Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#17
#17
Hari yang sibuk bagi Diana, karena hari ini ia dipercaya mendampingi klien penting. Salah seorang selebritis tanah air tengah memperebutkan harta gono-gini pasca perceraiannya.
Dan pihak tergugat sudah menyiapkan pengacara kondang, jika Diana mampu menang dalam sidang gugatan kali ini. Maka bisa dipastikan kesuksesan menanti dirinya.
Namun, tak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi, karena tepat 2 jam sebelum sidang dimulai, hal yang Diana susun dengan rapi mendadak buyar begitu saja.
“Maafkan Saya, Bu. Tapi ini sangat mendadak.”
“Gimana sih Kamu? baru kerja beberapa hari, masa sekarang sudah izin?” Diana berteriak marah.
“Saya terpaksa, Bu. Karena Ibu saya masuk Rumah Sakit.”
“Kalau Kamu tetap bekerja, Aku akan menaikkan gajimu dua kali lipat,” nego Diana, berharap agar pengasuh Gwen berubah pikiran.
“Saya dipecat sekalipun tidak masalah, karena ini bukan soal uang. Tapi bagaimana Saya sebagai anak menunjukkan bakti pada wanita yang telah mengandung, melahirkan, dan merawat Saya. Dan itu semua tak bisa di tukar dengan uang.”
Kalimat yang sungguh menyentuh, namun bagi Diana yang egois dan tak pernah mau tahu sulit dan repot nya perjuangan seorang ibu, hal itu tak berarti apa-apa.
Panggilan berakhir, tinggallah Diana yang kebingungan karena pekerjaan yang harus ia selesaikan, sementara Gwen tidak mungkin dibiarkan pulang sendiri ke rumah.
Diana terjepit dalam situasi yang ia ciptakan sendiri, ia tak punya pilihan karena sekolah Gwen pun tidak ada fasilitas day care.
Tak ada pilihan lain, selain menghubungi Marina, yah hanya itulah pilihan terbaik. Diana pun membuka ponselnya guna mencari nomor ponsel Marina.
“Assalamualaikum,” jawab Marina daei ujung sana.
“Waalaikumsalam,” Diana menjawab dengan cepat. “Ma … Hari ini Aku sibuk, Mama yang jemput Gwen, ya?” pinta Diana tanpa ingin basa-basi atau menanyakan kabar ibunya.
“Kenapa harus Mama?” tanya Marina datar.
“Kan biasanya juga Mama yang jemput Gwen dari sekolah, kalau Aku gak bisa.”
“Seandainya Mama yang minta dijemput olehmu, apa Kamu juga akan langsung datang menghampiri Mama? Jika Mama sakit, apa Kamu akan menjaga dan menemani Mama di Rumah Sakit?” Marina membalik pertanyaan walau sudah kehilangan harapan. Tapi sedikit, hanya sedikiit, ia berharap Diana atau bahkan Burhan lebih memperhatikan keberadaannya.
“Mama aneh hari ini, jangan pura-pura merajuk deh, ini sama sekali gak lucu, bersikaplah seperti biasa.”
Marina diam, ternyata memang tak ada gunanya berharap, Diana memang tak akan pernah menghargai keberadaannya. Selama masih menguntungkan dirinya, maka Diana akan bicara, jika tidak maka Diana tak akan bicara apa-apa. “Maaf, Mama tidak bisa.”
“T-tapi … “
“Mulai sekarang, Kamu harus memprioritaskan Anakmu ketimbang pekerjaan.”
Diana mengurut keningnya resah. “Mama cukup! Bisakah Mama bersikap seperti biasa?!” Diana mulai kehabisan kesabaran.
“Hari ini dan hari-hari selanjutnya Mama tak akan lagi mengurus Anakmu. Karena sekarang Mama hanya akan hidup untuk diri Mama sendiri, tidak untuk mengurus Anakmu, atau membantu Burhan dan istrinya. Hanya Mama seorang diri.”
“Maaa … tolonglah, jangan bersikap seperti ini. Aku benar-benar tak bisa, ada persidangan penting, dan jika kali ini gagal … “
“Maka Kamu akan menuduh Mama adalah penyebab kegagalanmu, dan satu hal lagi, bukankah Mama tak becus menjaga anakmu? Jadi bagaimana hidupmu, itu terserah padamu.”
Marina mematikan sambungan teleponnya. Sementara Diana masih tak percaya ketika melihat ponselnya mati begitu saja.
Amarah Diana nyaris terkumpul di kepalanya, jika saja ia tak ingat harus tetap menjaga kewarasan sebelum sidang, mungkin seisi ruangannya sudah hancur berserakan.
Diana menyambar tas dan kunci mobilnya. “Tari, bisakah Kau gantikan Aku dulu?” pintanya pada rekannya.
“Apa?! Kamu gila! Sidang tinggal 2 jam lagi, Kamu mau kemana? Katamu ada kunci penting yang bisa membuat Kita memenangkan sidang kali ini?”
“Aku jemput Gwen, semoga jalanan tidak macet,” jawab Diana dengan langkah cepat menuju pintu, “aku yakin bisa datang tepat waktu.”
Dalam hati Diana tak peduli dengan penolakan Marina, wanita itu berencana mengantarkan Gwen sendiri ke rumah orang tuanya, baru setelah itu ia bisa pergi ke persidangan dengan tenang.
Diana bertarung dengan kemacetan jalan raya, sepanjang jalan ia menyimpan rasa kesal untuk Marina, hanya karena ibunya tersebut menolak membantunya. Padahal jika Diana mau introspeksi diri, semua ini adalah buah dari kesalahannya sendiri yang sudah asal bicara hingga membuat ibunya tersinggung.
Harapan serta angan-angan indahnya pupus setelah tiba di rumah orang tuanya, rumah itu terlihat kotor seperti tak terurus. Bahkan tak ada sahutan ketika Diana mengetuk pagar, padahal biasanya Marina tergopoh-gopoh datang menyambut kedatangannya.
“Ngapain Kamu disini?” sapa bu Juju yang kebetulan lewat.
“Cari Mama, mau nitipin Gwen.” Jawab Diana singkat, tak berminat basa-basi.
Jangan dikira bu Juju bersedia menawarkan jasa, wanita itu setali tiga uang dengan Farida, sudah lama ia ingin membalas perlakuan Diana yang tak manusiawi pada Marina. “Mamamu tidak ada, Dia sudah pergi dari rumah ini.”
“Hah?! T-tapi … kenapa?” Tanya Diana panik, bukan panik karena kepergian Marina, tapi panik karena hendak di kemanakan Gwen, padahal bukan ini yang ia rencanakan sebelumnya.
“Mana ku tahu, Kamu kan anaknya.” Bu Juju melengos pergi meninggalkan Diana yang mulai kebingungan.
Ia kembali menelepon Marina, namun berapa kali pun ia menelepon, Marina tetap tak mau menjawab.
Kini rasanya kepala Diana hampir meledak, memikirkan harus ke persidangan dengan membawa anaknya, ditambah suasana jalanan yang benar-benar membuatnya putus asa.
“Maa, kenapa gak jadi ke rumah Nenek?” tanya Gwen di tengah kepanikan Diana.
“Nenek gak ada,” jawab nya singkat.
“Pergi kemana, Ma?” tanya Gwen lagi, seolah menguji kesabaran Diana.
“Mama tak tahu.”
Ponsel Diana terus berdering, karena Sidang sudah hampir dimulai, dan Diana bahkan masih butuh waktu lama untuk tiba di pengadilan.
Hingga akhirnya yang Diana takutkan benar-benar terjadi, “Aku tak akan menggunakan jasa Firma Hukum Kalian lagi.” Ria Renata kembali memakai kacamata hitamnya, ia meninggalkan pengadilan dengan wajah penuh kekecewaan.
Wanita itu sangat terluka dan kecewa karena gagal mendapatkan sejumlah harta gono-gini yang ia minta dari mantan suaminya. Semua gara-gara keterlambatan Diana yang seharusnya bertindak sebagai pengacara utama.
“Maa … Aku capek, ngantuk, mau pulang,” rengek Gwen, sementara Diana sedang menahan geram akibat kalah di ruang sidang.
Diana mengabaikan rengekan Gwen, “Maaa ayo pulang.” Gwen menggoyang-goyangkan lengan Diana, berharap setelah itu ia akan diperhatikan.
Sepanjang perjalanan menuju Kantornya, Diana hanya diam, ia sudah membayangkan amukan dari atasannya karena kejadian hari ini, dan setelah ini bisa dipastikan masa depan karirnya akan semakin suram.
Semua yang Diana bangun selama bertahun-tahun sebagai batu pijakan, kini akan runtuh begitu saja, dan lagi-lagi yang Diana salahkan adalah Marina.
“Tidur saja di mobil, Mama masih harus kerja sampai malam!” bentak Diana pada Gwen, sebagai pelampiasan rasa kesalnya pada Marina.
aku ngakak bukan cuma senyum2
itu bapak Gusman kira kira puber keberapa ya🤣🤣🤣
tp sayangnya aku malah dukung banget tuan Gusman sama Marina .. semangat tuan Gusman ..para pembaca mendukungmu