Prince play boy tingkat dewa yang sudah terkenal dengan ketampan nya, cukup dengan lirikan nya mampu membuat para kaum hawa menjerit histeris meminta Prince untuk menikahi mereka.
Suatu hari Prince mendapatkan tantangan untuk memacari siswi terjelek disekolah nya selama seminggu, namun jika ia menolak hukuman yang harus ia terima yaitu memutuskan semua pacar nya yang sudah tidak terhitung jumlah nya.
Prince mau tak mau menerima tantangan teman nya yaitu memacari adik kelas nya yang di cap siswi terjelek disekolah.
Berniat untuk mempermainkan adik kelas nya, Prince justru terjebak oleh permainan nya sendiri.
bagaimana kelanjutan nya, langsung cek sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertengkar!
Lorong sekolah terasa lebih bising dari biasanya, atau mungkin hanya karena telinga Margaret yang belum terbiasa dengan keramaian setelah seminggu hanya mendengar suara mesin infus dan detak jantungnya sendiri.
Ranselnya ringan, hanya berisi satu buku tulis dan sebuah botol air putih. Margaret berjalan pelan menuju kelas, menyembunyikan napas yang tersengal dan rasa nyeri yang masih mengintai di balik senyumnya.
Begitu ia melewati ambang pintu kelas, beberapa pasang mata langsung menoleh.
“Eh, Margaret!”
“Dia balik!”
“Gila, lo ke mana aja, Mar? Lo ilang beneran!”
Suara-suara itu datang bersahutan, sebagian terdengar tulus, sebagian terdengar seperti rasa penasaran biasa. Margaret hanya menanggapi dengan senyum tipis dan anggukan kecil, lalu berjalan ke bangkunya di pojok dekat jendela.
Bangku itu kosong selama seminggu, tapi Margaret merasa... ia yang kosong sekarang.
Tak lama kemudian, suara kursi digeser kasar terdengar di belakang. Margaret menoleh. Prince berdiri di sana—berdiri, bukan duduk. Ekspresi wajahnya gelap, rahangnya mengeras, dan matanya menatap Margaret seperti luka lama yang belum mengering.
“Keluar,” ucap Prince singkat.
Margaret menatapnya datar. “Gue baru duduk.”
“Gue bilang. Keluar. Sekarang.”
Suasana kelas hening. Beberapa teman saling melirik, tapi tak ada yang berani ikut campur.
Margaret menghela nafas pelan. Ia berdiri, berjalan melewati bangku demi bangku, keluar dari kelas. Prince mengikutinya tanpa berkata apa-apa sampai mereka tiba di belakang gedung sekolah, tempat yang dulu sering mereka jadikan tempat bolos bersama.
“Lo pikir lo lucu? Ngliang kayak orang bego?!”
Margaret mendongak. “Gue cuma pengen istirahat.”
“Lo pikir gue bodoh, setiap hari gue kerumah lo, tapi Lo selalu gak d rumah!” bentak Prince.
Margaret mengatupkan bibirnya. Ada sesuatu dalam suaranya yang mulai retak.
Prince mencengkeram lengan Margaret. “lo milik gue, Yang!”
“Gue bukan barang.”
Mata mereka bertemu, dan di sana... ada pertempuran diam yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Di mata Margaret, tak ada lagi ketakutan. Hanya kelelahan. Sementara di mata Prince, ada rasa kehilangan yang tertutup oleh amarah.
“Gue capek, Prince.”
“Gue juga capek, Yang!”
“Tapi lo capek karena lo nggak bisa ngontrol gue. Gue capek karena hidup gue bentar lagi habis.”
Kata-kata itu menghantam udara seperti palu.
Prince melepaskan genggamannya, terkejut. Margaret mengatur napasnya yang mulai sesak, lalu menunduk.
Margaret berbalik pergi. Langkahnya lemah, tapi setiap langkah terasa seperti kemenangan kecil atas luka yang terus menahannya.
Dari kejauhan, suara bel masuk terdengar. Margaret tidak menoleh. Ia tahu, tidak akan ada pelajaran hari itu yang benar-benar bisa ia pahami. Tapi setidaknya, untuk pertama kalinya... ia memilih untuk datang, bukan karena orang lain, tapi karena dirinya sendiri.
Dan itu cukup.
Untuk hari ini.