Nasyama Khadijah Putri harus menelan pil pahit saat 7 hari sebelum hari Pernikahan nya harus berakhir kandas karena ia mendapati calon suaminya sedang bercinta dengan Noni, sahabatnya di kamar utama yang akan menjadi kamar pengantinnya.
Dan semakin membuat Nasya semakin hancur setelah mengetahui mereka adalah pasangan kekasih sebelum Noni memutuskan menikah dengan Gadhing, lelaki yang masih dicintai Nasya dalam diam.
Hingga akhirnya Nasya memutuskan untuk membalas dendam dan melakukan berbagai cara untuk menjadi istri kedua dari seorang Ahmad Gadhing Athafariz.
Setelah berhasil menjadi istri kedua Gadhing dan hubungan mereka mulai dekat, Cinta mereka di uji karena Noni mengidap kanker serviks.
Noni meminta sesuatu yang sulit untuk dikabulkan Gadhing.
Lalu bagaimana kisah rumah tangga mereka? Sedangkan Gadhing sangat membenci Nasya sebelum menjadi suaminya.
Apakah permintaan Noni?
Lalu bagaimana Jimmy, duda beranak satu yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Nasya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windii Riya FinoLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. JSAMS
Sudah pukul tujuh malam Gadhing tak juga kunjung datang. Beberapa karyawan yang menjenguknya sebagai perwakilan sudah kembali pulang. Nasya mulai merasa resah dan menduga bila suaminya itu tidak kembali ke rumah sakit.
Lelah menunggu, akhirnya Nasya memilih memejamkan mata karena memang merasa kantuk akibat meminum obat beberapa saat lalu.
Tak berselang lama, pintu terbuka menampakkan Gadhing masuk ke dalam ruang rawat Nasya.
Gadhing melihat Nasya sudah tertidur, mendekati brankar. Ia duduk di samping istri muda nya tersebut. Memandangi wajah yang selalu cantik dan rambut yang selalu terbungkus hijab.
Helaan nafas panjang berulang kali terdengar. Ucapan bunda Fadia terus terngiang. Tidak ada kata yang keluar, Gadhing hanya menatap wajah cantik Nasya untuk waktu yang cukup lama. Setelah puas memandangi, Gadhing bangkit memperbaiki selimut agar menutupi separuh badan Nasya.
"Jangan pergi lagi," gumam Nasya mencekal pergelangan tangan Gadhing.
Untuk beberapa saat pandangan mereka bertemu. Tadi, sebenarnya Nasya belum tertidur dan membiarkan Gadhing memandangi wajahnya walau degub jantung yang sudah tak karuan.
Gadhing lebih dulu memutuskan pandangan kemudian hendak melepas pegangan tangan Nasya namun sang istri menggeleng.
"Nanti mas pergi lagi," kata Nasya lirih.
Gadhing menghela nafas panjang. Kemudian ia duduk ke tempat semula dengan tangan nya masih dipegang oleh Nasya.
"Tangan ku sakit kalau pegang tangan mas begini," kata Nasya cemberut.
Gadhing kembali menghela nafas panjang. Ia sudah mulai kesal dengan Nasya karena selalu saja banyak permintaan kalau sedang sakit.
"Jadi harus gimana, Nasyama? kalau sakit jangan banyak permintaan, bisa enggak?" cecar Gadhing kesal.
Tetapi, bukan Nasya bila takut dan mengalah pada Gadhing. Ia adalah gadis keras kepala bila sudah berhadapan dengan pujaan hatinya.
Dengan wajah dibuat sesedih mungkin, Nasya bergumam lirih. "Mas naik dan tidur di sampingku biar bisa pegang tangan mas Gadhing terus," Nasya menelan saliva setelah mengucapkan permintaan yang begitu ekstrim.
Gadhing melotot setelah mendengar permintaan Nasya. Matanya terus menyorot tajam ke arah Nasya.
"Harus adil, mas."
Gadhing melengos mendengar kata 'adil'. Pikiran nya selalu menolak tetapi entah mengapa sulit sekali menolak setiap permintaan Nasya.
Tetapi, Gadhing menganggap perlakuan nya itu hanya karena janji dan karena bunda Fadia saja dan tidak mengurangi rasa benci terhadap Nasya.
Gadhing mengitari brankar kemudian naik membuat Nasya terkejut. Rasanya ia mendadak gugup berada satu tempat tidur bersama sang suami.
"Mas mau ngapain?" tanya Nasya berubah menjadi linglung.
Gadhing yang sudah duduk di atas brankar berdecak kemudian menyentil kening Nasya. "Mas turun saja kalau begitu," kata Gadhing.
"Oh no no. Jangan," cegah Nasya kemudian rebahan dan menarik Gadhing agar ikut rebahan disampingnya.
Jarak wajah keduanya begitu dekat. Tatapan mata mereka bertemu dan saling memalingkan wajah.
"Sudah cepat tidur," gumam Gadhing masih saja ketus pada Nasya seraya menyerahkan satu lengan nya agar dipeluk Nasya.
Nasya langsung memeluk lengan Gadhing dengan erat. Untuk pertama kali ia menyentuh Gadhing. Selama ini, walau begitu sangat mencintai Gadhing dalam diam, ia tak pernah saling bersentuhan dengan pria itu.
Ia memeluk lengan Gadhing dengan mata terpejam. Tetapi, percayalah. Sungguh, Nasya tak bisa terlelap.
"Kamu jangan banyak gerak. Luka mu belum kering sempurna," tegur Gadhing merasakan bila Nasya sedang gelisah.
Nasya membuka mata dan mendongak menatap Gadhing sekilas. "Jantungku mau copot dekat-dekat mas Gadhing," kata Nasya polos justru mendapat sentilan di kening.
"Mas nyebelin," sungut Nasya lagi.
"Tidurlah," kata Gadhing tanpa menanggapi.
Nasya cemberut dan menunduk.
"Kamu sudah minum obat?" tanya Gadhing.
"Hem," sahut Nasya berdehem.
"Minum susu?" tanya Gadhing lagi.
Nasya berdecak walau hatinya berbunga di tanya suatu kebiasaan yang dijalaninya. "Hem. Sudah," imbuhnya lagi.
Gadhing berdecak. "Suami tanya itu dijawab yang bagus, Nasyama. Nanti kalau aku gak tanya-tanya kamu bilang gak adil," gerutu Gadhing seraya melihat Nasya sedang memainkan jemarinya.
Nasya tak menanggapi karena lebih memilih menikmati memainkan jemari Gadhing.
"Ketika aku mengatakan aku mencintai mas, aku enggak mengatakannya dengan santai. Aku mengatakannya untuk mengingatkan mas bahwa kamu adalah segalanya bagiku, dan hal terbaik yang pernah terjadi padaku dalam hidup," gumam Nasya.
Untuk beberapa waktu, pandangan kedua nya terkunci. Sebenarnya Gadhing merasakan cinta dari Nasya. Tetapi sekali lagi, ia terus menampik dengan kebencian yang tak mendasar bagi Nasya.
"Bagaimana rasa benciku ini, aku tahu jika kamu sekarang adalah istriku. Tapi kamu harus terima kalau aku gak mungkin adil," gumam Gadhing.
"Belajarlah untuk adil, mas."
Tidak ada lagi kalimat yang terucap. Gadhing terus melirik mata dan bibir kissable milik Nasya.
Perlahan, Gadhing memajukan wajah, mengikis jarak diantara keduanya.
Nasya menelan saliva dengan kasar. Ia tak tahu harus bagaimana. Momentum yang begitu ditunggu justru membuat jantung nya ingin terlepas dari porosnya.
Aku harus apa? tutup mata saja ya?
CUP
Kedua bibir sepasang suami-istri itu bertemu. Degub jantung keduanya bertalu-talu. Bila terdapat microphone di dalam sana, maka sangat terdengar bersahutan.
Gadhing mulai melu mat dengan lembut, menyesap, dan menggigit kecil bibir Nasya agar terbuka karena istri keduanya itu tak bereaksi apapun.
Tangan Nasya terkepal karena benar-benar tidak tahu harus berbuat apapun. Tetapi, ada rasa bahagia Gadhing melakukan ini padanya.
Gadhing mulai menuntut. Lidahnya semakin liar mengeksplor bibir hingga rongga mulut Nasya.
Di pertengahan aktivitas, bayangan masa lalu dan bayangan kekecewaan Noni ketika menikahi Nasya, terlintas hingga membuat Gadhing sadar.
"Mas," cicit Nasya karena merasa heran mengapa Gadhing menghentikan aktivitas tadi.
"Tidurlah," kata Gadhing berubah menjadi datar kembali.
Ada rasa kecewa atas apa yang dilakukan oleh Gadhing. Tetapi, Nasya melihat sisi baik dimana Gadhing sudah mulai ingin menyentuhnya.
Walau dalam hati, ada rasa ingin tahu alasan apa yang membuat Gadhing sangat membenci nya.
Padahal, jika di ingat semasa hidupnya tinggal bersama keluarga Buya Niko dan bunda Fadia, Nasya sudah menjadi gadis penurut.
Pada akhirnya, Nasya terlelap dan Gadhing mencoba melepas pelukan di lengan nya. Ia turun secara perlahan kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Gadhing menatap wajah dari pantulan cermin. Di usap wajahnya dengan kasar kemudian memutar kran dan mencuci muka.
Kepala Gadhing menggeleng ketika ingatan saat ia mencium bibir Nasya begitu manis dirasa.
Bahkan ia masih merasakan bagaimana lembut tekstur bibir nya yang kenyal.
"Benarkah Nasya belum pernah melakukan nya pada Dimas?" tanya Gadhing ketika mengingat Nasya tak membalas apa yang dilakukan nya.
"Atau hanya pura-pura?"
Gadhing menggeleng lagi agar tak lagi mengingat ciuman pertama mereka tadi.
Sebenarnya, bayangan malam tadi masih terngiang dan membuat Nasya memalingkan wajah ....
menurut saya
bayangan itu terbayang, kalau terngiang itu bunyi atau suara
kalau terbayang citraan penglihatan .. mata
kalau terngiang citraan penglihatan .. telinga
sempat terpikir. dia pemilik, dia kepala, dia dokter obgin juga.
maaf kalo ada pembaca yg komen begete thoor.
semangat berkarya thoor
semua komen untuk perbaikan kedepannya. saling memaklumi ja
anaknya meninggal lah malah menantu fi penjarakan. trus putumu siapa yg ngopeni. dia gak pernah open sama anaknya karena gak setuju dengan menantunya. gak tau kalo anaknya yg akting, sehingga Nasya mundur alon alon pas mulai berjuang.