NovelToon NovelToon
Antara Ada Dan Tiada

Antara Ada Dan Tiada

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:333
Nilai: 5
Nama Author: Sazzzy

"Apa yang kamu bicarakan Lin Yi? A-aku sudah kotor sejak kecil haha, dan kamu, dan kalian kenapa masih tertarik pada perempuan sepertiku? Sepertinya kalian kurang berbaur ya, diluar sana masih banyak loh gadis yang lebih dariku dari segi fisik dan mental, so, kerjasama kita bertiga harus profesional ya!" Sebenarnya Safma hanya mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, walaupun Safma sendiri tidak terlalu paham dengan maksud dari kalimatnya secara mendalam. Tidak ada airmata dari wajah Safma, wajahnya benar-benar pintar menyembunyikan emosinya.

"Safma!" Sudah habis kesabaran Lin Yi, kemudian menarik tangan Safma pelan juga tiba-tiba namun dapat membuat gadis itu terhuyung karena tidak seimbang. "Jangan bicarakan hal itu lagi, hatiku sangat sakit mendengarnya. Kamu terlalu berharga untukku, Please biarkan aku terus mencintaimu!" Lirih Lin Yi dibarengi air mata yang mulai berjatuhan tanpa seijinnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sazzzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

support

Mata River bergetar dalam tidurnya, seperti mengalami sleep paralysis, ingin bergerak rasanya susah dikendalikan. Hanya bisa diam seperti patung, namun dengan jiwanya yang meronta-ronta.

Tiba-tiba, suara nafas ngos-ngosan menyambut pagi hari River, jantungnya pun ikut berdebar. Kemudian pemuda itu menunduk dan mengatur nafasnya agar tenang.

"Syukurlah hanya mimpi," gumam River dengan muka bantalnya.

Jika mengingat kejadian tadi malam sebelum tidur, senyum River terukir tipis dan lega.

Ya!

Tadi malam, saat River duduk merenung di kursi panjang, tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya pelan. Kaget dirasa River sampai refleks memegang dadanya dengan nafas sedikit memburu.

"Safma? Kamu belum tidur?" Kaget River dengan kedatangan gadis itu.

Menatap wajah River datar, ikut duduk lalu menggeleng kepala untuk menjawab pertanyaan River.

Sedangkan beberapa waktu yang lalu, Safma saat ingin tidur lupa mengecek room control miliknya dan menemukan River sedang duduk dengan gelisah dan berulang kali terlihat menunduk. Karena penasaran, Safma beranjak dari tempatnya dan naik tangga menyusul River yang terlihat tidak beres dengannya.

Dan benar saja, saat Safma datang pun, River masih disana dalam suasana yang sulit bagi Safma menjabarkan. Lalu Safma berinisiatif menepuk-nepuk bahu pemuda itu pelan, berusaha menyadarkan akan keberadaannya disini.

Kembali ke dua insan tengah duduk ditengah malam dan diselimuti oleh temaram malam. Safma menoleh, "Apa yang kamu lakukan disini?"

"Aku sedang introspeksi diri."

Mengernyitkan dahinya karena heran, "Ah begitu, ngomong-ngomong, jika kamu ada masalah cerita saja padaku. Siapa tahu aku bisa membantu," tawar Safma kemudian, takut-takut River akan berbuat nekad karena masalahnya seperti dulu.

"Iya, terimakasih atas tawarannya," tersenyum manis, lalu menoleh karena sadar akan sesuatu, "Dan Safma, darimana kamu tahu aku berada disini?" Selidik River.

"Oh, control room." Santai Safma.

Mendengar itu, River mengedarkan pandangannya mencoba mencari letak CCTV, namun tidak dapat menemukannya malam ini, apakah karena pandangan dia sudah mulai rabun ya?

Berdehem pelan, Safma membenarkan posisi duduknya. "Kamera pengintai yang aku pasang sengaja dibuat kamuflase sesuai dengan tempatnya dipasang." Jelas Safma melihat kebingungan River.

"Oh."

"Hm. Kamu serius tidak apa-apa? Aku merasa aneh padamu hari ini."

Agak ragu, tapi River mencoba untuk berani, dia bukan pecundang! Tapi ...

River masih berfikir keras, "Tolong dengarkan aku, dan biarkan aku menjelaskan ya?"

"OK."

Menarik nafas dalam lalu hembuskan, "Sebelumnya ... Aku mau minta maaf padamu, aku sangat menyesal dengan kesalahan besar ini, aku merasa berdosa padamu, sebenarnya a-aku-aku sudah membuka aibmu pada Lin Yi. Tolong maafkan aku karena kesalahan besar ini ..." Kemudian turun dan berlutut di depan Safma dengan rasa bersalah dipundaknya.

"Aib yang mana?"

Mata River mulai menggenang, dengan tatapan fokus pada tatapan Safma yang juga menatapnya. "Masa lalu kamu, semua yang pernah kamu ceritakan padaku, aku kembali menceritakan hal itu pada Lin Yi. Aku sangat menyesal, sungguh ..." Lirih River, "Aku tau, aku terlalu kekanak-kanakan, impulsif dan tidak tahu diri." River mulai meneteskan air matanya yang tadi berembun. "Sekali lagi maafkan kesalahanku."

Tak ada reaksi apapun dari Safma, hanya helaan nafas gadis itu yang terdengar agak berat. "Oh."

Tunggu, hanya itu? "Kamu tidak marah padaku? Kamu tidak membenciku?" Harap-harap cemas River rasakan, walaupun ada rasa tak habis pikir dengan reaksi gadis itu.

"Apakah harus begitu?" Tanya balik Safma datar.

"Safma?" Panggil River pelan, matanya memblokade pandangan Safma.

"Hm?" Balas Safma tanpa niat.

"Tolong maafkan aku ... Gara-gara aku takut perhatianmu padaku terbagi, aku sampai melakukan kesalahan itu. Walaupun aku tahu kita hanya sebatas teman dan kamu sudah menganggap aku sebagai kakak laki-laki kamu, kesalahan fatalku itu harus membuat kamu malu." Kini mulai menangis sampai tersedu-sedu.

Tersenyum tipis, "Bangkai jika dikubur memang akan tetap bau juga, sedalam apapun itu dikuburkan. Seperti masa lalu. Aku akui masa lalu ku sangat gelap, bahkan cahaya pun akan tenggelam di kegelapan masa lalu ku. So, kamu ku maafkan walaupun aku merasakan sesak, tapi tidak ada kesempatan kedua, karena aku bukan Tuhan yang maha pengampun."

Menatap wajah gadis itu yang tak menampilkan sedikitpun ekspresi kecuali datar di wajah cantiknya. "Aku, Yang River sekali lagi meminta maaf kepada Safma, karena kesalahan itu. Dan terimakasih sudah memaafkan aku." Tangan kanan River terangkat satu dan bersumpah, "Aku, Yang River bersumpah untuk tidak membuka aib Safma lagi sampai aku tiada!"

"Bangunlah! Dan pergilah tidur, besok hari pertama kamu bekerja bukan?" Perintah Safma tegas.

Mulai berdiri dan membungkuk, "Baik yang mulia!" Tersenyum manis, sangat lega rasanya, ternyata tidak seburuk seperti yang ia bayangkan. "Saya izin undur diri, selamat malam!" Setelah mengatakan itu, River kembali ke kamarnya dengan kelegaan yang tidak bisa di jabarkan.

Safma ikut kembali ke kamarnya, namun saat sudah masuk kerumahnya, tiba-tiba saja Safma merasa pusing yang membuat dirinya sedikit berkunang-kunang. Karena rasa pusing yang seperti dulu lagi, Safma menggelengkan kepalanya dengan tangan menopang tubuhnya di dinding.

Berjalan dengan usaha agar seimbang, karena kaki Safma bergetar hebat. Mencari air minum dan meneguknya sampai habis, kenapa rasanya ikut sesak juga? Tidak mungkin kan jika kambuh?

Lalu Safma menuruni tangga menuju bunker, baru di tengah anak tangga, tiba-tiba keseimbangan Safma goyah hingga gadis itu terpelanting dan menggelinding sampai tersungkur kedasar dengan kepala yang menyapa lantai dasar. Darah segar mengalir di hidung dan juga pelipisnya, ditambah tubuhnya lecet-lecet akibat kejadian tak terduga itu.

Masih dengan setengah kesadaran, tak ada rasa sakit yang Safma rasakan detik itu, hanya bingung dan kegelisahan. Benar-benar jauh dari kata baik jika melihat penampilan dan penampakan Safma sekarang. Gadis yang malang.

Gadis itu benar-benar lemas tak berdaya, bahkan tak sanggup untuk melakukan tindakan sekecil apapun. Sampai di titik merasakan sakit pun seperti kebas rasanya. Sudah jatuh tak elit, terluka pula.

Apakah setelah ini, Safma besok masih akan bernapas? Atau ini hari terakhirnya? Bagaimana tidak, Safma sudah berusaha untuk bergerak, namun tetap saja tidak bisa karena sangat lemas. Antara sadar dan pingsan.

.

.

.

.

Satu jam kemudian, akhirnya mata Safma terpejam di anak tangga terakhir, dimana posisinya masih seperti saat terjatuh. Entah tertidur atau pingsan, tidak ada yang tahu disini. Baiklah! Apakah ini benar-benar akhir kisah Safma?

.

.

.

.

Pagi harinya, tepatnya jam 04:36 WIB, Safma membuka matanya perlahan, satu hal pertama yang ia rasakan teramat sangat nyeri ditubuhnya, terlebih kepalanya yang kini tertinggal darah kering. Berusaha mengumpulkan kesadaran, Safma mencoba untuk bangun walaupun masih terasa lemasnya.

Wajahnya menunduk melihat darah kering di lantai, apakah itu darahnya? Kenapa sebanyak itu? Bukankah seharusnya tidak sebanyak itu? Sejujurnya Safma masih merasa shock dengan apa yang terjadi ditengah bau amis darah.

Namun otaknya masih ngebug dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. Safma memutuskan untuk memejamkan matanya untuk menelan rasa pusing di kepalanya, telapak tangannya menekan lantai marmer kuat-kuat.

Tak lama kemudian matanya kembali terbuka, sudah bisa duduk walaupun badannya miring, seharusnya untuk berdiri juga bisa dong? Ya, Safma bisa melakukannya!

Tiba dikamar mandi, Safma duduk di closet dengan cermin yang langsung mengarah padanya. Jujur saja ia masih lemas, padahal sudah minum banyak air hangat tadi. Dapat Safma lihat dari pantulan dirinya, ah lebih tepatnya di bagian wajahnya.

Sekarang terlihat sangat jelas, luka di pelipis, bibir bawah yang seperti pecah, sudut bibir sobek, dahi yang lecet, sudut mata lebam, rahang lebam, pipi lebam, benjol di kepalanya, hidung yang mengeluarkan darah kering dan beberapa luka yang dapat dilihat Safma dibagian tubuh lainnya. Tanpa Safma sadari, ada luka di belakang kepalanya yang bisa dibilang cukup parah.

Gadis itu membersihkan tubuhnya hingga darah kering benar-benar hilang dari tubuhnya, merasa agak segar, Safma menghadap ke wastafel untuk cuci muka dan sikat gigi. Safma menunduk saat dirasanya pusing kembali menyerang, kembali memejamkan matanya rapat untuk mengusir pusingnya walaupun itu percuma saja sebenarnya.

Tiba-tiba ...

Tes.

Tes.

Tes.

Tetesan darah segar kembali datang dari hidung mancung Safma, huh, kenapa darahnya suka sekali keluar? Apakah tidak betah berada ditubuh Safma? Dengan refleks Safma menengadahkan kepalanya keatas beberapa menit diikuti beberapa asumsi negatif di kepalanya.

Mengenyahkan pikiran buruk, Safma lekas mencuci wajahnya dan berjalan ke ruang pengobatan, disana ada robot menyerupai dokter yang sudah disiapkan karena jaga-jaga jika hal-hal seperti ini terjadi, yah, walaupun tidak diharapkan separah ini sih.

Seperti yang dijelaskan, robot menyerupai dokter bernama Soe itu mulai mengobati Safma sesuai SOP yang berlaku. Bibir Safma dijahit dan bagian kepala belakang juga dijahit. Safma sedikit terkejut dengan itu, ia tak sadar dan sayangnya tidak dapat melihat jika bagian belakang kepalanya terluka juga hingga separah itu.

Untung saja ... Eh, haha, namanya di Indonesia, dapat tragedi dan kecelakaan saja masih bisa mengucapkan kata untung saja.

Tapi ya, untung saja telapak tangan Safma tidak terluka, jadi dirinya masih bisa memproduksi sabun herbal bukan? Safma tertawa dalam benaknya.

"Selesai, jangan lupa minum obat ini secara rutin!" Perintah dokter robot itu.

Tersenyum tipis, nyeri ya saat tersenyum, "Baik Soe, terimakasih."

Di meja rias, Safma menatap cermin dan mulai memoleskan make up tipis pada wajahnya yang seperti habis berkelahi, ah lebih tepatnya selesai main MMA, haha. Saat ini foundation sangat Safma butuhkan agar terlihat baik-baik saja didepan dua pemuda itu. Sedikit tak nyaman tapi work it buat Safma.

Lip cream mate untuk menutupi luka bibirnya, terasa perih sedikit sih tapi work it lah.

Lihatlah !

Safma benar-benar memakai make up tipis, ya lebih dikenal dengan istilah natural makeup. Terlihat seperti memakai makeup juga tidak.

Beberapa menit kemudian, menggunakan Hoodie dan celana kulot untuk menutupi bagian tubuhnya yang terluka, Safma mulai naik tangga melewati TKP genangan darah kering yang sudah dibersihkan oleh robot pembersih.

Suara pintu terketuk dari luar, Safma membukanya dengan ramah. "Ayo sarapan!"

River langsung mengambil perannya didapur, Lin Yi ikut memasak membantu River dengan bagiannya, sedangkan Safma? Ia hanya diperbolehkan duduk oleh dua orang tamu itu. Mau tak mau, iya aja ya kan?

Safma duduk di meja makan sedikit tak nyaman, ada yang tahu kenapa demikian? Bukan, bukan karena merasa gak enak karena tidak melakukan apa-apa, Safma cuek saja untuk hal itu.

Yang jadi masalah adalah, rasa nyerinya di pinggang Safma terasa begitu nyata, apakah ia harus pijat setelah ini? Ya sepertinya.

Waktu sarapan pagi pun tiba, tiga orang itu makan dengan hikmat dan nyaman. Tak ada pembicaraan yang berarti, karena sejak tadi mereka diam saja.

Gadis itu toh cuek saja, ia tak mau repot-repot membuka obrolan tak penting.

Berbeda dengan Lin Yi yang tenggorokannya gatal sekali ingin membuka obrolan, namun ia bingung juga mulainya harus darimana.

Lalu River, pemuda itu juga bingung seperti benak Lin Yi.

Selesai sarapan, Safma menatap dua orang yang sibuk dan cekatan membereskan meja makan dan mulai mencuci piringnya. Lagi-lagi Safma tidak diperbolehkan berbuat apa-apa, yasudah kalau begitu, Safma juga enggan membantu.

Sakit yang Safma rasakan, jika dirasakan dengan intens pasti gadis itu akan memilih untuk rebahan saja. Karena hobinya memang rebahan juga sakit ditubuhnya luar biasa. Ditambah pusing masih terasa, mungkinkah ini pusing akibat kekurangan darah akibat kejadian semalam? Entahlah, Safma tak tahu. Soe juga tak memberi tahu hal itu.

"River, ini hari pertama kamu bekerja, semangatlah untuk membuktikan pada dirimu sendiri bisa bangkit! Saat ini kamu mungkin menjadi bawahan, namun siapa yang tahu dimasa depan kamu jadi atasan?" Support Safma walaupun datar saja pengucapannya.

Mendengar itu River tersenyum manis, "Terimakasih supportnya bestie, dan tadi malam aku lega rasanya."

"Hm." Mengangguk mengiyakan.

Disisi lain, Lin Yi mendengus dingin, apa-apaan bocah ini? Memangnya ada apa dengan tadi malam diantara mereka yang tidak ia ketahui? Dan kalimat ambigu apa itu?

"Aku berangkat bekerja, dan kak Lin Yi, aku titipkan Safma padamu, jaga baik-baik okay! Bye!" Semangat River, lalu meninggalkan kedua insan itu.

Kak Lin Yi? Haha, dasar bocah! Gerutu Lin Yi tak habis-habis.

"Ayo ikut aku!" Ajak Safma.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!