Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Hanan
Hanan segera menuju kediaman orangtuanya untuk melaksanakan prosesi pemakaman putrinya. Sementara itu Hendra yang sudah sampai di kediaman orangtua Hanan. Ia mendapat beribu pertanyaan dari orangtua sahabatnya itu.
"Hen, ini jasad bayi siapa yang kamu bawa kerumah ini?" tanya ayahnya Hanan begitu terkejut.
"Ini anak Hanan dan Alia, Om," jawab Hendra dengan jujur.
"Anak Hanan? Alia?" tanya Pria baya itu dengan bingung.
"Om, kalau soal itu nanti Hanan yang akan menjawabnya, karena aku tidak bisa terlalu ikut campur dalam masalah ini. Lebih baik sekarang kita lakukan prosesi pemakaman bayi tak berdosa ini," jawab Hendra yang tak ingin menjelaskan masalah Hanan dan Alia, karena lebih baik yang bersangkutan yang akan menjelaskan.
Dengan terpaksa kedua orangtuanya Hanan harus memberitahukan pemuka agama dan para tetangga mereka untuk ikut andil dalam melaksanakan prosesi pemakaman bayi yang katanya adalah cucu mereka.
Tentu saja para tetangga yang hadir melontarkan pertanyaan pada kedua orangtua itu. Bingung harus menjawab apa setiap pertanyaan yang mereka terima. Karena mereka semua tahu bahwa Hanan belum mempunyai istri.
Saat jasad bayi telah selesai dikafankan, Hanan baru sampai dikediamannya. Ia segera masuk menerobos para pelayat yang sudah datang silih berganti.
Hanan segera duduk di sisi jasad bayi mungil yang telah selesai di kafankan, perlahan ia merundukan tubuhnya, lalu mengecup wajah bayinya untuk yang terakhir kali.
"Maafkan Papa, Sayang, semoga kamu pergi dengan tenang," lirihnya dengan menitikkan air mata.
Semua keluarga besarnya ingin sekali bertanya prihal bayi tak berdosa itu. Namun, mereka mencoba untuk menahan karena masih banyak pelayat. Dan terlebih kedua orangtua Hanan yang sudah tak sabar.
***
Kini jasad bayi mungil itu sudah tertanam. Hanan masih betah duduk bersimpuh di samping gundukan tanah yang masih merah. Kembali rasa penyesalan menyelimuti hatinya, andai saja dia tidak menolak untuk menikahi Alia, mungkin bayi mereka masih baik-baik saja.
Dan ditambah sekarang Alia terkena gangguan jiwa, sungguh dirinya berada dalam lembah penyesalan. Kejadian hari itu benar-benar telah merusak hidup seorang gadis yang tak berdosa.
"Hanan, ayo kita pulang sekarang. Ini sudah hampir sore. Masih banyak yang harus kita lakukan," ucap Hendra yang masih selalu setia menemani sahabat baiknya.
"Hen, aku tidak tahu bagaimana nasib Alia untuk selanjutnya. Apakah Alia bisa sembuh? Aku benar-benar telah menghancurkan hidup gadis malang itu," lirih Hanan sembari menghapus air mata.
"Han, kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kita harus yakin bahwa Alia bisa sembuh dari keterpurukannya. Yang penting kamu harus berjuang untuk mengembalikan kesehatan gadis itu," tutur Hendra menyemangati sahabatnya.
"Ayo kita pulang sekarang." Hendra kembali berjongkok, dan mengusap papan nisan bayi mungil itu. "Sayang, Om dan Papa kamu pulang dulu ya. Kamu jangan sedih, kami akan berusaha untuk menyembuhkan Mama kamu," ucap Hendra membawa nisan itu bicara.
Hanan kembali mengecup nisan bayinya sembari mengucapkan Do'a, lalu berpamitan. "Papa pulang Nak, kamu tenanglah di dalam pangkuan yang maha kuasa. Do'akan Mama cepat sembuh ya," bisiknya dengan suara serak.
Kedua lelaki dewasa itu meninggalkan perkarangan pemakaman. Memang hanya tinggal mereka berdua, karena keluarga Dokter Obgyn itu telah pulang terlebih dahulu. Mereka sudah menunggu kedatangan Hanan untuk menanyakan perihal yang sebenarnya.
Setibanya dirumah, Hanan segera masuk kedalam kamarnya untuk mencuci tangan dan wajahnya. Ia tahu harus menjawab segala pertanyaan keluarganya. Dari raut wajah Papa dan Mamanya sudah tidak mengenakan.
Setelah merasa sedikit tenang, Hanan segera keluar dan duduk bergabung dengan mereka. Hanan menatap sang ayah yang telah berwajah muram. Masalahnya yang lama saja belum selesai dengan kedua orangtuanya, namun, kini ia kembali membuat mereka semakin terkejut.
"Katakan dia bayi siapa Hanan?" tanya Papanya masih belum percaya dengan segala yang ada.
"Dia bayi aku dan Alia, Pa," jawab Hanan dengan tenang.
"Siapa Alia? Apakah itu penyebab kamu menolak permintaan kami?" sambung Mama.
"Iya, aku dan Alia sudah menikah, jadi aku tidak mungkin meninggalkannya," jawab Hanan yang mendapat tatapan tajam dari kedua orangtuanya. Dan begitu juga dengan Hendra menaikkan bahunya sebagai isyarat, ia tidak tahu apa maksud dari kata-kata Hanan.
Hanan mengangguk pelan menatap Hendra agar mendukung apapun yang ia katakan.
"Terus, mana istrimu itu? Kenapa dia tidak datang di pemakaman anaknya?" tanya Papa dengan heran.
"Dia ada di rumah sakit, karena dia..." Hanan menjeda ucapannya.
"Kenapa dengan dia?" tanya Mama
"Dia mengalami stress karena kepergian bayi kami. Jadi, Alia sedang menjalani pengobatan," jawab Hanan dengan jujur.
"Hng! Jadi sekarang kamu mempunyai istri gila?" ucap Papa dengan senyum mengejek.
"Aku akan berusaha untuk mengembalikan kesehatannya," jawab Hanan yakin.
"Bawa dia tinggal di rumah ini Hanan," sambung Mama.
"Apa maksud Mama?" tanya Hanan tak mengerti.
"Iya, kamu ingin kami menerima dia sebagai menantu 'kan? Jadi, kamu dan Alia tinggalah disini. Kita akan merawatnya sama-sama," ucap wanita paruh baya itu.
Hanan masih tidak paham dengan permintaan sang Mama. Dalam hatinya sedikit ragu mendengar ucapan orangtuanya. Apakah mereka benar-benar tulus ingin menerima Alia? Tapi apa salahnya ia mencoba.
Hanan masih menimbang untuk membawa Alia di kediaman orangtuanya. Tapi, itu tidak buruk, mungkin dengan Alia tinggal bersama mereka bisa membuat kesehatan jiwa gadis itu kembali lagi, setidaknya Alia ada teman dan orang yang akan menjaganya.
"Baiklah, aku akan membawanya kesini. Aku harap kata-kata Mama dan Papa benar-benar tulus bisa menerima Alia sebagai menantu," ucap Hanan.
Hanan dan Hendra pamit untuk kembali ke RS tempat Alia ia tinggalkan. Di perjalanan Hanan tampak murung.
"Apa yang kamu pikirkan Hanan?" tanya Hendra sembari menoleh sesaat pada Pria di sampingnya.
"Hen, aku ingin menikahi Alia sebelum membawanya pulang ke kediaman orangtuaku," jawab Hanan yang mendapat tatapan heran dari sahabatnya.
"Tapi..." Hendra menghentikan ucapannya. Ia takut membuat Hanan tersinggung.
"Iya, aku tahu kejiwaan Alia tidak sehat. Tapi, aku akan tetap menikahinya. Aku ingin menjadi pasangan halal sebelum menjaga dan merawatnya. Lagipula aku sudah mengatakan pada Mama dan Papa bahwa aku dan Alia sudah menikah," jelas Hanan.
"Apakah kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Hendra memastikan sekali lagi.
"Aku sangat yakin, bantu aku untuk mengurus segala sesuatunya, Hen," pinta Hanan pada sahabatnya.
"Baiklah, aku akan membantumu."
Hanan menghela nafas pelan. Ia sudah memutuskan untuk menikahi Alia, meskipun sekarang bayi mereka telah tiada, namun, Hanan sudah berjanji akan menggantikan segala penderitaan gadis itu dengan kebahagiaan.
"Han?" Panggil Hendra.
"Hmm?" jawab Hanan dengan gumaman.
"Apakah kamu mencintai Alia?"
Hanan menghela nafas pelan. "Aku tidak tahu bagaimana dengan perasaanku saat ini, yang pastinya aku menyayanginya. Aku ingin menggantikan segala penderitaan yang aku berikan dengan kebahagiaan," jawab Hanan yang belum bisa memastikan perasaannya pada ibu dari anaknya itu.
Bersambung...
Happy reading 🥰
fix no debat