Baron sudah muak dan mual menjadi asisten ayah kandungnya sendiri yang seorang psikopat. Baron berhasil menjatuhkan ayahnya di sebuah tebing dan berhasil melarikan diri. Di tengah jalan Baron tertabrak mobil dan bangun di rumah baru yang bersih dan wangi. Baron mendapatkan nama keluarga baru. Dari Baron Lewis menjadi Baron Smith. Sepuluh tahun kemudian, Baron yang sudah menjadi mahasiswa hukum kembali dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yg dulu sering dilakukan oleh ayah kandungnya. Membunuh gadis-gadis berzodiak Cancer. Benarkah pelaku pembunuhan berantai itu adalah ayah kandungnya Baron? Sementara itu Jenar Ayu tengah kalang kabut mencari pembunuh putrinya yang bernama Kalia dan putri Jenar Ayu yang satunya lagi yang bernama Kama, nekat bertindak sendiri mencari siapa pembunuh saudari kembarnya. Lalu apa yang terjadi kala Baron dipertemukan dengan si kembar cantik itu, Kama dan Kalia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantai
Baron dan Jenar Ayu sontak berdiri bersamaan lalu berlari hampir bersamaan ke ranjangnya Kama.
Mereka berdua mendengar Kama kembali bergumam di dalam tidur lelapnya, "Kau sudah renggut nyawa Kalia, jangan sakiti Papaku! Aku akan membunuhmuuu!!!!!!"
Baron dan Jenar saling pandang. Jenar kemudian menghela napas panjang dan berkata, "Aku paling benci kalau dugaanku benar"
Baron menoleh perlahan ke Kama dengan kedua alis bertaut erat dan tepat di saat pemuda tampan itu bergumam lirih hampir seperti bisikan untuk dirinya sendiri, "Aku tidak akan ijinkan kamu yang membunuhnya, Kam, karena kamu terlalu suci untuk melakukannya," Kama membuka mata sambil berteriak kencang, "Papa!!!!!"
Jenar Ayu langsung memeluk Kama dan Baron duduk di tepi ranjang kala napas Kama memburu oksigen dan matanya menatap nyalang langit-langit kamar rawat inapnya.
"Kama, ini Mama, Kama sadarlah" Jenar Ayu meraup lembut wajah cantik putrinya lalu memeluk erat Kama saat Kama memeluknya.
Baron menghela napas lega melihat Kama baik-baik saja.
"Syukurlah kamu sadar, Sayangku, anakku, sayangku" Jenar Ayu mengusap lembut punggung putri cantiknya kala putrinya itu menangis sesenggukan.
Hati Baron seperti dicubit melihat gadis yang dia sayangi menangis sesenggukan.
Kama melepaskan pelukannya dan berkata ke mamanya, "Ma, kita harus balik ke Indonesia. Papa dalam bahaya. Pembunuh itu memburu Papa"
"Apa?!" Baron sontak berdiri dan menarik kedua alisnya ke atas.
Jenar dan Kama menoleh kaget ke Baron.
"Kalau kamu ke Indonesia, kasus saudari kembar kamu bagaimana, Kam?" Tanya Baron dengan harapan Kama tetap di Paris, tetap di sampingnya, dia tidak rela Kama balik ke Indonesia.
Jenar Ayu melihat Kama saat Kama berkata ke Baron, "Pelakunya ada di Indonesia dan dia mengincar Papaku....dia......" Kama menghentikan ucapannya saat dia melihat wajah Baron berkerut penuh tanya.
"Aku tidak tahu cara menjelaskannya, tapi pelakunya ada di Indonesia dan dia mengincar Papaku. Kamu boleh menganggap aku mengigau tapi itu benar. Pemburu Zodiak cancer ada di Indonesia"
Kama menoleh ke mamanya saat mamanya menggenggam tangannya. "Mama pasti menganggap Kama mengigau saat ini?"
Jenar Ayu mematung.
"Ma?" Kama menatap mamanya dengan kening berkerut.
Jenar Ayu menarik Kama ke dalam pelukannya lalu mengusap punggung Kama sambil berkata, "Mama percaya sama kamu dan kita akan balik ke Indonesia untuk menolong Papa kamu dan menangkap pembunuh itu di Indonesia"
Baron melangkah mundur dengan bibir terbuka sedikit dan kepala menggeleng tanpa jeda.
Baron lalu berkata, "Saya beli kopi dulu"
Kama menatap punggung Baron dan menghela napas panjang saat melihat punggung itu lenyap di balik pintu.
"Kamu tidur lagi, gih! Mama akan urus kepulangan kita ke Indonesia besok" Jenar menidurkan Kama lalu menarik selimut sampai ke batas lehernya Kama.
Kama tersenyum ke mamanya dan berkata, "Aku sayang Mama"
"Mama juga sayang kamu" Jenar Ayu mencium lembut pipi Kama.
Setelah putri cantiknya tidur pulas, Jenar menelepon pengacaranya, "Pesankan tiket ke Indonesia besok. Penerbangan paling awal"
Setelah menelepon pengacaranya, Jenar menelepon Akira, "Pembunuhnya ada di Indonesia. Kamu mau lanjutkan penyelidikan di sini apa ikut aku ke Indonesia?"
Hening sejenak.
"Akira, kau masih di sana? Apa kau ketiduran?" Dengus Jenar Ayu sebal.
"Aku masih di sini dan emm.......emm......."
"Akira katakan cepat apa keputusanmu!" Jenar Ayu kembali mendengus sebal.
"Baiklah. Aku ikut kamu dulu lalu balik lagi ke sini. Tapi, kenapa kamu bisa berjaya seperti itu?"
"Seperti apa?"
"Pemburu Zodiak Cancer ada di Indonesia"
"Aku akan jelaskan besok pas kita sudah sampai di Indonesia"
"Baiklah. Dari dulu aku memang hanya bisa menunggu penjelasan kamu" Akira menghela napas panjang dan Jenar Ayu sontak menyahut, "Perempuan memang layak didengarkan, bukan?"
Akira terkekeh lalu berkata, "Iya, kau benar"
"Dan perempuan memang selalu benar, bukan?"
Akira kembali terkekeh lalu berkata, "Iya, iya, iya"
Jenar Ayu berdiri saat Damian dan Baron masuk ke dalam kamar, "Tolong jaga Kama sebentar! Mau ngurus administrasi kepulangannya Kama besok"
"Saya akan menemani Anda, Nyonya!" Damian langsung melangkah membukakan pintu untuk Jenar Ayu.
"Baiklah, terima kasih Damian"
Baron mengantar Jenar Ayu sampai ke depan pintu lalu melangkah masuk kembali ke kamar rawat inapnya Kama yang di depannya dijaga dua orang petugas kepolisian, karena Kama adalah saksi penting dalam kasus pembunuhan di kamar apartemen 405.
Saat Baron hendak masuk ke dalam kamar, pemuda tampan itu menoleh ke pintu dan terjengkang ke belakang beberapa langkah, karena pintunya didorong seseorang.
"Sofie! Apa-apaan kamu?!" Baron menggeram pelan ke Sofie karena dia tidak ingin Kama terbangun.
"Aku pengen jenguk cewek murahan itu nggak boleh?" Sofie duduk di sofa dengan santainya.
"Jangan ngawur kamu! Kama bukan cewek murahan"
"Cih! Kalau bukan cewek murahan kenapa dia nyanyi di klub malam, mabuk-mabukan, dan berteman dengan PSK yang ditemukan mati di kamar 405 apartemen......"
"Cukup!" Baron melotot marah ke Sofie.
Sofie berdiri lalu bersedekap di depan Baron dan berkata ketus, "Kamu suka sama cewek itu?"
"Iya" Jawab Baron tegas tanpa ragu.
"Kau......kau tega Baron. Aku yang selalu ada buat kamu. Aku yang selalu menyatakan cintaku ke kamu dan sekarang......sekarang kamu bilang kalau kamu.....kamu......"
"Aku tidak menyukai cewek manja dan pembohong seperti kamu"
"Pembohong?"
"Iya" Baron melirik kedua tangan Sofie yang kosong. "Datang ke sini tanpa membawa apapun dan bilang pengen jenguk Kama. Apa itu bukan bohong namanya? Katakan apa yang akan kamu lakukan di sini?"
Sofie mengerjap kaget.
"Katakan apa yang ingin kau lakukan di sini!" Geram Baron.
Sofie menjawab dengan wajah kesal dan penuh dengan kecemburuan, "Aku cuma ingin memastikan apakah kamu beneran ada di sini menjaga cewek murahan itu"
"Aku akan menampar kamu kalau kamu terus berkata seperti itu! Kama bukan cewek murahan"
"Terus saja bela cewek murahan itu!" Bentak Sofie dan saat Baron ingin menampar cewek itu, tangannya ditahan dari arah belakang.
Baron menoleh ke belakang dan langsung memeluk bahu Kama sambil berkata, "Kenapa kamu bangun dan jalan ke sini, Kam?"
Kama menatap tajam Sofie. "Karena aku ingin menampar dia"
Plak! Kama menampar pipi Sofie.
Sofie terjengkang ke belakang dan jatuh terduduk di sofa. Sofie menatap Kama nyalang dan berteriak sambil menyentuh pipinya di bekas tamparan Kama, "Berani benar kamu menamparku, hah?!"
Kama menghunus tatapan tajamnya ke Sofie, "Itu karena kamu menghina Kali........"
Sebelum Kama menyemburkan nama Kalia, Baron menarik wajah Kama ke dadanya lalu memeluk Kama sambil mendelik ke Sofie, "Keluar kamu!"
Sofie mematung.
"Keluar atau kamu mau melihat aku mencium Kama?" Geram Baron.
Sofie menjejalkan kakinya di lantai lalu berlari keluar sambil mengerjapkan matanya yang berair.
Bam! Sofie menutup kasar pintu rawat inapnya Kama di saat kecemburuannya semakin membara.
Kama mendorong Baron tepat di saat pintu kamar rawat inapnya dibanting Sofie.
"Kenapa memelukku tiba-tiba, hah?!" Kama melotot ke Baron sambil merapikan rambutnya.
Baron mengangkat kedua tangannya ke atas sambil berkata, "Maafkan aku! Aku terpaksa karena kamu hampir saja menyemburkan nama Kalia. Sofie tidak tahu Kalia. Sofie hanya tahu Kama"
Kama mendengus kesal lalu berkata, "Yeeaahh, kamu benar. Lalu kenapa kamu bilang kalau kamu mau menciumku tadi?"
Baron mengerjap kaget dengan wajah memerah malu karena sebenarnya dia hampir saja memagut bibir Kama sebelum dia berubah pikiran dan menarik wajah Kama ke dadanya. Baron bergegas berkata sebelum Kama menendang kakinya, "Kalau tidak berkata seperti itu, Sofie nggak akan pergi"
"Kenapa begitu?"
"Entahlah. Buktinya Sofie pergi setelah aku berkata akan mencium kamu, kan?"
"Dasar gila!" Kama menjatuhkan pantatnya ke sofa.
"Kenapa kamu lepas infus kamu dan kamu duduk di sini?" Baron duduk di sebelahnya Kama tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah cantiknya Kama.
"Aku udah sembuh. Kalau diinfus terus bawaannya ngantuk dan aku males tidur terus" Kama mengambil cup kopi di atas meja sofa dan meminumnya begitu saja tanpa bertanya lebih dahulu cup kopi itu milik siapa.
Baron membeliak kaget dan menyemburkan kata, "Itu kopiku, Kam"
Kama meletakkan cup kopi itu ke meja sofa dan dengan santainya dia menoleh ke Baron, "Minta dikit aja pelit amat"
"Bukannya pelit, Kam, tapi sedotan itu......"
"Kenapa sedotannya?"
Sedotannya udah kena bibirku dan kalau kamu meminum kopi itu bukankah sama seperti kita berciuman, Kam? Batin Baron.
"Kenapa sedotannya?" Kama mengulangi pertanyaannya.
Baron mengerjap kaget lalu berdeham, "Ehem" Untuk membuang percikan gairah di tubuhnya. Lalu, pemuda tampan itu buru-buru berkata, "Nggak papa. Minum aja! Habiskan kalau kamu suka"
"Beneran?" Kama mengerjap senang.
"Habiskan saja!" Baron mengulangi ucapannya dan di saat Kama meminum kembali kopi yang dia beli, pemuda itu tersenyum geli dan berkata di dalam hatinya, kamu lugu banget sih, Kam. Bikin aku tambah gemes.
"Aku mau balik ke Indonesia tapi sebelumnya aku ingin pergi ke pantai bersama kamu. Aku belum pernah pergi ke pantai sebelumnya"
"Hah?! Belum pernah ke pantai?"
"Iya. Kamu mau menemani kamu ke pantai, kan, besok pagi-pagi sekali sebelum aku balik ke Indonesia?"
"Mau. Tentu saja mau"
"Baiklah. Aku akan minta ijin sama Mamaku nanti"
"Kenapa Pantai, Kam?"
"Karena Kalia suka pantai dan aku ingin melihat pantai di sini untuk berpamitan sama Kalia. Aku akan pergi ke Indonesia sebentar sebelum aku balik lagi ke sini"
"Kapan kamu balik lagi ke sini?"
"Setelah Papaku aman dan setelah kami berhasil menangkap si pemburu zodiak cancer"
"Aku tidak mungkin bisa menahan kamu di sini, kan, Kam?"
"Tidak ada yang bisa menahanku untuk tetap di sini. Papaku lebih penting dari apapun dan aku tidak mau kehilangan siapapun lagi setelah aku kehilangan Kalia"
Baron hanya bisa menghela napas panjang lalu berkata, "Iya, kamu benar, Kam"
Keesokan harinya, Jenar Ayu berkata ke Kama, "Kalau kamu mau pergi ke pantai bersama Baron, Mama ijinkan. Kita terbang ke Indonesia masih nanti malam jam tujuh. Kamu pamitan dulu sama Baron nggak papa. Kamu juga ingin berpamitan dengan Kalia, kan?"
"Iya, Ma. Kalia suka pantai dan sering pergi ke pantai. Kama yakin kalau Kalia juga sering mengunjungi pantai yang ada di sekitar sini. Kama ingin berpamitan dengan Kalia di depan pantai"
"Mama ijinkan. Damian akan mengikuti kalian dan terus menjaga kalian"
"Makasih, Ma"
Kama lalu berkata ke Baron, Aku ingin pergi ke pantai sekarang juga, Ron. Apa kamu mau mengantarku ke pantai sekarang juga?"
Baron mengarahkan pandangannya ke Jenar Ayu.
Jenar Ayu berkata, "Tante ijinkan karena Pak Damian akan menemani dan menjaga kalian"
Baron mengangguk, "Baik Tante," lalu pemuda tampan itu mengarahkan pandangannya ke Kama, "Desa ini dikelilingi pantai, Kam. Pantai sangat dekat dan bisa ditempuh sejam saja dari sini. Ayo aku antar ke sana sekarang keburu siang"
Kama mengangguk dengan senyum lebar.
Satu jam kemudian, Kama sudah berlari kencang ke bibir pantai dengan tawa renyah dan Baron berlari kecil menyusul Kama dengan senyum bahagia.
Aku senang bisa melihatmu sebahagia ini, Kam. Batin Baron sambil melangkah ke sisi kanannya Kama saat gadis pujaan hatinya itu sudah menghentikan laju larinya di bibir pantai.
Damian keluar dari dalam mobilnya lalu melompat ke kap mobilnya. Dia masih bisa melihat Kama dan Baron dan masih aman-aman saja.
"Ombak itu cowok apa cewek, ya?" Kama menatap ombak pantai di depannya.
"Maksud kamu apa?" Baron menoleh kaget ke Kama.
Kama menoleh perlahan ke Baron sambil bertanya, "Kenapa dia dipanggil Om sekaligus Mbak? Jadi, Ombak itu cowok apa cewek?"
Baron tertawa ngakak dan tanpa sadar dia mengusap gemas puncak kepalanya Kama sambil berkata, "Kamu bikin aku gemas, Kam" Lalu Baron mencubit pipi Kama, "Kenapa kamu seimut dan selucu ini, sih, Kam? Gemes"
Deg, deg, deg, deg, jantung Kama berdegup kencang.
Baron meraih tangan Kama lalu menariknya ke dada kiri. "Kamu bisa merasakannya, Kam?"
Wajah Kama memerah karena dia bisa merasakan degup jantungnya Baron dan di saat gadis cantik itu ingin menundukkan kepala, Baron menahan dagu Kama dengan cubitan lembut tangan kiri.
Kedua insan itu saling menatap dalam kebisuan mereka dengan iringan merdu deburan ombak. Baron menyelipkan rambut yang terkena angin pantai dan menutupi wajah cantik pujaan hatinya itu sambil berkata, "Kamu cantik, Kam"
Wajah Kama semakin memerah.