikit penyesalan.
Chen Mo masih ingin berbicara, tapi saat itu cahaya samar muncul dari tubuh Rynz.
Levelnya meningkat.
[Level Blacksmith: 15]
Dan bersamaan dengan itu, palu miliknya ikut berubah.
Gagangnya memanjang nyaris setara pedang besar, sekitar satu meter lebih.
Ujung palu kini lebih kokoh, logam hitam pekat menyelimuti permukaannya dengan semburat merah tua samar seperti urat magma yang membeku.
Chen Mo menatapnya penuh takjub.
"Palumu… makin menyeramkan. Apa itu benar-benar masih palu?"
Rynz menatap senjata itu sebentar, lalu memutar pergelangan tangannya.
Beratnya bertambah, bentuknya lebih tajam di sisi belakang, seolah bisa digunakan untuk menebas.
Tapi tetap—itu bukan pedang.
Itu palu pandai besi, yang berubah mengikuti kekuatannya.
"Masih palu. Tapi sepertinya… ia sedang berevolusi bersama dengan levelku."
Chen Mo mengangguk, lalu tersenyum lebar.
"Kalau begitu, jangan berhenti. Aku yakin kau bisa buat armor yang lebih kuat suatu hari nanti.
Tapi sebelum itu... pastikan kau tidak membakar bahan seharga rumah!"
Rynz tersenyum tipis.
"Kali ini aku akan mencari bahan yang bisa tahan neraka."