Gita seorang istri yang tidak begitu di anggap keberadaanya oleh sang suami, tapi karena cinta membutakan Gita, hingga akhir di saat ulang tahun pernikahan yang ke satu tahun Gita yang ingin memberikan kejutan pada sang suami justru ia yang terkejut karena.
tanpa sengaja Gita melihat perselingkuhan sang suami dengan ibu kandungnya sendiri. hari itu ia mendapatkan kado penghianat ganda.
karena shock Gita pergi keluar dan mengalami kecelakaan, disaat itulah ia di nyatakan meninggal tapi tiba tiba tetak jantungnya kembali.
tapi itu bukan Gita yang dulu karena tubuh Gita sudah di masuki oleh seorang ratu penguasa jaman kuno yang mati karena penghianat. dan kini berada di tubuh Gita.
ingin tau kelanjutannya yuk mulai baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Clarissa memiringkan kepala. “Kau berasal dari mana sebelumnya? Maksudku... aku mencoba mencari tahu sedikit tentangmu, tapi hampir tidak ada jejak digitalmu. Sedikit... misterius, ya?”
Keira tersenyum datar. “Mungkin karena aku terlalu sibuk menjalani hidup nyata, sampai lupa memamerkannya ke internet.”
Clarissa terkekeh. “Kau tajam juga.” Ia lalu menatap lurus. “Tapi jujur saja, Keira. Aku mengenal Rafael nyaris sepanjang hidupku. Dia bukan orang yang mudah jatuh cinta. Ada hal yang kulihat… dan kutanyakan dalam hati. Apa kau benar-benar mencintainya, atau hanya tertarik pada siapa dia?”
Keira menoleh, menatap Clarissa dengan mata yang tenang namun tegas.
“Kalau aku tertarik pada siapa dia, aku sudah menyerah di hari pertama kami bertemu. Karena Rafael bukan pria yang mudah, bukan juga pria yang menunjukkan kemewahannya begitu saja.”
Keira meletakkan tangannya di atas pangkuan, menyambung, “Tapi aku jatuh cinta pada ketenangannya, pada caranya bicara tentang masa depan. Dan aku tak butuh pembuktian darimu atau siapa pun. Karena dia memilihku, dan aku memilih dia.”
Clarissa sempat kehilangan kata.
Namun, ia mencoba lagi. “Tapi Keira… semua orang punya masa lalu. Aku hanya khawatir, jika suatu hari sesuatu dari masa lalumu muncul dan menyakitinya. Kita tidak mau itu terjadi, kan?”
Keira tersenyum. Kali ini senyumnya mengandung makna lebih dalam—tenang, berbahaya.
“Jika masa laluku muncul, Rafael akan jadi orang pertama yang aku ceritakan. Tapi, Clarissa…” ia berhenti sejenak lalu menatapnya lurus, “…aku juga tahu masa lalu semua orang tidak sepenuhnya putih. Termasuk mereka yang berpura-pura tahu segalanya.”
Clarissa menggertakkan gigi pelan, tapi tetap tersenyum.
“Kau wanita pintar, Keira.”
“Dan kau wanita yang sulit membaca kekalahan,” balas Keira halus, lalu berdiri.
Sebelum pergi, ia menatap Clarissa untuk terakhir kali. “Terima kasih sudah mampir. Tapi Rafael sudah punya rumah dalam hidupnya. Dan maaf… rumah itu bukan untuk disewakan lagi.”
Di dalam rumah…
Rafael berdiri di balkon lantai dua, tak jauh dari tempat mereka berbicara. Ia menyaksikan semuanya tanpa suara.
Tatapan kagumnya pada Keira tak berkurang sedikit pun—justru semakin dalam. Ia tahu, wanita yang akan ia nikahi bukan hanya kuat, tapi tahu cara mempertahankan cintanya tanpa harus berteriak.
...----------------...
Pagi itu Rafael baru saja selesai rapat dengan tim manajemen utamanya ketika sekretarisnya menyerahkan berkas kerja sama baru. Di sana tercantum nama perusahaan baru: "Clavere Investasi Indonesia", dengan tanda tangan direktur utamanya — Tuan Agustinus Rivano.
Rafael mengernyit. Nama itu tak asing.
“Agustinus… itu kakeknya Clarissa,” gumam Rafael.
Sementara itu, Keira duduk di kafe kecil miliknya. Amanda datang terburu-buru, membawa tablet.
“Kei. Aku tahu kamu nggak terlalu peduli soal ‘siapa-siapa’ dalam bisnis Rafael, tapi kamu harus lihat ini.” Amanda menunjukkan laporan akuisisi tanah tambang yang seharusnya masuk ke salah satu perusahaan Rafael.
Namun, ada kejanggalan.
“Nama perusahaan yang memborong lahan lebih dulu itu… milik Clarissa,” ucap Amanda pelan.
Keira diam sejenak, sebelum akhirnya menutup map laporan.
"Kamu ini dokter atau detektif, kok tau kayak gini, hehehe?" tanya Keira
"Hehehe... Aku belajar dari kamu semua bisa, untuk jaga jaga" jawab Amanda
"Baiklah apapun itu terima kasih infonya" ujar Keira
“Kau tau Manda ia ingin bermain bisnis?” senyumnya muncul pelan. “Baik. Tapi permainan seperti ini perlu pelatih… dan Clarissa bukan tandinganku.”
Di rumah Rafael, suasana mulai berubah. Nenek Rafael terlihat berbicara serius dengan orang tua Rafael di ruang tamu, dan Clarissa tampak duduk tenang tak jauh dari sana.
“Aku hanya pikir, Rafael butuh istri yang benar-benar bisa ikut menopang bisnisnya. Wanita yang bisa tampil elegan, mengerti permainan korporat,” ujar sang nenek.
Ibunda Rafael hanya tersenyum. “Kami percaya Rafael bisa memilih dengan matangnya sendiri dan aku yakin jika Keira adalah yang terbaik”
Ayah Rafael menimpali, “Benar kami tidak menilai dari kilau luar seseorang. Tapi dari siapa yang berdiri di saat badai datang.”
Clarissa hanya menunduk, bibirnya menyunggingkan senyum kecil, tapi hatinya sangat geram.
Malam itu Rafael mengajak Keira makan malam di vila pribadinya di Puncak. Hanya mereka berdua, ditemani semilir angin pegunungan.
“Aku mulai tahu permainan mereka,” ucap Rafael sambil menatap lilin di tengah meja.
Keira menyesap teh hangatnya. “Dan kamu akan membalas?”
“Aku ingin. Tapi sejak kamu datang, aku belajar satu hal: tidak semua musuh perlu diserang keras. Beberapa cukup diberi ruang… agar mereka jatuh sendiri.”
Keira tersenyum. “Kamu belajar cepat.”
Ia menatap Rafael lekat. “Biarkan aku membaca langkah mereka. Aku akan tahu sebelum mereka mulai menaruh jebakan. Tapi jangan beri tahu siapa pun dulu bahwa aku ikut dalam permainan ini.”
Rafael menggenggam tangannya. “Aku percaya padamu.”
Di sisi lain kota…
Clarissa berdiri di ruang kerja sang kakek. Ia memperhatikan dinding penuh peta dan grafik.
“Dia akan tahu kamu yang masuk ke tambang itu,” ujar sang kakek.
Clarissa tersenyum tipis. “Biar saja. Aku ingin lihat sampai sejauh apa Rafael bertahan... dan siapa sebenarnya wanita itu yang membuat dia berubah.”
Ia menyipitkan mata. “Keira... akan kuangkat layarnya. Jika dia benar punya masa lalu, aku akan temukan dan gunakan.”
Kakeknya menatapnya ragu. “Jangan terlalu meremehkan musuh yang diam.”
Clarissa menjawab dengan dingin, “Aku tidak diam. Aku hanya memulai langkah pertamaku.”
Hari itu, butik Ratu Batu tampak lebih tenang dari biasanya. Amanda datang membawa beberapa berkas investasi sambil mengangkat alis.
"Clarissa makin gila. Dia mulai rekrut tim baru dari perusahaan lama Rafael. Yang loyal dikasih uang tutup mulut. Yang goyah… dikasih janji jabatan."
Keira hanya melirik sekilas ke arah Amanda.
"Berapa persen yang goyah?"
Amanda membuka tabletnya. “Kurang dari lima persen.”
Keira tersenyum tenang. "Masih terlalu kecil untuk membuat badai. Tapi cukup untuk menimbulkan riak."
Keira menekan tombol pada ponselnya. “Hubungkan aku dengan Arman dan Livia. Minta mereka siap-siap buka proyek pelatihan batu mulia di Banjarmasin dan Belitung.”
Amanda terdiam. “Itu dua wilayah dengan tambang terbesar yang baru Clarissa akuisisi, kan?”
Keira mengangguk. “Kita akan masuk bukan untuk bersaing. Tapi untuk merangkul masyarakat. Biarkan mereka menilai sendiri siapa yang benar-benar berniat membangun.”
Sementara itu, di kantor Rafael…
Clarissa berjalan santai di koridor lantai lima. Ia tahu Rafael sedang tidak di tempat, dan memanfaatkan itu untuk ‘bertemu’ beberapa divisi.
Namun, saat ia masuk ke ruang perencanaan ekspansi, ia tak menyangka akan bertemu seseorang.
Seorang wanita duduk di kursi Rafael — mengenakan jas putih tulang, kalung batu merah hati yang hanya bisa dipesan dari Ratu Batu.
"Clarissa?" ucap wanita itu, tersenyum.
Clarissa mengerutkan kening. "Dan kamu...?"
Wanita itu berdiri, menjulurkan tangan. "Livia. Aku wakil dari pemilik saham baru yang akan bantu Rafael dalam ekspansi ke Asia Tenggara."
Clarissa sempat terdiam. "Siapa pemilik saham itu?"
Livia tersenyum, tapi tidak menjawab. Hanya berkata pelan, "Kamu akan tahu… saat waktunya tiba."
Malamnya, Rafael bertemu Keira di taman belakang rumahnya. Mereka duduk di bawah lampu gantung kecil, beralaskan karpet bulu. Di tangan Rafael ada folder.
"Ini laporan internal. Ada nama-nama yang mulai berpaling…"
Keira memotongnya. “Biarkan. Mereka yang mudah goyah, tidak akan tahan berdiri bersamamu dalam jangka panjang.”
Rafael menghela napas, lalu memandang Keira penuh kagum.
“Kamu tidak pernah menyerang langsung, tapi kamu membuat semua orang sadar siapa yang punya kendali.”
Keira tersenyum lembut. “Aku tidak suka kekerasan. Tapi aku suka perhitungan.”
Dia memegang tangan Rafael. “Dan aku janji, aku akan lindungi kamu dari dalam. Tapi jangan pernah tinggalkan sisi depan medan ini. Kamu adalah wajah kepercayaan mereka.”
Rafael mengangguk, menggenggam erat tangan Keira.
Sementara itu, di sebuah rumah mewah di Menteng…
Clarissa melempar berkas ke meja kaca dengan keras. “Siapa pemilik saham baru itu?! Siapa wanita bernama Livia itu?!”
Kakeknya hanya mengangkat bahu.
“Aku sudah bilang, kamu terlalu cepat bergerak. Sementara mereka… sudah menyusun rencana jauh sebelum kamu sadar mereka ada.”
Clarissa menatap cermin di depannya.
Wajahnya masih cantik.
Tapi untuk pertama kalinya… dia merasa kalah.
Dan dia tahu, musuhnya bukan wanita biasa.
Bersambung
sangat recommended untuk dibaca.
di tunggu karya karya terbaik selanjutnya kak.
sat set sat set dan gak banyak drama ikan sapu, suka banget sama cara keira
keira juga belum tau kan ayah kandung nya siapa
sukses terus thor. . karya mu aku suka👍👍👍👍semangat😇😇💪💪💪