Di dunia tempat kepercayaan bisa menjadi kutukan, Izara terjebak dalam permainan kelam yang tak pernah ia pilih. Gadis biasa yang tak tahu-menahu tentang urusan gelap ayahnya, mendadak menjadi buruan pria paling berbahaya di dunia bawah tanah—Kael.
Kael bukan sekadar mafia. Ia adalah badai dalam wujud manusia, dingin, bengis, dan nyaris tak punya nurani.
Bagi dunia, dia adalah penguasa bayangan. Namun di balik mata tajamnya, tersembunyi luka yang tak pernah sembuh—dan Izara, tanpa sadar, menyentuh bagian itu.
Ia menculiknya. Menyiksanya. Menggenggam tubuh lemah Izara dalam genggaman kekuasaan dan kemarahan. Tapi setiap jerit dan tatapan melawan dari gadis itu, justru memecah sisi dirinya yang sudah lama terkubur. Izara ingin membenci. Kael ingin menghancurkan. Tapi takdir punya caranya sendiri.
Pertanyaannya bukan lagi siapa yang akan menang.
Melainkan... siapa yang akan bertahan.
Karena terkadang, musuh terbesarmu bukan orang di hadapanmu—melainkan perasaanmu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyum yang kembali
Izara sedikit terkejut, "Apa..."
Ucapan itu menggantung. Mata Izara terpaku pada wajah Kai, dan untuk sesaat... dunia seolah melambat.
beberapa tahun lalu
Hujan deras mengguyur kota. Dari balik jendela besar, Kai kecil melihat seorang gadis kecil duduk memeluk lutut di sudut taman. Rambutnya basah kuyup, dan ada memar samar di pipinya.
Dengan langkah ragu namun tulus, Kai kecil keluar, membawa payung mungil di tangannya. Ia menghampiri gadis itu.
“Kau kenapa?” tanyanya pelan.
Gadis kecil itu hanya menggeleng. Air matanya jatuh diam-diam, tanpa suara.
Kai membuka kotak makanannya, lalu menyodorkannya. "Kalau kau lapar, makan ini. Aku tidak apa-apa."
Senyum kecil muncul di wajah gadis itu. Sangat kecil... Namun saat itulah Kai mengenal Izara—meski tak sempat tahu namanya saat itu. Bertahun-tahun kemudian, setelah pencarian panjang, ia akhirnya menemukan kembali gadis kecil yang tak pernah ia lupakan.
"Aku tahu kau mungkin tidak mengingat nya tapi aku tidak bisa melupakanmu sejak hari itu, saat Kael membawa kerumah itu, aku terkejut." Jelas Kai.
Izara menarik napas dalam. Matanya berkaca-kaca, namun dia tidak menangis.
"Jadi kau tahu semuanya sejak awal?"
Kai mengangguk, "Aku tahu siapa ayahmu tentu saja aku tahu dirimu Izara." Katanya.
"Tapi itu semua tidak penting, sekarang yang terpenting adalah bagaimana jawabanmu. Apakah kau juga memiliki perasaan yang sama denganku, Izara?"
Mengapa terlambat? Izara tau perasaan Kai sangat tulus tetapi, apakah mungkin dengan apa yang sudah terjadi dirinya pantas mendapatkan perasaan itu?.
Izara menggeleng, dia melepaskan tangan Kai yang sempat mengagam tangannya."Maaf, saya tidak bisa... untuk sekarang adalah hal yang belum bisa saya ceritakan..."
Perkataan itu terdengar ambigu, bukan penolakan ataupun penerimaan. Tetapi Kai , tetap mencoba mengerti.
"tidak masalah, aku hanya ingin kau tahu... masalah itu, adalah hakmu."
Izara menundukan pandangan, ada atmosfer aneh di antara mereka. seketika keadaan nya menjadi canggung.
"Yasudah, istirahatlah, aku harus kembali berkerja." ucapnya sambil melirik jam tangan, berusaha bersikap biasa.
Izara mengangguk pelan. Kai benar-benar beranjak keluar. Tapi sebelum menutup pintu, ia sempat memandang gadis itu sekali lagi. Ada kehangatan dalam tatapan mereka. Bisu. Tapi saling memahami.
KEESOKAN PAGI
Izara membuka mata perlahan. Tubuhnya masih terasa lelah, tapi sedikit lebih ringan dari biasanya.
Tak lama setelah itu, suara ketukan lembut terdengar dari pintu.
"Izara, kau sudah bangun?"
"Sudah. Masuk saja.”
Pintu terbuka perlahan. Kai muncul sambil membawa jaket dan kunci mobil di tangannya.
“Sudah makan?”
“Belum. Saya baru saja bangun.”
Kai melirik jam tangan “Bagus. Sarapan dulu, setelah itu ikutlah denganku keluar.”
“Keluar? Ke mana?”
"Mencari udara segar, kurasa kau butuh udara segar.”
Izara menatap Kai, hal yang terjadi semalam seoalah tidak pernah terjadi. Izara pikir pria ini akan menjauhinya karena ia menolak tetapi Kai tetap baik padanya.
Setelah sarapan. Kai membawa Izara ketaman untuk berjalan-jalan. sepanjang perjalanan Kai tidak henti-hentinya menceritakan bagaimana dirinya bisa jatuh cinta pada Izara.
Seperti Kai yang nyaman dengan Izara begitu pula sebaliknya. Entah mengapa saat bersama Kai, membuat gadis itu merasa nyaman dan aman.
"Saya tidak tahu kau ada di acara kelulusanku." kata Izara saat Kai menceritakan dia hadir di acara kelulusan sekolah Izara dulu."
"Ya, cerita nya panjang tapi yang jelas aku mengingat hari itu, karena setelah itu aku telat ke kampus dan dihukum."
Kai tertawa menceritakan tentang masa lalunya.
Mereka tertawa bersama. Tawa yang ringan, alami, seolah sejenak beban di dada Izara mengendur. Kai menatap gadis itu sambil tersenyum, seperti merasa lega melihat Izara sedikit lebih tenang.
"Kau seharusnya lebih sering tersenyum seperti itu."
Izara Menunduk malu "Saya bahkan lupa bagaimana rasanya tertawa… sampai hari ini."
"Kalau begitu, biar aku yang terus mengingatkanmu."
Izara tertawa lagi, pelan. Senyuman itu bukan hanya sekadar basa-basi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, ia merasa... hidup.
Namun, tanpa mereka sadari…
Dari seberang jalan, di balik kaca mobil gelap yang terparkir diam, seseorang sedang mengamati mereka. Matanya tajam, penuh sorot kelam. Nafasnya pelan tapi berat, seperti menahan amarah yang nyaris mendidih.
Tangan kirinya mengepal erat.